2 minggu telah berlalu.
Sejak malam itu, hari-hari Embun ia lewati seperti biasa. Makan, tidur, sekolah, tugas, dan satu orang yang selalu membuntutinya. Entah bagaimana caranya dia selalu ada dimanapun Embun berada.
Masih sama seperti pertama kali Embun bertemu dengan Genta. Dingin. Namun semakin Embun bersifat Cuek kepadanya Genta semakin ingin mendekati gadis itu. Hingga membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada.
Embun sedang berada di kelas nya. Seperti biasa Embun duduk bersama kedua sahabatnya, Rahma dan Ayu. Mengerjakan tugas, bermain ponsel, dan bahkan tertawa tidak jelas karena lelucon atau omelan Ayu dengan kekasih imajinasinya di Negeri Ginseng sana.
"Embun, lo dipanggil ke ruangan bu Siska sekarang," ucap seorang siswa di depan pintu kelas Embun. Membuat Embun dan kedua sahabatnya itu menghentikan kegian nya.
"Oh oke, makasih ya, " jawab Embun sembari tersenyum kepada salah satu siswa yang merupakan teman seangkatannya itu. "Gue ke ruang bu Siska bentar ya," lanjutnya kepada Rahma dan Ayu.
"Oke, perlu ditemenin or nggak?" Tanya Ayu.
"Ga usah gue sendiri aja kalian tunggu di sini aja," jawab Embun sembari melangkahkan kakinya menuju pintu keluar kelas.
"Eh Embun Embun, kita ke kantin aja ya. Nanti kalau udah selesai lo nyusul aja," cetus Rahma yang dibalas acungan jempol oleh Embun.
Dengan langkah santainya, Embun berjalan menuju ruangan Bu Siska yang merupakan guru Matematika di sekolahnya dan juga merupakan guru pembimbing waktu Embun diutus sekolah menjadi perwakilan olimpiade Matematika beberapa waktu lalu.
Embun sedikit merapikan dasi nya saat hampir sampai di ruangan Bu Siska. Sampai-sampai ia tertunduk cukup lama karena dasinya.
Bugh
Tanpa ia sadari, ia menabrak seseorang yang menyebabkan ia hampir terjungkak bila Genta tidak ada di belakangnya saat itu.
"Lain kali hati-hati," ucap Genta kepada lelaki yang tak sengaja Embun tabrak tadi.
"Lo juga hati-hati kalo lagi jalan, jangan nunduk," lanjutnya setelah memastikan orang itu pergi dari hadapannya dan juga Embun.
"Ehem, terimakasih," ucap Embun singkat.
Genta hanya menaikkan alisnya sebagai jawaban. "Lo ngapain di sini?" Tanya nya kepad Embun yang masih asik berdiam di depannya.
"Ada urusan, saya permisi sudah ditunggu di dalam,"
Tidak berniat menanyakan kembali apa tujuan Genta berada di depan ruangan Bu Siska. Embun lebih memilih untuk minggalkan Genta dan masuk ke ruangan Bu Siska.
Sedangkan Genta, hanya menatap punggung Embun yang mulai menghilang dibalik pintu.
Senyum yang dilemparkan Bu Siska kepada Embun, membuat Embun ikut tersenyum ramah kepada gurunya itu.
"Ada apa Bu?" Tanya Embun saat sudah berada di depan Bu Siska."Silahkan duduk dulu Embun, ada yang ingin ibu bicarakan dengan kamu dan --," ucap Bu Siska yang terpotong oleh suara ketukan pintu.
"Permisi, ada apa Bu memanggil saya?" Suara berat yang Embun dengar di telinga nya membuatnya langsung menolehkan kepala ke arah sumber suara.
"Eh,Revan. Ini ibuk mau menitipkan tugas untuk kelas kamu,karena ibuk tidak bisa masuk besok, " ucap Bu Siska Ramah kepada seseorang yang sudah duduk di samping Embun dan dengan terang-terangan ia menatap wajah Embun di depan Bu Siska.
Revan Dwinanda Dika, Adalah salah satu siswa kelas 12 di SMA Harapan Bangsa. Ia adalah mantan wakil ketua OSIS waktu Embun menjabat sebagai ketuanya pada saat kelas 11.
