Dua puluh menit kemudian mereka tiba di tepi hutan bertepatan dengan terbenamnya matahari. Hari hampir gelap dan suara makhluk-makhluk malam mulai membahana dari seluruh penjuru hutan. Tiba-tiba, entah darimana datangnya, suara desingan anak panah melesat melintasi Tae Hyung dan Yeon Hee. Secara otomati Tae Hyung merentangkan sebelah tangannya, memberi aba-aba pada Yeon Hee supaya berhenti. Raut wanita itu sepucat mayat karena syok menerima serangan mendadak ini. Mengantisipasi keadaan, Tae Hyung membawa Yeon Hee bersembunyi ke balik pohon meninggalkan kuda-kuda mereka.
***
Tae Hyung senang karena pesta yang dia dan Yeon Hee buat berjalan sesuai rencana walau sebenarnya kelelahan akibat berburu belum sepenuhnya hilang dari tubuh mereka. Semuanya hadir termasuk Geon Ho tetapi Tae Hyung mencoba mengabaikan pria itu. Geon Ho pun tampak menunjukkan sikap seperti Tae Hyung. Anggota keluarga lain tak mengomentari hal tersebut meski dalam hati Yeon Hee berharap Tae Hyung mau sekadar berbasa basi dengan menyapa Geon Ho.
Pelajaran memanah yang dijanjikan Tae Hyung dilaksanakan seminggu kemudian setelah Tae Hyung membeli busur serta satu tabung anak panahnya. Hanya saja latihan itu tidak bisa dilakukan di halaman rumah karena tabib Yoon sering datang mengunjungi mereka sementara latihan ini harus dirahasiakan. Pilihan tempat yang disarankan Yeon Hee adalah hutan yang langsung disetuju oleh Tae Hyung.
Dibantu Ja Yeol, Tae Hyung sedang memelanai kuda di istal, mengisi tas pelana dengan air dan sedikit makanan. Begitu kuda-kuda telah siap, Tae Hyung menarik kedua kekangnya tersebut ke halaman depan di mana Yeon Hee telah menunggu di sana.
Wanita itu tampak cantik dengan baju dan celana sewarna lumut, rambut hitamnya dijalin rapi, belati pemberian Tae Hyung tersampir di sabuk pinggul kirinya. Yeon Hee melangkah menghampiri Tae Hyung, mengambil kekang kuda kelabunya sambil mengecek isi tas pelananya sendiri dan memasukkan beberapa potong perban bersih. Itu hanya antisipasi saja kalau-kalau jarinya terluka.
Naik ke atas kuda masing-masing. Tae Hyung yang memimpin jalan, kuda cokelatnya berlari kencang disusul kuda kelabu Yeon Hee di belakang. Yeon Hee hampir merasa perjalanan ini lebih mirip perjalanan mereka tempo hari hanya saja kali ini dia agak tegang dan cemas alih-alih bersemangat. Yeon Hee tak tahu apakah pelatihnya ini―Tae Hyung―tipikal orang yang sabar atau yang suka membentak kepada muridnya. Yeon Hee menggeleng. Saat kakinya terjerat sulur saja Tae Hyung tak marah sama sekali, bahkan dia tak melontarkan apa-apa ketika perburuan kemarin tanpa sengaja Yeon Hee menginjak ranting yang suara patahannya menggema ke seluruh hutan. Dia hanya menoleh―Yeon Hee ingat―dengan jari telunjuk menempel di bibir memerintahkan untuk diam.
Setelah berlari dua setengah kilometer sampai ke tepi hutan, kuda-kuda berjalan santai di antara semak-semak setinggi lutut. Untung saja keadaan tanannya kering sebab bila tidak kuda-kuda tersebut pasti akan terpeleset. Tae Hyung turun dari kuda, lebih memilih berjalan kaki karena medan yang dilalui agak mendaki di depan. Yeon Hee pun mengikuti. Samar-samar dia ingat jalan ini yang mereka lewati saat perburuan kemarin di mana matahari hampir terbit.
“Di sini,” kata Tae Hyung. “kita akan menjadikan tempat ini sebagai tempat latihan.”
Tae Hyung mengikat kuda-kuda ke pohon di dekat situ lalu memasang target sekitar lima meter dari tempat Yeon Hee berdiri. Setelah itu Tae Hyung bergabung bersama Yeon Hee, membantunya memasang tali ke busur lalu menyerahkannya bersama tabungnya. Dia tampak tangguh, komentar Tae Hyung dalam hati memperhatikan Yeon Hee lekat-lekat dengan tabung tersampir di bahu dan tangan memgenggam busur.
“Baik, pertama-tama, kau harus belajar sikap berdiri,” kata Tae Hyung berdiri persis di hadapan Yeon Hee. “Ujung kakimu harus lurus sejajar dengan bagian tengah target, kedua kaki dibuka selebar bahu,” Tae Hyung berjalan mengelilingi Yeon Hee, memeriksa apakah perintahnya diikuti. “Tegakkan tubuhmu,” tukas Tae Hyung sambil memberi contoh berdiri yang dimaksudnya. Tae Hyung terus mengulangi apa yang diajarkan selama setengah jam berikutnya, membuat Yeon Hee dihinggapi bosan. Tapi, toh dia tak protes sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faceless Man
FanfictionNiat untuk membalas dendam kedua orangtuanya seakan tak pernah surut dalam hati Tae Hyung. Dengan kemampuan langka yang dipelajari sejak berusia lima belas tahun, Tae Hyung mencari dalang di balik pembantaian yang terjadi sembilan tahun silam. Sampa...