Awan yang kian menghitam telah semakin menyelimuti langit, dan kini merambat menutupi hatiku yang sebelumnya sempat agak berbunga-bunga.
Perasaanku yang sesungguhnya akan muncul di detik-detik seperti saat ini. Menghapus sementara berbagai jejak yang aku anggap menyilaukan. Mencelupkan kembali diriku ke dalam wadah transparan berisi tinta hitam yang pekat.
Sejujurnya aku lebih menyukai ini, berada dalam bayang-bayang tanpa harus terpengaruhi oleh hinanya dunia yang ada di depan mata, ke mana pun aku melirik. Sekadar mengapung di lautan keruh, memandangi luasnya angkasa ketika dipenuhi bintang-bintang yang bersinar terang.
Hujan yang turun dengan sangat lebat masih belum berhenti, semenjak jam pelajaran terakhir dimulai hingga aku selesai berbicara lebih lanjut dengan Vinca. Limpahan air ini seharusnya menjadi penenang, namun malah terasa mengerikan. Banyak murid lebih memilih untuk bertahan di sekolah daripada harus bertarung menghadapi derasnya hujan dan angin yang kencang. Tentu saja, mereka tidak akan menolak jika diberi waktu lebih untuk bersenang-senang dengan teman, grup berkumpul, atau kekasih di sekolah.
Aku mengambil payung berwarna putih transparan dari tas dan membukanya. Air hujan yang baru mengenai sebagian alat pelindung ini seketika menghasilkan bunyi yang cukup keras. Membuat siapa pun tidak akan mampu mendengar dengan jelas suara lain di luar jangkauan payung.
Jatuhnya air dari langit makin berasa seperti kelereng yang disentil secara bersamaan tanpa henti. Tidak lagi menjadi pereda, tetapi menambah penderitaan yang ada. Bukan lagi hanya sebatas di hati, melainkan di seluruh arteri.
Gerbang sekolah telah dibuka lebar, menandakan siapa pun bebas masuk dan keluar lingkungan sekolah. Dapat kulihat seorang satpam dengan atribut lengkapnya sedang duduk dengan santai di dalam pos penjagaan. Melalui TV tabung usangnya satpam itu menonton sebuah program acara berita dengan saksama, ditemani secangkir kopi hitam yang masih mengeluarkan uap. Sesekali ia mengganti saluran ketika muncul berita yang menyayat hati, seraya menggeleng-gelengkan kepala tanda keheranan.
Baik media elektronik atau cetak pada saat ini memang lebih marak memuat berita negatif, ketimbang informasi yang dapat memotivasi pemuda-pemudi untuk berprestasi. Setidaknya itulah yang sering mataku rekam sendiri lewat televisi atau koran mingguan kepunyaan pemilik indekos.
Kulalui batas ketatnya dunia pendidikan di sekolah, menuju kemasyarakatan yang kompleks. Meskipun begitu, benang kusut pun masih lah dapat berupa benang merah. Seperti api dengan asap, setiap permasalahan memiliki pemicu. Di balik fakta suatu pernyataan, terdapat penolakan yang sekadar berupa opini. Di dalam indahnya sebuah cinta, tersimpan rasa kebimbangan yang meluap-luap.
“Hoi.”
Seseorang memanggilku. Datar dan tak berperasaan, cara bicara Cindy seperti biasa. Suara gadis itu mampu menembus rapatnya barisan air hujan yang terjun bebas dari awan. Entah karena hujan yang seakan dibuatnya menyingkir, atau disebabkan oleh diriku yang sangat ingin mendengar suaranya.
Dia berdiri tak jauh dari gerbang bersama payung merah yang dipegangnya kuat. Selaras dengan jaket, apa merah adalah warna favoritnya? Itu yang terpikirkan dalam benakku, selain mempertanyakan sudah berapa lama gadis penyendiri ini berada di sana.
“Kau menunggu—”
“Jangan salah paham,” balas Cindy dengan cepat sebelum aku selesai bertanya.
Dia melirik ke arah lain dan melanjutkan, “Ini hanya kebetulan saja.”
“... Kalau begitu aku pulang duluan,” ucapku mencoba untuk mengabaikan Cindy.
Hari ini sudah cukup banyak diriku berurusan langsung dengan permasalahan orang lain yang menyeretku, tidak seperti biasanya. Ingin segera aku pulang, merebahkan diri di kasur empuk dingin, dan mendengarkan musik alami dari pantulan suara air hujan yang turun silih berganti.
KAMU SEDANG MEMBACA
When with You
Romance[Genre utama: Drama, Romance] [Sub-genre: Dark] [R15+] "Ketika." Sebuah kata sederhana yang mengikat berbagai memori. Indah maupun kelam. Penting atau pun tidak. Untuk kenangan, lebih-lebih keinginan akan suatu hal terjadi di masa depan. Waktu singk...