15. Go on

247 23 2
                                    

Hari pengumuman kelulusan telah tiba, banyak siswa yang was was akan hasil nilai mereka, kertas pengumuman sudah ditempel di mading sekolah berikut dengan peringkat peringkatnya.

"Sudah kuduga, Shikamaru pasti mendapat peringkat pertama lagi" Ucap Ino pada teman temannya yang lain yang langsung mendapat persutujuan dari mereka.

Sasuke melihat kertas putih itu dengan datar lalu pandangannya ia alihkan pada gadis yang berada disampingnya yang juga sedang melihat pengumuman kelulusan itu.

Menyadari ada seseorang yang tengah memperhatikannya Naruto melihat mata kelam Sasuke yang sulit diartikannya, ia tersenyum pada Sasuke, senyum yang menurut Sasuke begitu manis dan bercahaya tapi tak ada rasa bahagia dan senang saat melihat senyum itu. Sauke tidak tahu, tapi ada perasaan yang mengganggunya saat melihat senyum Naruto.

"Aku ingin bicara" Suara barithon khas miliknya mengalun melewati gendang telinga Naruto.

"Baiklah" Naruto mengikuti langkah kaki Sasuke yang membawanya menuju taman belakang sekolah, sangat sepi hanya terlihat daun mapel yang sudah banyak berguguran, mengotori hamparan luas rumput hijau.

"Kau akan tetap pergi??"

"Kurasa kau sudah tahu jawabannya Sasuke"

"Tidak bisakah kau tidak pergi??"

"He.. He.. Sebenarnya aku tak tahu alasan apa yang akan kau berikan untuk mencegahku pergi??"

Naruto terkekeh pelan disertai rasa heran bercampur bingung akan yang baru saja Sasuke katakan, tingkah dan sifatnya agak sedikit berbeda hari ini dibanding hari hari kemarin.

"Aku bermimpi buruk tentangmu"

Flasback On

Sasuke melihat sekelilingnya penuh tanda tanya, saat yang kau lihat dimata kelammu saat ini hanya hamparan air biru tak berujung, dan kau sendiri berdiri diatas air itu tanpa tenggelam, seperti sihir yang banyak kau lihat di pertunjukan sulap. Sepi senyap tanpa suara tanpa angin, hanya kecipak basah yang bisa terdengar dari kaki yang terus melangkah di antara air itu.

Hingga ia dapat melihat sesuatu yang berbeda di depan sana, sebuah kelopak mawar berwarna merah terjejer rapih seperti sebuah penunjuk jalan. Ragu bercampur rasa ingin tahu mengaduk perasaannya, tapi kaki bergerak mantap melangkah menginjak helaian kelopak mawar di depannya.

Waktu seakan telah berlalu begitu lama tapi Sasuke tak bisa melihat akhir dari kelopak mawar itu, ia tidak merasa lelah sekalipun dan ia tetap berjalan lalu berjalan lagi. Hingga onyx kelamnya menatap sesuatu yang tidak asing jauh di sana.

Sekarang ia bisa merasakan hembusan angin yang semakin lama semakin terasa dinginnya, harum lemon tersebar mengikuti angin yang selalu meniupnya, dan dentingan lonceng semakin terdengar nyaring saat ini.

Kini Sasuke dapat melihatnya dengan jelas, helaian rambut pirangnya meliuk liuk indah tersapu angin, lonceng kecil yang selalu berdenting saat kedua tangan itu bergerak kesana kesini, berlari penuh kecerian dan tawa yang begitu lebar membawa ketenangan untuknya.

Sasuke tahu siapa yang ada didepannya, dia adalah perempuan yang telah berhasil mencuri hatinya, perempuan yang dicintainya lebih dari apapun, dan perempuan yang telah membuatnya melakukan hal hal konyol yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.

Senyum mengembang di wajahnya, langakah kakinya semakin cepat agar segera bisa memeluk perempuan itu dalam dekapannya, senyumnya bahkan bertambah lebar saat perempuan itu kini menatap dirinya dengan tatapan teduh dan hangat, tapi apa yang terjadi selanjutnya benar benar seperti mimpi buruk bagi Sasuke, mimpi buruk dalam sebuah mimpi.

Narutonya perlahan menghilang, melebur menjadi partikel pertikel kecil berkilauan yang tersapu angin, mengelilingi tubuh Sasuke yang membeku tak percaya pada penglihatannya sendiri. Detik berikutnya Sasuke tenggelam dalam air yang semula menjadi pijakannya, nafasnya serasa hampir habis sedangkan kedua tangannya mencoba menggapai sesuatu yang sudah tak terlihat di sana.

Naruto!!

Flasback off

"Itu hanya mimpi Sasuke, kau tahu kalau mimpi itu hanya bunga tidur" Kata Naruto setelah mendengar cerita mimpi mantan kekasihnya.

"Tapi tetap saja itu membuatku tidak nyaman" Sasuke ingin menyangkalnya, sesuatu yang benar benar membuat hatinya resah hanya karena sebuah mimpi.

Naruto menangkup wajah Sasuke dengan tangan kecilnya, tersenyum penuh arti lalu sekali lagi meyakinkan dirinya bahwa ia akan baik baik saja.

"Kalau begitu, aku berjanji aku akan tetap sehat kapanpun dan dimanapun aku berada, tidak akan ada kejadian buruk yang menimpa diriku"

Sasuke melihat senyum yang hadir diwajah itu, meski hatinya masih memiliki keraguan tapi ia juga harus percaya pada setiap kata yang Narutonya ucapkan. Keduanya sama sama tersenyum dan kembali menikmati acara kelulusan mereka.

.

.

.

"Minato apa kita harus menyetujuinya?? Entah kenapa aku merasa ragu membiarkan Naruto pergi" Minato melihat istrinya yang masih belum bisa tenang sebab mimpi buruk yang diceritakan padanya, saling menumpu tangan mereka Minato mencoba memberi pengertian pada Kushina.

"Tenanglah koi itu hanya mimpi buruk saja, kita sebagai orang tua hanya bisa memberikan yang terbaik untuk anak kita, dan Naruto sudah memilih sendiri apa yang terbaik untuk dirinya sendiri, bagaimanapun kita harus mendukung keputusannya itu koi " Jelasnya.

Jujur saja untuk saat ini Kushina masih merasa ada yang mengganjal dihatinya, sesuatu yang menurutnya buruk, meski Minato sudah meyakinkan dirinya tapi tetap saja rasa takut itu masih menghantui pikiran dan jiwanya.

"Koi, semuanya pasti akan baik baik saja"

"Aku juga berharap begitu" Akhirnya Kushina mencoba meyakinkan dirinya sendiri dan membuang jauh jauh perasaan itu.

"Mungkin alangkah lebih baiknya kita membujuk Naruko yang sepertinya masih belum bisa membiarkan Naruto pergi kerumah kakek dan neneknya"

"Ooh.. Kau benar anata, aku hampir lupa bahwa Naruko sangat menyayangi kakaknya lebih dari apapun sampai sampai dia menangis keras dihadapanku karena mengetahui kakaknya akan pergi jauh"

"Iya, tapi kenapa sampai jam segini dia belum ada dirumah ya"

Minato dan Kushina sedang bersantai di ruangan keluarga itu, Minato memang sengaja meliburkan dirinya dari berkas berkas kantor yang selalu membuatnya pusing tujuh keliling, biarkan saja anak sulungnya yang mengurus itu semua.

Bingung adalah pemikiran pertama saat Minato menyadari anak bungsunya belum pulang sampai jam segini, padahal sebentar lagi langit akan berubah warna menjadi gelap gulita. Kushina juga mengalami hal yang sama yang dirasakan suaminya itu.

"Tadaima "

"Oh itu dia, panjang umur sekali putriku" Kata Minato yang melihat anaknya baru tiba sesaat setelah mereka membicarakannya.

"Okaeri "

"Ayah, ibu apa yang sedang kalian bicarakan sepertinya seru sekali?!"

"Kemarilah nak, ada yang ingin kami bicarakan denganmu" Senyum keibuan Kushina berikan untuk putri bungsunya yang terkadang masih suka bersikap manja layaknya anak kecil berumur 7 tahun.

"Entah kenapa baik ayah ataupun ibu akan membincarakan hal yang membosankan untukku"

"Tentu saja tidak Ruko-chan"



























Tbc...

Masih adakah yang menunggu cerita ini??

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang