Diam. Hanya itulah yang Kiera dengar setelah ia mengatakan permintaannya kepada Mark. Tidak ada protes, keluhan, atau suara sedikitpun. Padahal Kiera sudah menyiapkan hatinya jika Mark melayangkan protes terhadap permintaannya.
"...kenapa?," terdengar sahutan Mark dari telepon yang sedang dipegang Kiera setelah sekian lama terdiam.
Kini malah Kiera yang terdiam setelah Mark akhirnya mengeluarkan suaranya. Pikiran Kiera berkecamuk memikirkan alasan apa yang harus ia katakan kepada Mark. Trust issues? Mungkin Mark akan menertawakannya. Atau alasan bahwa ia harus selalu berada di samping Jennie? Jelas tidak mungkin, Mark tau ia tidak mungkin berada di samping Jennie setiap detik. Haruskah ia mengatakan bahwa ia tidak tertarik kepada Mark? What a liar.
"I just need some time to think about what has happened. I'm sorry," ucap Kiera sambil memejamkan mata, menyiapkan diri untuk apapun yang akan Mark katakan setelah itu. Namun lagi-lagi hanya kesunyian yang didengarnya.
"Kenapa tiba-tiba, kak? Did I do something wrong? Can I at least know why?," tanya Mark bertubi-tubi.
"Aku gak bisa, Mark," ucap Kiera dibarengi dengan turunnya air mata yang sudah ia tahan daritadi. Namun ia masih menahan diri agar Mark tidak mendengar isakannya.
Lagi-lagi Mark tidak langsung menjawabnya. Namun apa yang dikatakannya kemudian membuat Kiera membeku. Hatinya entah kenapa terasa seperti diremas dengan kerasnya.
"Do you want me to stop, then?"
Mulut Kiera terasa kelu mendengar apa yang Mark katakan. Bahkan walaupun ia ingin menanggapinya, ia tidak tau apa yang harus diucapkan kepada Mark. Hingga akhirnya Kiera mendengarkan suara tanda telepon terputus.
Kejadian itu terus berulang di pikirannya. Sudah beberapa hari berlalu sejak kejadian itu. Mark benar-benar sudah tidak menghubunginya lagi.
Pagi ini suasana ruang kantornya terasa suram. Jennie lebih banyak terdiam sejak menginjakkan kaki ke dalam ruangan. Setelah kejadian itu Jennie memilih untuk tetap masuk dan melanjutkan kerja seperti biasa, yang mana membuat Kiera khawatir. Rekannya yang lain pun entah kenapa tidak banyak bicara hari ini. Padahal biasanya sejak pagi orang-orang di divisinya sudah melemparkan candaan-candaan kepada satu sama lain.
Bohong jika ia bilang apa yang terjadi kemarin tidak mengacaukan hati dan pikirannya. That was it, pikir Kiera, that's the end of the story for her and Mark.
Harusnya ia merasa lega. Bukankah ia sendiri yang sulit menaruh kepercayaan pada laki-laki dan memilih untuk dijauhi daripada terlibat dalam hubungan yang lebih. Tapi entah kenapa kali ini hatinya merasa sakit. Bahkan meskipun otaknya sudah memutuskan bahwa ini adalah hal yang benar, hatinya tetap ingin memberontak.
|retrouvailles|
"Cerita," hanya satu kata itu yang diucapkan oleh Dylan setelah ia terduduk di hadapan Kiera di taman rooftop gedung kantor mereka. Wajah mendung Kiera adalah bukti cukup bagi Dylan bahwa perempuan itu sedang ada masalah.
"Jennie pisah sama Daniel," ujar Kiera. Dylan sudah mengetahui bagaimana hubungan Jennie dan Daniel yang kerap kali menjadi perbincangan mereka sejak keduanya bertemu. Ia pun kaget mendengar berita tersebut, meskipun ia tidak dekat dengan keduanya dan hanya kenal dengan Jennie.
"I'm so sorry to hear that," ucap Dylan tulus. Walau hanya mengenal Jennie sekilas, Dylan tau Jennie merupakan perempuan yang baik. Dan memikirkan bahwa perempuan sebaik Jennie harus merasakan sakit membuatnya merasa kasihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
retrouvailles
Romanceretrouvailles; the happiness of meeting again after a long time Ketika Kiera dipertemukan lagi dengan Mark setelah sekian lama, tanpa tau apa yang akan takdir lakukan kepada mereka dalam waktu singkat.