1

48.6K 3.8K 75
                                    

Versi revisi & lengkap bisa diakses di google play store & Gramedia digital. Versi cetak bisa dipesan di shopee grassmedia official.

###

"Ra, akhir pekan ini pulang ya, Ajeng nikah. Semua sepupunya di minta jadi brides maid. Termasuk kamu juga. Baju seragamnya juga udah di anterin ke rumah sama Tante Rahma. Pasti ukurannya pas ke kamu, soalnya sebelum jahit, Tante Rahma minta ukuran baju kamu ke mama." Zahrana menghela nafas lelah. Gadis cantik yang lebih akrab di panggil Rara itu tampak enggan mengabulkan permintaan sang bunda.

"Aku banyak kerjaan, Ma. Ini aja aku lembur terus tiap hari," Rara mencoba mengelak. Bukannya apa, dia selalu enggan untuk menghadiri acara apapun yang melibatkan keluarga besarnya. Rara terlalu lelah untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah berubah dari waktu ke waktu dari para kerabat yang pasti akan hadir disana.
Pertanyaan 'Kapan kawin? Kapan nyusul?' pasti akan menghiasi di sepanjang acara kumpul keluarga.

Salah satu contohnya pernikahan Ajeng yang akan di laksanakan satu minggu lagi. Ajeng adalah sepupu Rara dari pihak ayah. Sepupu single  terakhir yang akan mengakhiri masa lajangnya, meninggalkan Rara yang entah kapan tak terlihat hilal jodohnya. Usia Ajeng yang terpaut satu tahun lebih muda dari Rara menambah deretan kesadisan mulut-mulut para tante yang sudah mendapatkan menantu paling prospek versi mereka.

"Diusahain yo nduk..." lanjut bu Retno, ibunda Rara. "Ndak enak sama sama Om kamu," bu Retno mencoba menasihati.

"Iya dah ma, Rara usahain tapi nggak janji ya," pungkas Rara akhirnya. Dan pembicaraan itu pun berakhir saat jarum jam menunjukkan waktu pulang kantor. Segera diraihnya mouse di meja kerjanya, kemudian disimpannya semua dokumen yang sudah selesai dikerjakan oleh Rara. Yang terakhir adalah mematikan komputer. Jangan sampai saat pulang kantor, komputer di masing-masing meja masih menyala hingga pagi saat jam kerja di mulai lagi. Bisa-bisa dibabat habis sama si bos esok pagi. Bos super nyinyir yang saking berbisanya mulutnya bisa bikin karyawan satu kantor teler bak menelan sianida.

Tepat saat Rara menyelesaikan kegiatan berberes meja kerjanya, pintu ruangan di depannya terbuka lebar menampakkan orang yang baru saja menghinggapi pikiran Rara. Si bos besar, direktur Nusantara Trans, perusahaan di mana saat ini Rara bekerja.

Mendengar suara pintu ruangan di depannya terbuka, seolah ada alarm di otak Rara. Segera diangkatnya pantat dari kursi yang dengan setia menemaninya bekerja setiap hari.

"Selamat sore pak," sapa Rara sambil membungkukkan badannya. Si bos baru, Abhimana Wiratmaja hanya melirik sekilas, berdeham singkat lalu lenyap dari pandangan mata Rara. Huft... Akhirnya si monster laut telah pergi, desah Rara dalam hati. Segera didudukkannya kembali pantatnya di kursi kerjanya.

Suara tawa cekikikan terdengar dari pojok ruangan. Rara mencari-cari asal suara dan di sana, di pojok ruangan di seberang meja Rara. Ryo tampak tak bisa menahan tawa lagi. Tawanya lepas terbahak. Hadehhh... Dasar orang tidak tahu diri. Umpat Rara dalam hati.

"Ngapain kamu ketawa mas? Kayak gak pernah ngalamin sendiri aja," sindir Rara malas sambil membuka ponselnya untuk memesan taksi online. Hari ini mobil Rara memang masih ada di bengkel untuk proses servis. Ryo pasti menertawakannya karena menyapa sang bos baru.

"Wajah kamu tuh, Ra. Lucu banget, sumpah! Benar-benar mirip robot," Ryo masih tak bisa menghentikan tawanya.

Rara hanya mengedikkan bahunya cuek. Membuat tawa Ryo semakin menjadi.

"Gila aja ya, Ra. Tiap kali tuh pintu ke buka," lanjut Ryo sambil menunjuk pintu ruang direktur yang tidak jauh dari meja Rara. "Kamu langsung berdiri lalu membungkuk buat nyapa si doi. Kayak kamu tuh sudah terprogram otomatis begitu pintu itu kebuka." Rara hanya memutar bola matanya.

"Muna banget kamu mas. Kayak kamu gak bungkuk-bungkuk aja kalau ketemu dia," Rara memasang wajah datarnya.

