Budayakan vote sebelum membaca, kalau lupa bisa setelah membaca juga kok. Yang jelas kalian ngevote hehe
...
Sudah seminggu setelah kecelakaan yang menimpa Sabira, akhirnya ia bisa sekolah lagi walau ia dibantu berjalan oleh teman-temannya.
"Ta kelas masih jauh yah?" Tanya Sabira yang entah sudah yang keberapa kali.
"Sabar dong Ra, bentar lagi nyampe nih" Kesal Agita.
"Aku malu diliatin semua orang ihh."
"Ta masih lama? Aku capek." Agita yang sangat kesal berhenti dan menatap tajam Sabira.
"Diem atau gue bunuh lo sekarang juga." Sabira bergidik ngeri melihat tatapan mematikan Agita.
"Iya iya."
Sabira menunduk tak berani melihat tatapan semua orang yang melihatnya saat melewati koridor sekolah, tatapannya masih sama saat ia pertama masuk kesekolah ini.
Entahlah Sabira juga tidak tahu tatapan apa yang mereka perlihatkan, mungkin saja mereka mengasihani Sabira. Sabira menggeleng ia tidak mau dikasihani, karena ia tahu nanti kakinya akan sembuh dan ia bisa berjalan lagi seperti semula, tinggal tunggu kapan saatnya.
"Eh Agita, sini biar gue yang bantu Sabira." Sabira yang sedari tadi menunduk mengangkat wajahnya dan melihat siapa yang ingin membantunya, lagi lagi Ahza.
"Nggak usah, gue masih kuat kok bantunya, lagian gue juga nggak sendiri." jawab Agita menolak dengan halus.
"Oke deh, ohiya Ra kaki kamu masih belum bisa dipake jalan yah?" Sabira menjawab dengan menganggukkan kepalanya.
"Hm Za aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Ahza mengerutkan kening bingung dengan perubahan sikap Sabira secara tiba-tiba.
"Iya, dimana?"
Disinilah Sabira dan Ahza tepat dibangku ketiga dari depan, teman-teman mereka seolah tau bahwa Sabira dan Ahza tidak ingin diganggu.
"Ekhm Za sebelumnya aku minta maaf ya sama kamu."
"Kok kamu tiba-tiba minta maaf? Emang kamu punya salah sama aku?" Ahza terkekeh geli melihat Sabira gugup.
"A..aku mau kita putus."
Lama terjadi keheningan diantara mereka, tiba-tiba Ahza tertawa seakan ucapan Sabira barusan adalah lelucon.
"Apasih Ra, nggak lucu tau kalau kamu mau ngelawak." Masih dengan tertawa Sabira menutup matanya lalu menarik nafas.
"Aku nggak bercanda Za, aku memang mau putus." Ahza sedikit terkejut saat melihat Sabira mengusap matanya. Ahza yakin seyakin-yakinnya kalau saat ini Sabira berusaha menahan tangis.
"Tapi kenapa? Aku nggak ngerasa ada salah ke kamu. Kenapa kamu tiba-tiba minta putus?"
"Za, kamu harusnya sadar kita ini udah jadi pengurus rohis. Seharusnya kita yang mendakwahkan keorang lain tentang larangan berpacaran, tapi kenapa kita sendiri yang terjebak dalam situasi ini."
Ahza menegang, ia bahkan sudah memikirkan ini sejak Sabira sangat aktif dalam rohis, tidak dipungkiri ia juga memang sangat aktif dalam kepengurusan tetapi ia juga tidak rela jika ia dan Sabira harus putus seperti ini.
Ahza tersenyum seolah-olah saat ini ia tidak terluka, berbanding terbalik dengan Sabira yang masih menangis walau ia tutup dengan tangan.
"Baik kalau itu memang pilihan kamu, aku harap kita bisa menerima ini semua dengan ikhlas." Sabira melepaskan tangannya yang sejak tadi menutup muka dan terlihatlah wajahnya yang sembab dengan hidung merah seperti badut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Harapan Dan Kenyataan
SpiritualeCerita ini bukan tentang si bad girl bertemu good boy, atau si playgirl yang akhirnya berhenti jadi playgirl . Tapi cerita ini tentang masa dimana seorang Akhwat yang dulunya belum baik akhirnya memilih berhijrah. . Sabira Aqila Putri adalah seorang...