Terlalu manis untuk dirasa
Terlalu tak mungkin menjadi nyata.
Pangeran, aku bunga layu yang menyukaimu.
Bisakah kita bersatu?-🥀
Pria itu mengerjapkan mata saat membaca sebuah kertas yang tak biasanya ada di atas mejanya.
"Eh Dogar, lu yang datang pertamakan?" Tanyanya pada sahabatnya yang tengah sibuk bermain Free fire.
"Mana gua tau , noh si Ruby yang biasanya pertama datang" setelah menjawab pertanyaan pria tersebut Dogar kembali menyibukkan diri dengan gamenya.
"Woi ubi jalar! Lo yang pertama datangkan?" Ia pun mulai bertanya pada gadis berkacamata yang sedang sibuk membaca novel.
Namun sayangnya gadis yang ia sebut sebagai ubi jalar itu tak tergerak untuk menoleh.
"Tuli ya lo? " kesalnya
"Namaku Ruby bukan ubi jalar" gadis itu hanya menoleh sebentar.
"Ck, sama aja . Lo tau siapa yang letakin kertas warna merah ini di atas meja gua?"
Ruby melirik kertas itu lalu menggeleng. "Didra yang datang pertama " ucapnya
"Did! Lo tau?" Pria itu beralih menatap Didra yang duduk dua meja di belakangnya.
"Hah? Gua gak tau emang gua yang pertama datang tapi karena ada panggilan alam gua kekamar mandi pas balik udah rame" jelas Didra dan kembali sibuk dengan hpnya.
"Emang nape dah Gib?" Tanya Dogar heran. Hal ini membuatnya tak fokus bermain game.
"Nih lo baca" Gibran melemparkan kertas kuning tersebut pada Dogar.
Selanjutnya Dogar malah tertawa lepas "Gib lo punya secret admirer " goda Dogar.
Gibran memutar mata jengah. Ia merasa sangat risih jika seseorang melakukan hal seperti ini. Dulu ia pernah diperlakukan dengan cara yang sama . Di kagumi dengan cara seperti ini. Hingga merasa terbiasa dan sudah seperti kecanduan . Ia merasa selalu menginginkan setiap kata yang diberikan si pengagum. Setiap katanya menjadi moodboster bagi Gibran. Hingga sejak hari itu surat itu tak pernah didapatkanya lagi.
Gibran mengusap wajahnya kasar , lalu menidurkan wajahnya diatas meja.
"Bran! Jangan molor woi. Arin noh baru datang" Dogar menepuk nepuk lengan Gibran.
Saat mendengar nama Arin otomatis Gibran langsung mendongakkan kepalanya.
Gadis manis dengan bibir kecil berwarna pink. Rambut panjang yang tergerai lurus. Dengan lincah Gibran berjalan ke arah Arin.
"Pagi Arin manis" goda Gibran.
Hal ini membuat Arin tersipu. Walau sudah biasa di perlakukan seperti ini oleh Gibran tetep saja Arin merasa pipinya terus memanas.
"Ganggu pagi Arin mulu nih Gibran " cemberut Arin .
Tentunya ini membuat seisi kelas bersorak heboh.
"Arin biar aa Gibran gandeng menuju bangku pelaminan kita"
Semua menatap jijik kearah Gibran. Goda terus jadian kaga.