3 - Kopi Manis

29 3 1
                                    

“Jadi, apa jawabanmu?”

Matanya melirik ke arahku, seakan memberi kode bahwa pikirnya aku pasti sudah tahu pilihan mana yang telah diputuskan. Namun sayang tidak, aku enggan menebak untuk hal seperti ini.

“Tidak ada.”

Cindy mengatakannya sambil menatap tajam.

“Apa maksudmu tidak ada?”

Sementara tatapanku berisi keheranan, padahal kuyakin sebelumnya sempat kulihat wajahnya merona merah.

“Aku memang berharap kau menanyakannya, tapi aku tidak bilang kalau akan mengatakan apa jawabanku terhadap perasaanmu.”

Aku mengakuinya, meskipun sedikit menjengkelkan namun apa yang dikatakannya memang benar. Bukan berarti aku juga penasaran dengan apa jawabannya.

Hanya saja ini masalah waktu, kalau bisa aku ingin sesegera mungkin pergi menjauh dari kehidupannya. Tanpa ada luka dalam yang tak sengaja kubuat pada dirinya.

“Butuh berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk menentukannya?”

Cindy diam menunduk tanpa mengeluarkan tatapan sinisnya, “Bukan urusanmu.”

Singkat plus tajam, kata-kata dan sikapnya ternyata telah berubah seperti semula. Celah yang tak sengaja dibuka beberapa waktu lalu sudah ditutup rapat. Menyembunyikan kembali wajah tersipu manisnya yang langka, seperti tidak pernah dilakukannya.

Langit masih saja membasahi sekitar, meskipun tidak selebat saat aku mulai berbincang dengan Cindy. Gadis itu menaikkan tudung jaket dan mulai berjalan menjauh dariku tanpa mengeluarkan satu patah kata pun. Dengan jaketnya yang tebal kurasa memang tidak apa-apa untuk kembali sekarang ke kelas. Seandainya setelah ini sudah tidak ada mata pelajaran, maka aku pun akan melakukan hal yang sama.

Pada hari Senin sampai Jumat proses belajar mengajar akan selesai di sore hari. Sementara untuk kegiatan ekstrakurikuler diberi waktu hingga menjelang matahari tenggelam di ufuk barat.

Tidak ada kegiatan ekstrakurikuler yang kuikuti. Kalaupun ada, maka itu pasti berkaitan dengan bidang melukis atau setidaknya menggambar. Pada bagian seni, ekstrakurikuler yang dimiliki sekolah ini hanya seni musik, paduan suara, dan tari. Kurasa karena memang itulah yang paling banyak diminati, oleh murid dan guru calon pembimbing.

Sejenak kuingin menghabiskan waktu setelah mata pelajaran terakhir usai dengan berkeliling sekolah. Hal ini biasanya kulakukan pada saat waktu istirahat saja, namun karena tadi siang aku harus berurusan dengan Cindy membuat jadwal keseharianku berantakan.

Objek pengamatanku kali ini adalah setiap ruangan pada gedung ekstrakurikuler dan lapangan di belakangnya. dapat kulihat dan dengar setiap siswa siswi yang sedang fokus menjalankan kegiatan. Mengisi waktu dengan hal positif yang disukai itu memang menakjubkan—aku berusaha memuji diri sendiri.

Cukup bising, tapi dapat kurasakan ini sesuai dengan tatanan simfoni yang indah. Menghilangkan kepenatan setelah seharian bertatap muka dengan jendela dunia yang luas, serta berbagai macam tipe pengantarnya. Ada yang berupa jembatan beton, kayu, bambu, atau bahkan hanya seutas tali. Oleh karena itu semua tergantung bagaimana para penyeberang—murid—melewatinya.

Berkeliling sepulang sekolah di sekitar gedung ekstrakurikuler kurasa lebih melelahkan. Meskipun menyenangkan, aku yang tidak terbiasa dengan kebisingan dibuatnya cukup pening. Hati dan tubuh memang terkadang tidak dapat diajak bekerja sama.

Terdapat sebuah spot bersantai di salah satu sisi gedung ini. Empat meja piknik besar serta dua mesin penjual minuman otomatis dengan tangga di antaranya yang bisa memudahkan akses dari dalam gedung menjadikan tempat ini sempurna. Bagi para murid yang ingin beristirahat dari kegiatannya, atau yang hanya ingin menjadikan tempat nongkrong selain di kantin dan taman.

When with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang