Di depan rumahnya, Aksa menekuk satu kaki ke belakang sebagai pemanasan sebelum joging. Menoleh ke samping, dia melihat Hanum dengan kaos kuning dan rok putih di bawah lutut, keluar dari rumah menuntun motor matik. Lalu, memarkirkannya.
Aksa menurunkan kaki dan berseru, "Mau ke mana, Tante?"
"Ke pasar," sahut Hanum, kemudian menutup dan mengunci pintu rumah.
Begitu wanita itu berbalik untuk menghampiri motor matiknya, Aksa tersenyum lebar. "Aku ikut, ya?"
"Boleh."
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih sepuluh menit, Aksa menghentikan motor Hanum di parkiran taman di seberang pasar. Sesuai permintaan wanita itu. Karena katanya, parkiran pasar pasti sudah penuh sesak di hari Minggu seperti ini.
Turun dari motor, mereka berdua menyebrang jalan dan melewati pintu masuk. Aksa memerhatikan sekeliling. Stan-stan penjual berjejer di pinggir jalan. Di bawah skylight persegi yang berada di tengah-tengah pasar, tumbuh banyak tanaman hias hijau dengan air mancur kecil. Meja dan kursi sebagai tempat pengunjung untuk menyantap makanan atau minuman, tersebar rapi di bawah kanopi, mengapit tanaman-tanaman hias tersebut.
Benar seperti yang dikatakan Hanum tadi. Tempat ini adalah gabungan antara pujasera dengan pasar tradisional modern. Ide yang cukup kreatif.
"Lebih enak ke sini pas malem," celetuk Hanum, membuat Aksa yang berjalan di sebelah wanita itu menoleh. "Kalo malem, diputerin musik."
"Kamu sering ke sini?"
Hanum menggeleng. "Nggak sering, cuma pernah. Kalo nggak salah dulu pas elpijiku abis. Dan aku lagi males beli elpiji."
Wanita itu lantas menghentikan langkah di salah satu stan. Dia menengok sayur-sayur yang ada di wadah. Melihat itu, Aksa jadi ingin makan sayur. Perlu diprihatinkan makanannya yang akhir-akhir ini berupa junk food. Dia benar-benar terlihat seperti bujangan sejati.
Lebih didekatkan tubuhnya. Menjulurkan tangan mengambil bungkusan sayur asam dan meletakkannya di depan Hanum.
Hanum seketika menoleh. Sebelah alisnya naik ke atas. Aksa langsung sengaja memasang wajah memelas layaknya Chihuahua yang tengah meminta makan pada majikannya demi rayuannya berhasil.
"Aku lagi pengin makan sayur, tapi nggak bisa masak. Mama juga lagi di Semarang."
Detik berikut, Hanum luluh. Dia mengambil bungkusan sayur asam itu, kemudian menyerahkannya ke si penjual. Dia juga menyerahkan nangka muda, kacang panjang, tempe, dan tahu kuning. "Oke aku masakin sayur satu hari ini. Setiap jam makan, dateng aja ke rumahku."
Aksa sontak senang. Senyumnya terukir lebar di bibir diiringi jempolnya yang naik ke atas. "Siap."
-oOo-
Hanum dan Aksa keluar dari pasar. Mereka menyebrang, lalu melangkah bersisian di pinggir jalan yang lumayan ramai. Mendadak, Aksa menarik lengan Hanum untuk bertukar posisi. Jadi kini, Hanum yang berada di sebelah kiri. Sedangkan lelaki itu, di sebelah kanan.
Tindakan sederhana, tapi sanggup membuat Hanum kaget dan terkesan. Aksa seolah tidak ingin Hanum mendapat kemungkinan terserempet mobil atau motor. Hanum tidak ingat apa Aksa pernah melakukan tindakan penuh perhatian itu padanya sebelum ini.
Hanum menoleh, memandang Aksa yang tangan kirinya menenteng kantung plastik berisi barang belanjaan wanita itu. "Di Australia makanmu gimana? Ada yang masakin? Atau selalu beli di luar?"
"Di asrama kampus, aku tinggal sama temen yang jago masak makanan Perancis. Jadi, aku selalu dimasakin sama dia. Kalo yang pas tinggal di Melbourne, aku sering beli di luar karena udah nggak ada masakin."

KAMU SEDANG MEMBACA
Loveisble | ✔️ (Sudah Terbit)
Roman d'amour(BEBERAPA CHAPTER TELAH DIHAPUS UNTUK KEPERLUAN PENERBITAN.) Hanum Banowati tak pernah menginginkan pernikahan semenjak kehilangan sosok lelaki yang dicintainya. Hidupnya cukup disinggahi sahabat, keluarga, pekerjaan, dan ... kenangan. Sementara Adh...