Paras yang tampan, tinggi semapai, dan pintar. Laki-laki yang hampir menyihir setiap Siswi di Sekolah ini dengan pesonanya juga hampir membuat Embun sempat memiliki rasa dengannya.
Namun, ada satu waktu yang membuat perasaan itu menghilang begitu saja. Entah apa yang menyebabkannya Embun pun tidak tahu.
---
Di sinilah Embun berada, duduk di sebuah Cafe dengan segelas Cappuccino. Setelah ia memutuskan untuk berkumpul bersama Rahma dan Ayu di kantin setelah pertemuan nya dengan Bu Siska, ia memilih Cafe ini sebagai tempat untuk menghilangkan penat nya.
Sejenak memikirkan kata-kata yang dibicarakan oleh Bu Siska padanya beberapa waktu lalu.
---
"Ibu percaya dengan kamu Embun, kamu bisa membantu ibu untuk memberikan sedikit materi kepada Genta," Ucap Bu Siska."Hah? Kenapa harus saya bu? Apa tidak ada orang lain?" Jawab Embun dengan nada terkejutnya.
"Ibu pikir, cuma kamu yang pantas untuk ini Embun. Jadi, ibu mohon kamu agar mau menjadi teman belajarnya, ibu juga sudah membicarakan ini dengan Genta,dan dia menerimanya," lanjut Bu Siska.
"Baiklah bu, saya terima," ucap Embun sebagai jawaban.
---Menjadi teman belajar Genta? Cobaan apa lagi ini, ya tuhan. Sebegitu sempitkah dunia membuatku harus lagi-lagi bertemu dengan dia?
Mungkin jika waktu bisa diputar, sepertinya aku akan menolak tawaran dari Bu Siska. Seperti ada yang mengendalikan bibir ini untuk menerima penawaran itu. Ah bodohnya aku, apa boleh buat. Mulai besok dan tidak tau sampai kapan aku akan berhadapan langsung dengan makhluk itu.
"Embun?"
Seseorang memecahkan lamunanku dengan suaranya.
Perkiraanku salah, aku kira dia lah yang baru saja memanggil namaku. Astaga kenapa aku memikirkannya?
"Revan? Ada apa ke sini?" Tanyaku kepada Revan yang sudah duduk dihadapanku.
"Kebetulan lewat aja, sekalian beli Cappuccino dan liat lo di sini," jelasnya.
Aku hanya mengangguk mendengar penjelasan dari Revan. Tidak ada niat untuk bicara panjang lebar di hadapannya.
Beberapa menit waktuku di habiskan bersama Revan. Bercerita sedikit bagaimana kegiatannya di Sekolah setelah lepas jabatan sebagai Ketua dan Wakil Ketua OSIS.
Sendiri menunggu di sebuah halte yang tak jauh dari cafe, membuatku jenuh menunggu jemputan papa yang tak kunjung datang. Sesekali aku meminum Cappuccino yang aku bawa dari cafe tadi untuk mengurangi kebosananku.
Di menit selanjutnya, aku dikejutkan dengan sebuah mobil hitam yang berhenti tepat di depanku. Jantungku mulai berpacu sedikit cepat saat pikiranku mulai bergejolak jika saja ini adalah mobil penculik saat seseorang di dalam mobil itu tak kujung keluar.
"Bareng gue aja, " ucap seseorang dari dalam mobil tersebut.
Untuk memastikan ia bicara dengan siapa, aku menundukkan tubuhku dengan mata yang menyipit agar bisa melihat siapa yang ada di dalam mobil yang berhenti di depanku waktu itu.
Melihatku menunduk, seseorang itu membuka kacamatanya dan melempar senyum kepadaku yang mulai terkejut melihat seseorang yang menawarkanku tumpangan itu.
"Astaga,"
---
To Be Continue
Jangan lupa vomment ya :)Bengkulu, 3 Januari 2019
-Nn-
KAMU SEDANG MEMBACA
MOODBOSTER [SUDAH TERBIT]
Fiksi RemajaSebuah Cafe bernuansa cokelat dan dipenuhi dengan semerbak aroma Cappuccino Freddo menjadi saksi bisu pertemuan Radella Embun Pandhita dengan seseorang yang memiliki kesukaan yang sama dengannya. Aneh. Kata pertama yang muncul dalam benak Embun saa...