"Tapi kan gak segitunya kayak kamu Ra, kamu bisa-bisa bungkuk beneran lo kalau gitu terus-terusan," Ryo masih tidak menghentikan ejekannya.

"Lah, meja Mas Ryo di pojokan. Jelas dia gak mungkin dong lewat sana kemudian baru masuk ke ruangannya. Sedangkan meja aku pas di depan ruangan dia, jadi otomatis lebih sering aku dong yang nyapa dia," sahut Rara telak.

"Ada apa sih kok ribut banget dari tadi, suara kalian kedengeran dari luar lo," Mesya tiba-tiba muncul setelah kembali dari toilet.

"Kamu pernah perhatiin Rara gak, Sya? Kalau si bos mondar-mandir di depan dia, tuh si Rara langsung nunduk sambil ngebungkukin badan ngasih hormat. Otomatis banget tuh, kayaknya otaknya si Rara sudah terintegrasi dengan kedatangan si bos," Ryo sudah bertambah nyinyir.

"Elah gak usah gitu, kita kan emang nunduk-nunduk juga. Heran ya, perasaan Pak Broto gak seserem dia deh. Kita kerja bertahun-tahun nyaman-nyaman aja. Nih orang baru gantiin bokapnya sebulan udah bikin lutut kanan-kiri lemes." kini Rara pun ikut terbahak.

"Lutut lemes bukan karena si bos, Sya. Asam urat kamu aja yang lagi naik," timpal Ryo.

Dipukulkannya gulungan kertas yang Mesya ambil di meja Rara ke kepala Ryo "Sialan kamu."

"Ada apaan sih kok ngakak berjamaah dari tadi? Bagi-bagi dong kalau ada kabar baik," Rendra sudah berdiri di sebelah Mesya. "Eh Ra, kamu pesen taksi kan? Tuh kayaknya udah ada di depan. Kasihan lo si bapak udah nungguin." Segera dilihatnya ponselnya, kemudian Rara beranjak meninggalkan mereka bertiga.

"Aku duluan ya Mbak, Mas Ryo, Ren," ucap Rara sambil meninggalkan mereka bertiga.

"Jangan lupa nunduk Ra kalau ketemu si bos di depan," sepertinya Ryo masih belum melepaskan Rara begitu saja. "Asem kamu mas." umpat Rara berlalu meninggalkan ruangannya.

***
Nasib sial tampaknya masih tak mau berpaling dari Rara, mobil yang ia tumpangi tiba-tiba saja berhenti. Sang sopir yang segera turun untuk memeriksa memberitahu jika ban belakang mobilnya bocor. Di helanya nafas lelah. Di bukanya pintu mobil dan sesegera mungkin turun.

Lima belas menit Rara berdiri di pinggir jalan. Kakinya sudah terasa pegal, padahal dia hanya memakai sepatu berhak tujuh centimeter.

Langit nampak gelap. Awan tebal nampaknya akan menjatuhkan tetes hujannya. Nih kemana semua taksi sama angkutan umum. Pada banyak uang apa? kok gak ada yang lewat. Gerutu Rara dalam hati.

Tiba-tiba tetes-tetes air terasa di kepala Rara, didongakkan kepalanya melihat langit. Benar, gerimis sudah mulai turun. Perlahan rintik hujan sudah membasahi blouse biru muda Rara. Ditolehkannya kepala ke kiri dan kanan mencari tempat berteduh dari gerimis yang mulai berubah menjadi hujan. Di sana berjarak sekitar dua puluh meter darinya ada sebuah mini market yang bisa di jadikan tempat berteduh. Segera dilangkahkan kakinya ke sana. Namun baru beberapa langkah di dengarnya suara klakson mobil yang berkali-kali berbunyi di sebelahnya.

Rara menghentikan langkahnya, menolehkan kepala ke kanan. Sebuah mobil sport hitam tampak berhenti. Setelah kaca depan di turunkan nampaklah sang pengemudi. WTF! Dobel sial. Si bos baru yang muncul. Mau ngapain dia? Rara bertanya dalam hati.

"Ayo naik," ucap Abhimana datar. Rara menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan. Memastikan siapa orang yang di suruh naik oleh Abhimana. Setelah memastikan tidak ada siapapun di sebelahnya, Rara kembali menatap Abhimana.

"Saya ya pak?" Rara menunjuk dirinya sendiri. "Ayo cepat, kamu mau baju kamu semakin basah?" Balasnya tidak sabaran.

Segera di bukanya pintu depan mobil Abhimana dan segera mendudukkan diri. Mobil pun melaju membelah hujan yang mulai turun semakin deras.

Fiuh, untung dapat tumpangan meskipun bareng si monster laut. Meskipun menggerutu tapi Rara masih bersyukur.

###
Repost akan di lakukan jika jumlah bintang sesuai harapan wkwkwkkw #ketawajahat 😆😆

KEJAR TENGGATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang