Suara bel rumah Hanum berbunyi. Wanita itu menghentikan kegiatan membaca majalah di sofa ruang keluarganya.
Siapa yang bertamu di malam pukul sembilan begini? Apa Aksa? Tapi, mendengar dari bunyi bel yang ditekan dengan jeda yang cukup, sepertinya itu bukanlah Aksa. Aksa selalu menekan bel rumahnya tanpa jeda dan terus menerus sampai bisa membuat orang lama-kelamaan terkena strok.
Membuka pintu depan, terjawab sudah semua pertanyaannya. Tamunya ternyata adalah Pak Dana. Hanum sedikit kaget mengetahuinya.
Pak Dana menunjukkan kantung kresek berisi sesuatu padanya. Dia tersenyum. "Saya habis dari rumah ayah saya. Berhubung ngelewatin rumah kamu, saya kepengen mampir. Ini saya bawain bolu dari rumah."
Hanum meringis. "Nggak usah repot-repot, Pak."
Pak Dana menggeleng. Dia menoleh dan menunjuk bangku di beranda. "Saya duduk situ, ya?"
Hanum mengangguk. "Bapak mau minum apa?"
"Air putih aja."
Masuk ke dalam rumah, Hanum lalu keluar kembali selang lima menit dengan membawa air mineral dan beberapa bolu di piring untuk Pak Dana. Dia duduk di sebelah pria itu.
"Kamu suka bunga matahari?" tanya Pak Dana. Pandangannya terarah ke bunga-bunga matahari yang ada di depannya.
Senyum menghias wajah Hanum. "Iya, Pak. Suka."
"Num, ini kan, di luar jam kerja. Kamu nggak perlu terlalu formal dengan manggil saya "bapak". Panggil saya Dana aja."
Hanum menggigit bibir. Selama ini, dia sengaja selalu memanggil bosnya ini dengan tambahan "pak" agar dia tak mengganggap pria itu sebagai Dana.
"Maaf. Saya nggak bisa."
"Kenapa?" Pak Dana menoleh padanya. Tatapan lekat diberikan pria itu. "Karena nama saya mirip sama calon suami kamu yang udah meninggal?"
Rasa kaget menjalari Hanum seketika. "B-bapak tau dari siapa?" Dia sampai tergagap.
"Saya tahu dari Ganita."
Hanum memandang ke depan dan memejamkan mata dengan menggertakkan gigi, mencoba sabar. Walau sebenarnya, ingin sekali dia menjahit mulut Ganita sekarang juga dengan benang layang-layang. Biar tidak ember lagi!
Pak Dana tertawa kecil. "Ganita cuma cerita tentang itu, kok. Kamu kayak mau makan Ganita aja."
Hanum meringis. Mengambil bolu dan mengunyahnya. Enak. Rasa lemon. Dia mengalihkan topik pembicaraan, "Bolunya enak. Buatannya siapa?"
"Ibu tiri saya."
Hanum berhenti mengunyah. Matanya mengerjap. Dia sudah tahu bahwa Pak Dana adalah putra dari Pak Hermawan, direktur utama Jayabaya. Namun, dia baru tahu kalau Bu Sofia, istri Pak Hermawan, sebenarnya adalah ibu tiri Pak Dana.
"Oh, Bu Sofia itu ibu tirinya, Bapak?"
Air muka Pak Dana berubah kaget. "Kamu tahu darimana saya anaknya Pak Hermawan?"
"Dari Ganita," jawab Hanum polos. Dia memang tahu semua itu dari Ganita.
Pak Dana merapatkan mulut. Detik berikut, dia tersenyum. "Padahal, saya sudah susah payah ngerahasiain hal itu. Saya nggak mau jadi disegani hanya karena saya anak dirut-nya Jayabaya."
Hanum meringis. "Suka ember emang mulutnya Ganita."
Pak Dana terkekeh. Hanum mengukir senyum. "Saya janji nggak bakal bilang ke siapa-siapa. Saya juga bakal bilangin Ganita besok buat nggak nyebarin info kalo Bapak anaknya Pak Hermawan," lanjutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Loveisble | ✔️ (Sudah Terbit)
Romance(BEBERAPA CHAPTER TELAH DIHAPUS UNTUK KEPERLUAN PENERBITAN.) Hanum Banowati tak pernah menginginkan pernikahan semenjak kehilangan sosok lelaki yang dicintainya. Hidupnya cukup disinggahi sahabat, keluarga, pekerjaan, dan ... kenangan. Sementara Adh...