Hari-hari berikutnya, Joran lalui dengan rasa kosong yang selalu setia menemani. Sang papa masih sama seperti dahulu, bahkan lebih buruk daripada itu. Beliau sering kali tak pulang ke rumah, Joran sendiri tak tau kemana lelaki itu pergi hingga jrang pulang ke rumah.
Bahkan gadis itu sering lupa dia memiliki seorang ayah.
Joran juga semakin pendiam, tak jarang hal itu sering membuat Bi sindi khawatir. Dia seolah tak peduli dengan apa-apa yang ada disekitarnya semenjak mama meninggal. Seolah kepergian sang mama turut membawa serta rasa semangat hidup di dalam diirnya.
Kini dia menjalani aktivitas hanya didalam kamar, keluar untuk makan saja, selebihnya dia habiskan untuk melamun di kamar. Bahkan dia bisa tak makan seharian jika Bi Sindi tak memanggilnya dan mengetuk pintu kamarnya berkali-kali.
Beberapa hari yang lalu entah apa yang membawa dia melangkahkan kaki keluar dan menuju ke kamar mama. Hari itu Joran memutuskan keluar kamar, setelah beberapa terkurung, lebih tepatnya mengurung diri.
Hari itu, Joran hanya berdiri terpaku sembari menatap pintu kamar itu dalam diam. Ada rasa belum sanggup di dalam hatinya untuk melakukan lebih daripada itu. Ingatan tentang dia yang mendapati tubuh mama tergantung dengan seutas tali dileher seringkali masih terngiang dibenaknya, dan hal itu sangat menganggu tapi tak lagi mampu untuk mengeluarkan tangis.
Terakhir kali dia menangis, adalah hari dimana sang mama sudah tak lagi ada dunia, adalah hari dimana tak dia temukan setitik kesedian dimata papa ketika mama pergi dan tak kembali.
Setelah berdiri cukup lama di depan pintu kamar mama dan tak nelakukan apapun, Joran beranjak dari sana menuju ke dapur, dan lagi, dia tak tau hal apa yang membuatnya melangkah ke dapur, setelah sekian waktu keramik di dapur tak lagi membekas jejak kakinya.
Bi Sindi terkejut ketika mendapati Joran sedang duduk di meja makan dan menatapnya diam.
Bi Sindi kontan tersenyum "pagi non Ara. Bibi hari ini masak pudding coklat buat non Ara, mau cobain?"
Joran hanya diam tak menanggapi sapaan Bi Sindi.
Bi Sindi kembali membuka suara. "kok cuman diam? Non nggak mau cobain pudding buatan Bibi yah?" raut wajahnya dia ubah menjadi kecewa.
Joran tersenyum tipis melihat wajah itu, kemudian merebut pudding coklat dari Bi Sindi dan menyantapnya sambil sesekali mengulas senyum tipis.
Bi Sindi tersenyum lebar melihat respon baik dari Joran kemudian ikut duduk dihadapannya "enak nggak non? Itu Bibi masak dengan segenap rasa dihati khusus untuk non Ara, supaya nggak murung lagi soalnya segenap rasa dihati Bibi nggak ada rasa murung, jadi Bibi jamin setelah makan ini non Ara nggak bakal murung lagi."
Joran hanya tersenyum menanggapi perkataan Bi Sindi, dan kembali sibuk dengan pudding didepannya, mengabaikan Bi Sindi yang sedari tadi tak berhenti tersenyum melihat Joran.
"waktu itu ada cowok dateng ke sini non."
Joran menatap Bi Sindi dengan alis terangkat.
"nyariin non Ara, terua Bibi bilang non Aranya lagi nggak mau diganggu, terus dia pamit pulang."
"siapa?"
"nggak tau non."
Joran berpikir sejenak. "ciri-cirinya?"
"ganteng."
Joran menghembuskan napas. "cuman ganteng?"
Bi Sindi tersenyum malu. "iya, non."
"orang ganteng juga banyak bi."
"tapi lebih ganteng suami Bibi kok non."
"sekarang Ara tanya, lebih ganteng Nicholas saputra atau suami Bibi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Definisi Pulang
Teen FictionSemesta membuatnya hilang sebelum pulang. Mengajarkannya bagaimana cara menerima kenyataan, walau yang dia temukan hanya kepahitan dalam kenyataan tersebut. Tapi tak apa, karena setidaknya setiap rasa yang dia jalani dalam hidupnya dapat membawany...