"Gitu ya. Gak ngomong-ngomong kalau lo udah ketemu Daniel lagi," keluh Kiera kepada Jennie saat mereka sedang makan siang di tempat yang selalu mereka datangi.
"Astaga Ki, lo tau kan gue beberapa hari yang lalu itu mendadak harus ikut Mas Bian ke pusat. Mana sempet gue cerita sama lo. Gue balik ke kantor aja lo udah cabut," jelas Jennie sambil menyantap chicken katsu di hadapannya. Jennie terlalu terlihat santai, membuat Kiera mendengus melihat sahabatnya. Di sisi lain, ia lega bahwa putusnya hubungan Jennie tidak lagi berdampak kepada kesehariannya seperti beberapa hari yang lalu.
"But, are you okay now?," tanya Kiera khawatir.
"As okay as I'll ever be, Ki. Gak usah khawatir. We broke up on good terms. Kita masih temenan kok," jawab Jennie dengan tenangnya. Lagi-lagi Kiera menghembuskan nafas lega melihat Jennie. Daniel benar, Jennie adalah perempuan tangguh.
"Gue juga udah nemuin orangtuanya. Dia pun udah ketemu orangtua gue. Kita udah sama-sama jelasin. Well, they were surprised, of course. Mereka sedih, gue tau itu. But they understood. Mereka paham keputusan kita dan gak mau maksain kalau emang kita gak bisa bersama," lanjut Jennie. Orangtua Jennie adalah orangtua yang paling supportive yang pernah Kiera temui. Mereka tidak pernah sekalipun membuat keputusan yang mengontrol Jennie, sehingga perempuan itu tumbuh sangat mandiri dan tangguh seperti sekarang.
"I'm so sorry you have to go through that, Jen," ujar Kiera yang kembali sedih melihat Jennie yang terlampau tegar. Jennie yang melihat mata Kiera yang berkaca-kaca memegang tangan Kiera di atas meja sambil tertawa kecil.
"Ki, ya ampun, I swear I'm okay now. Kalau semua hal buruk ini terjadi sama gue, itu karena emang udah jalannya. Ambil hikmahnya aja. Siapa tau gue bisa dapetin cowo yang bucin sama gue dan sering nurutin kemauan gue," ujar Jennie yang diakhiri dengan candaannya agar Kiera berhenti bersedih untuknya.
"Mau lo, Jen!," maki Kiera. Jennie yang mendengar itu hanya tertawa dan kembali melanjutkan makannya. Mereka kembali menyantap makanan dalam diam, sampai akhirnya Jennie mengingat sesuatu dan menatap Kiera serius.
"Ki, janji sama gue. Putusnya hubungan gue jangan bikin lo makin takut buat ngejalin hubungan. You deserve to be happy, to feel happy. Gue yakin lo bakal nemuin orang yang tepat buat lo suatu saat nanti," ucap Jennie penuh penekanan.
Kiera mendadak tegang. Lagi-lagi Kiera mendengar saran yang sama, keluar dari mulut sahabatnya yang satu ini. Kiera tiba-tiba teringat bahwa ia belum pernah menceritakan tentang kedekatannya dengan Mark selama ini kepada Jennie. Padahal sudah jalan tiga minggu mereka sering bertemu dan jalan sesekali. Kiera hanya bisa mengangguk kaku mengiyakan permintaan Jennie. Karena pada dasarnya, ia juga sedang mencoba menghilangkan traumanya secara perlahan, dengan Mark.
"Kulkasss!"
Kiera mengalihkan perhatiannya ke pemanggil bersuara lantang yang lagi-lagi menggunakan panggilan khasnya. Ia tau betul siapa pelakunya karena di gedung ini hanya satu orang yang memanggilnya dengan panggilan itu.
"Berisik, Ardylan," protes Kiera saat sosok tersebut sudah dengan seenaknya duduk di sebelahnya. Lelaki itu hanya mencubit pipi Kiera sebagai balasannya. Jennie yang duduk di hadapan mereka hanya tertawa melihat interaksi antara kedua sahabat itu.
"Hai, Jen. Apa kabar?," tanya Dylan kepada Jennie.
"Baik, Dy. Lo gimana?," Jennie bertanya balik.
"Likewise. By the way, gak apa-apa ya gue join di sini," ujar Dylan sambil tersenyum kecil.
"Gak ah! Sana lo sama staff lo. Kaya gak punya temen lagi aja," tolak Kiera mentah-mentah.
KAMU SEDANG MEMBACA
retrouvailles
Romanceretrouvailles; the happiness of meeting again after a long time Ketika Kiera dipertemukan lagi dengan Mark setelah sekian lama, tanpa tau apa yang akan takdir lakukan kepada mereka dalam waktu singkat.