MOODBOSTER 11

612 48 3
                                    

Satu hari lagi sudah Embun lewati. Rasanya hari ini berlalu sangat cepat. Perasaan baru tadi pagi Genta menjemputnya di rumah untuk berangkat sekolah bersama.

Dan benar saja, hari ini dipenuhi dengan seseorang bernama Genta. Seseorang yang berhasil membuat perasaan suka Embun terhadap sikapnya menjadi permanen.  Mulai dari berangkat sekolah bersama, kejadian di kantin, bahkan saat belajar bersama di Cafe.

Jangan salah, perasaan Embun sekarang ini baru sebatas suka terhadap sikap Genta belakangan ini, belum menyangkut soal hati.

'Jangan bilang benci, nanti kamu cinta'

Seperti sepenggal kata di dalam novel "Kisah Pertemanan" yang sedang Embun baca. Buku novel pemberian Genta yang membuat Embun pertama kalinya merasa bahagia saat bersama seseorang yang memberinya novel itu.

---

Genta. Sepertinya seseorang seperti dia tidak perlu untuk dibenci. Aku sadar perasaan aneh yang ada pada Genta perlahan sudah menghilang. Mungkin belum sepenuhnya menghilang, tapi setidaknya sedikit berkurang.

Aku juga tidak mengerti kenapa bisa-bisanya Genta mengubah sikapnya secepat itu. Dan entah kenapa sikapku juga secepat itu berubah terhadap sikapnya.  Tapi ingat, ini baru sebatas suka akan sikapnya, bukan orang apalagi hatinya.

Baru saja aku mendapatkan pesan dari mama bahwa besok siang di rumah ada pengajian. Dan terpaksa aku menunda tugasku dari Bu Siska untuk megajari Genta. 

"Astaga,belum punya nomor telepon Genta," ucapku saat tersadar bahwa aku sama sekali belum meminta nomor telepon Genta untuk mengabarinya.

"Yaudah lah, kasih tau di sekolah aja," lanjutku.

Ting

Baru saja aku akan merebahkan tubuhku di kasur. Namun, suara notifikasi dari ponselku membuat niatku untuk tidur kembali tertunda.

---

1 Message from 0899********

Lo udah di rumah?

---

Nomor yang sama seperti nomor yang mengirimiku pesan kemarin. Nomor yang tidak dikenal, nomor asing yang aku kira hanya adik kelas iseng, tapi sepertinya bukan.

Sama seperti pesan yang kemarin, aku sama sekali tidak berniat membalasnya. Bagiku orang yang mengirim pesan tapi tidak mencantumkan namanya, adalah orang yang penakut. Jadi untuk apa aku melayani seseorang yang seperti itu. Tidak penting sekali.

Aku melanjutkan kegiatanku untuk tidur, mempersiapkan diri untuk bersekolah besok.

Aku sedikit memikirkan Genta, aku belum memberitahunya tentang aku tidak bisa belajar di Cafe besok.  Aku tidak bisa menghubungi Genta, dan begitu juga dengannya ia tidak bisa menghubungiku. Bagaimana tidak, kami sama-sama tidak bertukar nomor telepon.

Aku masih sedikit canggung terhadap orang baru, termasuk Genta. Jangankan bertukan nomor telepon, berbicara dengannya saja aku jawab seadanya.

Bukan cuma Genta yang memiliki nasib seperti itu, bahkan Rahma dan Ayu pun pernah berada di posisi Genta saat ini.

"Astaga kenapa jadi ngomongin Genta?"

Aku tersadar sedari tadi aku memikirkan dia, akhir-akhir ini memang seseorang itu memenuhi pikiranku. Aku tidak mengerti apa artinya, aku pun tidak terlalu memusingkan nya.

Seperti di novel yang pernah aku baca.

"Tidak perlu memusingkan hal yang belum pasti, jalani saja, pasti kamu akan nengetahuinya sendiri,"

Jangan heran jika aku menjadi seseorang yang kaku saat bertemu dengan orang baru.  Terkadang aku terinspirasi dari tokoh-tokoh di novel yang aku baca. Pikirku, di novel banyak pelajaran yang bisa kita terapkan dikehidupan nyata.

Seperti untuk tidak mudah terpengaruh dengan orang asing, karena kita tidak tahu apa maksud seseorang itu kepada kita.

Sudahlah, sudah saatnya untuk tidur. Menjemput alam mimpi dan terlelap di gelapnya malam.

---

"Embun," panggil Genta dari bangku cafe yang sering aku duduki,

Ia tersenyum semringah sambil melambaikan tangannya ke arahku.

Aku menghampirinya dan duduk di bangku yang ada di depannya.

"Embun," panggilnya lagi.

"Ya?" jawabku.

"Kalau saya ingin kamu menemaniku selamanya, apa responmu?" tanya Genta yang membuatku menunduk.

"Aku tidak tahu," jawabku sembari menundukan wajahku menyembunyikannya dari Genta.

"Kenapa?"lanjutnya bertanya lagi.

"Saya belum mengenalmu, dan kamu belum terlalu mengenal saya," jawabku kepada Genta yang ikut menundukkan wajahnya.

"Apa kita bisa lebih saling mengenal lagi? Agar kamu mau menjadi temanku," ucap Genta.

"Mungkin bisa, tapi aku tidak bisa menjaminnya," jawabku.

"Embun," panggil Genta, "jika saya pergi, apa kamu akan mencari saya?" Lanjutnya.

"Maksudmu apa?"tanyaku kebingungan.

"Ya, jika saya pergi, apa kamu akan merindukanku?" Tanya nya.

"Memangnya ada apa? Mau pergi kemana?" Tanyaku.

"Jangan menangis ya," ucapnya sambil mengacak-acak rambutku pelan.

"Aku tidak menangis, tapi mungkin aku akan mencarimu," jawabku, " karena sebelum nilai matematikamu membaik, kamu tidak boleh pergi," ucapku bercanda.

"Haha, kamu sudah banyak berubah dari waktu pertama kali kita bertemu dulu," ucapnya membuatku tersenyum,  "saya harap kamu akan tetap seperti ini selama kita menjadi teman," lanjutnya.

Aku terdiam, tersenyum menatap matanya dalam. Ia pun sama, terpaku pada satu titik di mataku.

"Ingat itu ya, jangan berubah menjadi Embun yang dingin lagi. Aku akan menanti pertemuan kita setelah aku kembali," ucapnya yang membuat senyumku redup.

"Hei, mau kemana? Kamu belum menjawab pertanyaan saya?" Ucapku kepada Genta.

"Aku tidak kemana-mana, aku akan kembali, dan melihatmu sudah tidak bersikap dingin lagi," jawabnya.

"Apa maksudmu Genta?" Tegasku.

Ia hanya menggelengkan kepalanya sebagau jawaban.  Membuat jantung di dadaku berdetak tak karuan. Melihat ia berjalan, melangkah perlahan menjauh meninggalkanku sendirian di cafe membuat air mataku dengan lancangnya mengalir.

"Genta...." lirihku dalam isakan.

---

"Genta...." ucapku saat terbangun dari tidurku yang lelap,"Astaga, hanya mimpi, ada apa ini? Kenapa aku bermimpi seperti itu?" lanjutku sembari mengatur napas dan detak jantungku yang masih tidak beraturan.

---

To Be Continue~
Jangan lupa vomment ya:)

Bengkulu, 13 Januari 2019
-Nn-

MOODBOSTER [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang