Perhatian

19 5 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca, kalau lupa bisa setelah membaca juga kok. Yang jelas kalian ngevote hehe

...

Sabira bangun karena merasa ada yang menepuk pelan pipinya, lagi-lagi ia merasa kakinya seperti dihimpit batu yang sangat besar.

"Nak kamu nggak kenapa-kenapa kan? Kakinya masih sakit? Kenapa bisa kemarin kamu jatuh?" Sabira menghela nafas kasar, ia sebenarnya sangat merindukan Ayahnya ini tapi entah kenapa lagi-lagi Sabira merasa benci karena pasti ia datang karena dihubungi oleh kakaknya.

"Iya nak kamu kenapa? Ayo kita kerumah sakit." kata Ibu Lia, ibu tiri Sabira.

Lagi-lagi Sabira ingin menangis saja melihat Ayahnya datang dengan ibu tirinya, rasa sesak itu semakin menjadi saat melihat ibu tirinya memeluknya dengan sayang.

"Ara nggak papa."

"Nak maafin ayah yang jarang datang melihat keadaan kamu, ayah sibuk nak." jelas Ferdi, ayah Sabira.

"Ara tau."

"Ferdi bawa Sabira ke mbok iyem, dia pintar mengurut." Nenek Mar berbicara dengan muka datar, sepertinya nenek Mar juga sangat kesal dengan Ferdi.

"Aku nggak papa kok nek, Sabira juga nggak bisa jalan. Kaki Sabira sakit" Sabira menangis didalam pelukan hangat ibu tirinya, sungguh ia sangat merindukan pelukan bundanya.

"Biar ayah yang gendong kamu." sedetik kemudian Sabira sudah ada didalam gendongan ayahnya.

Sebenarnya Sabira sangat rindu dengan ayahnya, tapi ia gengsi untuk mengatakannya.

"Yah, Ara takut." Ferdi yang melihat Sabira sangat ketakutan segera memberikan pelukannya dan mengusap kepala Sabira dengan penuh sayang.

"Ngak papa kok, Ara kan anak yang kuat. Nggak cengeng"

"Coba kakinya dilurusin dulu nak, biar mbok bisa mijitin kakinya Ara." mbok Iyem tersenyum dan dibalas senyum oleh Sabira.

"Aduh duh, pelan-pelan mbok. Kaki Sabira rasanya mau patah."

Sabira meringis sakit, ia menggigit baju yang dipake ayahnya untuk menahan jeritannya.

Ferdi yang melihat kelakuan Sabira hanya terkekeh geli, sekarang Aranya sudah menjadi gadis yang besar tidak manja lagi seperti saat kecil.

"Ayah kaki Ara sakit hiks, mbok mijitnya kenceng banget hiks." Sabira mengadu kepada Ferdi dengan terus terisak.

"Anak ayah manja banget ihh." Ferdi menarik pelan hidung putrinya dengan gemas.

"Yah sudah selesai." ucap mbok Iyem dengan semangat.

"Nggak sakitkan Nak? Ohiya seminggu 3 kali Sabira harus diurut lagi biar uratnya bisa lurus kembali." Sabira yang mendengarnya hanya meringis.

"Iya mbok, kalau begitu kami pulang dulu. Ayo Ra"

...

Ahza POV

Kenapa Sabira tidak datang sekolah yah? Sudah 2hari dia tidak datang, memangnya dia sakit apa?

Antara Harapan Dan KenyataanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang