9 | Teralihkan

9.6K 1.1K 22
                                    

"Pus, sini."

Berbalut seragam sekolah putih biru, Aksa yang tengah membaca komik Detective Conan di bangku pendek halte bus, di dekat tanaman bugenvil yang daunnya sesekali tersenggol angin siang, mengangkat kepala saat mendengar suara itu. Suara kucing yang saling bersahutan lantas menyerbu gendang telinganya.

"Jangan rebutan! Semua kebagian."

Suara pelan seseorang itu terdengar lagi. Meyakini suara tersebut berasal dari arah kanannya, Aksa mengalihkan pandangan. Perhatiannya pun terpaku pada seorang gadis berseragam sekolah putih abu-abu yang tengah berjongkok di belakang bangku pendek di sebelahnya yang kosong. Lima ekor kucing dengan warna berbeda dan dua di antaranya terlihat pincang, mengerubungi gadis itu yang sekarang sedang menaruh wadah-wadah kecil di sekitar mereka.

Gadis itu lalu membuka kemasan makanan kucing dengan merk terkenal di pangkuannya, dan menuang isinya ke dalam masing-masing wadah. Kucing-kucing pun berpindah ke wadah-wadah, begitu antusias melahap isinya tersebut.

Perhatian Aksa kembali pada gadis yang rambutnya dikuncir kuda, dan beberapa helainya dibiarkan mencuat keluar itu. Untuk Aksa, pemandangan seperti ini begitu langka. Dia tak pernah melihat orang rela membawa wadah dan makanan kucing bergizi, untuk para kucing jalanan yang tidak terurus, bahkan selama ini Aksa tidak pernah melakukannya.

Selama mengamati pemandangan itu, Aksa sadar dia hanya berkedip dua kali. Dan ketika mendapati gadis itu menarik sudut-sudut bibirnya ke atas, membentuk seulas senyum tipis, napas Aksa terasa tertahan di tenggorokan. Dia cepat-cepat beralih ke depan, dan pura-pura sibuk membaca komik tatkala gadis itu balik menatap dirinya.

Aksa menoleh ke gadis itu kembali setelah satu menit berlalu. Napas kecewa kontan keluar ketika dia tidak mendapati sang gadis. Namun, keseluruhan dari gadis itu, telah jatuh di kedalaman ingatannya.

-oOo-

Aksa menuang air panas ke dalam mug di atas pantri, lantas mengaduk susu cokelatnya. Meniupnya perlahan, dia pun menyesapnya, hingga hangat menjalari kerongkongan.

"Pagi...."

Mendengar sapaan bernada riang itu, Aksa menoleh ke belakang. Hanum dengan rambut agak berantakan yang dibiarkan tergerai, menarik langkah, melewati meja makan di depan jendela besar yang tirai kelabunya tersibak, lantas berdiri di sebelahnya.

Hanum mengaitkan rambut panjangnya ke belakang telinga. Ekor matanya yang semula tertuju pada Aksa, berpindah ke mug yang ada di tangan lelaki itu.

"Kenapa mugnya warnanya nggak pink?"

Sebelah alis Aksa seketika naik. "Emangnya aku pinky boy, mug harus pink?"

"Bukannya kamu emang pinky boy?" Hanum cekikikan lantas melenggang pergi. Aksa kontan menarik perasaan tidak enak masuk dalam kepalanya.

Di meja makan saat sarapan, Aksa tak fokus pada barisan kalimat di koran pagi yang tadi disodorkan Ariyanta. Dia kerap melirik Hanum yang duduk di seberangnya. Wanita itu masih menampakkan gelagat aneh. Kadang memasang wajah serius, dan kadang menahan tawa ketika menatap Aksa.

Bahkan, itu berlanjut sampai mereka berada di mobil dalam perjalanan pulang ke rumah.

Aksa melirik Hanum. Dia melayangkan sindiran, "Mau dianter ke RSJ sekalian nggak, nih?" Di luar ekspektasinya, Hanum tertawa sendiri. Benar-benar ada yang tidak beres!

Perlahan, wanita itu mengeluarkan sesuatu dari dalam handbag-nya. Dia menoleh dan tersenyum hiperbolis ketika menunjukkan selembar foto pada Aksa.

Melihat siapa yang ada di dalam foto itu, Aksa praktis melotot, menepikan mobilnya, dan mengerem mendadak sampai membuat Hanum sedikit terpental ke depan.

Loveisble | ✔️ (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang