Setelah beberapa menit yang lalu, Kak Joa meninggalkan Embun sendiri karena harus kembali ke dapur Cafe untuk melayani pelanggan yang lain.
Mengingat tugas Matematika yang diberikan Bu Siska di sekolah tadi. Embun dengan teliti mengotak-atik rumus yang ada di buku nya. Meskipun ia pernah mengikuti olimpiade matematika, tidak berarti semua rumus matematika mampu ia telan dengan sekali gigitan.
Seringkali ia frustasi dengan beberapa tugas yang begitu banyak dan membingungkan di bukunya. Seperti saat ini, beberapa kali ia menggaruk kepalanya melihat semua tugas yang begitu banyak. Sekolah di tingkat terakhir memang sangat menguras otak sekaligus menguras pikiran, sungguh melelahkan.
Plakk....
Suara pulpen yang jatuh membuat Embun terpaksa menunduk untuk mengambil nya.
"Huh pakai acara jatuh lagi," gumam nya sambil mencoba meraih pulpen yang jatuh tidak jauh di dekat kakinya.Setelah tangannya berhasil meraih pulpen yang jatuh. Embun dikejutkan dengan sepasang kaki yang berdiri di hadapan nya saat ia menunduk. Dengan segera Embun mengangkat kepalanya dan betapa terkejutnya dia saat melihat seorang laki-laki yang tidak ia kenal tengah memperhatikan nya dengan memegang segelas Cappuccino.
"Hmm," Embun berdeham sambil merapikan buku-buku yang ada di hadapannya.
"Hai, boleh gue duduk disini?" Tanya laki-laki itu sambil menunjuk ke bangku kosong di depanbEmbun.
Tak berniat menjawab, Embun hanya mengangguk dan tersenyum tipis kearah lelaki tak dikenal itu.
"Kenalin gue Genta Wistara Yunda," ucapnya sambil menyodorkan tangannya di hadapan Embun.
Sontak Embun terkejut dan menautkan kedua alisnya.
"Embun," jawab Embun singkat tanpa membalas jabatan tangan Genta.
"Resek," omelnya dalam hati."Gue denger lo sering ke sini," tanya Genta memulai obrolan.
"Maaf, jangan sok tau tentang saya," cetus Embun cuek dengan wajah datarnya.
Oh iya, salah satu sifat Embun lagi. Ia akan bersifat dingin dengan seseorang yang baru dia kenal, tanpa perduli ia bahkan berbicara formal kepada orang itu. Namun,akan gila jika sudah bersama orang-orang terdekatnya.
"Oh oke," jawab Genta sedikit terkejut dengan sifat Embun. "sepertinya kita seumuran, gue baru di daerah sini. Dan rencana gue bakal cari sekolah. Mungkin lo tau dimana sekolah yang bagus disini."
"Saya tidak tau," jawab Embun tanpa menatap seseorang yang diketahui bernama Genta di hadapannya.
"Hmm ya," membuat genta hanya mengangguk-angguk kan kepalanya pelan
"Permisi, saya harus pulang," Ujar Embun sambil berdiri dan menyandang tasnya.
Melihat itu, Genta hanya mengangguk dan tersenyum kepada Embun, dan Embun membalas senyuman itu dengan anggukan.Selangkah, dua langkah, Embun berjalan.
"Embun,"
Panggilan Genta membuat langkah Embun terhenti dan berbalik menuju sumber suara yang menyebut namanya.
"Hati-hati,"
Mendengar ucapan Genta, laki-laki yang sama sekali tidak ia kenal. Membuatnya merasa kebingungan dengam sikap orang-orang yang aneh, terutama Genta yang berada dihadapan nya.
"Gila, semoga saja aku tidak bertemu dengan orang seperti dia lagi," gumam Embun dalam hati, dan langsung membalikan badannya menuju pintu keluar cafe dan bergegas keluar.
---
Pukul 17.45 sore
Embun telah selesai membersihkan dirinya di kamar mandi. Dan mendudukan dirinya di depan cermin meja riasnya. Menatap bentuk dirinya yang kelelahan dengan banyaknya tugas di sekolah dan anehnya orang-orang sekitar.
"Siapa sih dia? Buat penasaran aja, udah tadi duduk di tempat duduk gue, pesan minuman yang sama sama gue, dan tiba-tiba... Haduh," ucap Embun sembari mengusap-usap jidadnya sendiri dihadapan cermin.
"Jangan sampai ketemu lagi deh yang kayak gi--"
Tok tok tok
"Embun, makan malam dulu yuk sayang,"
Ucap mamanya yang berada di balik pintu kamar Embun yang terkunci"Iya ma, sebentar lagi," jawab Embun dari dalam kamar "sudahlah, mendingan makan daripada mikirin tuh orang," Embun pun bergegas keluar dari kamarnya dan menyusul mamanya untuk segera makan malam bersama.
---
To Be Continue~
Jangan lupa vomment ya :)Bengkulu, 23 Desember 2018
-Nn-
KAMU SEDANG MEMBACA
MOODBOSTER [SUDAH TERBIT]
Teen FictionSebuah Cafe bernuansa cokelat dan dipenuhi dengan semerbak aroma Cappuccino Freddo menjadi saksi bisu pertemuan Radella Embun Pandhita dengan seseorang yang memiliki kesukaan yang sama dengannya. Aneh. Kata pertama yang muncul dalam benak Embun saa...