Sekolah baru

57 12 1
                                    

"Pagi ma, pa! " Sapa Vanessa penuh semangat, namun ia melewatkan satu orang.
"Kakak gak disapa Sha? " sinis Arka, kakak kandung Vanessa, walaupun Vanessa sangat malas untuk mengakuinya.

"Ma, pa... Kaya ada yang ngomong sama Shasa gak sih? " tanya Vanessa sengaja mengabaikan kakak laki-lakinya itu. Ya, Vanessa memang biasa dipanggil Shasa, karena menurut orang-orang, itu lebih mudah disebut dibanding Vanessa.

Mama dan papanya hanya saling memandang heran.
"Ada masalah apa lagi sih? " tanya mama penasaran. Shasa membuang nafasnya kasar. Ia jadi teringat kembali kejadian kemarin malam saat Arka masuk dan memberantakan kamarnya. Saat itu Shasa memang tak ada dirumah seharian karena sibuk mengurus kepindahan sekolahnya. Keluarga Shasa sebenarnya baru saja pindah ke Bandung karena papanya dipindah tugaskan ke kota ini. Tadinya mereka tinggal di ibu kota.

"Mama tanya kak Arka aja deh... Shasa males jelasinnya" pinta Shasa. Mama dan papanya hanya menggeleng-gelengkan kepala pasrah, memang kedua anaknya ini dari dulu sampai sekarang tak pernah akur. Paling hanya beberapa menit akur, lalu setelah itu bertengkar lagi.

"Yaudah, Shasa berangkat sekolah bareng sama kak Arka ya! Papa harus berangkat pagi, soalnya banyak yang harus papa siapin di kantor... " ujar papa. Shasa mendengus sebal, namun mau bagaimana lagi, ia tidak akan merelakan kakinya gempor jika berjalan kaki ke sekolah. Apalagi ia belum hapal benar jalan dari rumah ke sekolah, berbeda dengan Arka yang sudah mengenal jalanan Bandung dengan baik. Itu karena Arka suka konvoi dengan teman-temannya di daerah ini. Bagaimana jika Shasa nyasar nanti? Jadi mau tak mau ia harus tahan berangkat dengan kakaknya yang laknad ini.

Shasa menggangguk lesu mengiyakan perkataan papanya. Sedangkan Arka hanya tertawa garing sambil mengacak puncak kepala Shasa dengan gemas, yang dihadiahi tatapan tajam dari Shasa.

* * *

Shasa berjalan dikoridor ruangan sambil celingak-celinguk bak orang kikuk. Bagaimana tidak, ia bahkan tak tahu arah menuju kelasnya, ia juga tak mengenal satu pun siswa disini. Sebenarnya Arka menawarkan diri untuk menemani Shasa mencari kelasnya. Namun Shasa menolaknya, dia fikir dia bukan anak kecil yang harus ditemani, lagi pula akan sesulit apa menemukan kelasnya. Dan sekarang ia mulai menyesali penolakan itu, jika tau begini Shasa pasti akan menerima tawaran Arka tadi.

Ternyata sekolah ini punya kelas yang banyak sekali, itupun letaknya tak berurutan. Setiap kelas diapit oleh laboratorium lah, perpustakaan lah,  itu jelas membuat murid baru seperti Shasa kesulitan. Belum lagi sekolah ini terdiri dari tiga lantai. Huhhhh! Shasa membuang nafasnya kasar. Ia sangat bingung, ia memutuskan untuk bertanya pada siswa yang ada disana.

"Ehm... Maaf, boleh tanya? " ujar Shasa sopan, ia tak mau membuat lawan bicaranya merasa risih.
"Eh iya! " jawab gadis berambut pendek itu dengan senyuman.
"Boleh tau... Kelas 11 Ipa 2 dimana ya? " tanya Shasa canggung.

Gadis berambut pendek itu terlihat sedang berfikir.
"Oh,,, lo murid baru ya"
"Eh, iya"
"Kebetulan, itu kelas gue juga... Kita bareng aja yuk, bentar lagi juga masuk! " sahutnya riang.

Fyuuhhh! Shasa merasa lega. Untung saja ia bertemu dengan....
"Karisa! Nama gue Karisa.. " ujarnya memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangannya.
"Gue Vanessa, panggil aja Shasa" Shasa membalas uluran tangan itu.

* * *

Sepanjang perjalanan menuju kelas, banyak anak yang memperhatikan mereka, entah itu tertuju pada Shasa atau pada Karisa. Itu jelas membuat Shasa canggung, ia merasa seperti penjahat yang hendak dihukum mati. Shasa sedikit mendekatkan tubuhnya ke Karisa.

Sepertinya Karisa dapat menangkap gerak-gerik Shasa yang aneh.
"Kenapa? " tanya Karisa.
"Lo ngerasa gak? Kita kaya diliatin gitu? " jawab Shasa pelan.
"Iya ngerasa, kenapa? "
"Lo gak takut? " tanya Shasa polos.
Karisa tertawa singkat melihat ekspresi Shasa yang lucu.
"Ngapain takut? "
"Ya habisnya, mereka ngeliat kita kaya macan ngeliat mangsa tau gak! " jujur Shasa. Lagi-lagi Karisa tertawa singkat, dalam hatinya berkata "Gokil juga ni anak, bisa jadi temen yang asik nih! ".

"Mereka itu ngeliatin lo, bukan kita! " terang Karisa. Shasa bergidik ngeri, apa mungkin sekolah ini memiliki semacam tradisi membully murid baru seperti yang di film-film?
"Kenapa? Emang gue salah apa?" tanya Shasa lugu sedikit gemetar.
"Lo itu cantik! " jujur Karisa.
"Hah! "
"Iya, lo cantik, tuh liat! Cowo pada mangap kan" ujar Karisa lagi.
"Mereka gak bakal bully gue kan? "
Karisa tertawa terbahak-bahak.
"Ya nggak lah... Emang masih jaman apa bully-bully an! ". Shasa sedikit lega mendengarnya, meski sebenarnya ia tak suka dilihat seperti itu.

* * *

Bel istirahat sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Semua siswa berhambur menuju kantin kecuali Shasa. Sebenarnya tadi Karisa mengajaknya ke kantin bersama, tapi Shasa menolaknya secara halus karena ia masih merasa kenyang. Kini Shasa tengah berjalan-jalan sendiri mengelilingi sekolah. Ia sudah lumayan hapal letak kelasnya, dilantai 2 tepatnya disebelah lab komputer. Jadi Shasa tak takut akan nyasar lagi.

Tanpa Shasa sadari ia sampai di lapangan basket yang terletak di tengah-tengah bangunan sekolah. Sekolah ini memang memiliki fasilitas yang lengkap. Lapangan untuk upacara di halaman depan, lapangan basket ditengah bangunan, lapangan sepak bola di halaman belakang, juga dilengkapi kolam renang dilantai dasar.

Shasa melihat bola basket tergeletak di tengah lapangan itu, tangannya gatal, ia ingin sekali bermain basket, tapi ia sedikit takut, bagaimana jika ada yang marah? Shasa melihat sekeliling. Yess!! Hatinya bersorak gembira, keadaannya sepi.

Shasa menghampiri bola itu dengan senyuman tersungging dibibirnya. Entah mengapa hatinya selalu senang saat bermain basket. Shasa mulai bermain dengan lincahnya, ia mendribling bola lalu menembak kearah ring, Dan yeah! Tepat sasaran.

Jangan heran jika Shasa bisa begitu jago bermain basket, karena sejak kecil ia sudah bergelut dengan olahraga bola besar ini. Ini hobinya, kehidupannya. Bahkan disekolah Shasa yang sebelumnya, ia merupakan kapten tim basket. Walaupun ia perempuan, itu sama sekali bukan alasan untuk tidak manjalankan hobinya.

Prok prok prok!

Seorang pria muncul sambil bertepuk tangan, membuat Shasa menghentikan permainannya dan menoleh ke sumber suara. Dilihatnya seorang pria tampan, beralis tebal, berkulit putih, berpipi agak chabi,  dengan poni yang menutupi dahinya, menggunakan kaos dan celana pendek selutut tengah berdiri menatapnya. Jarak pria itu dari Shasa kurang kebih sekitar dua meter.

Shasa langsung menjatuhkan bolanya ke sembarang arah lalu menundukan kepalanya seperti anak kecil yang baru saja memecahkan jendela. Pria itu terkekeh pelan melihat reaksi Shasa, ia mendekat beberapa langkah kearah Shasa.
"Kenapa berenti? " tanya pria itu. Shasa mendongak ragu-ragu. Melihat wajah pria itu yang masih terlihat sangat muda, dan semua orang yang melihatnya juga pasti akan berfikir jika pria itu adalah kakak kelas.

"Ma... Maaf kak!" gumam Shasa gugup, lalu ia kembali menunduk.
"Kenapa minta maaf ? Ohh... Kamu tenang aja, saya gak marah sama kamu kok! " ujar pria itu. Shasa melega, ia memberanikan diri untuk menatapnya, dia tersenyum manis.

"Siapa nama kamu? " tanya pria itu.
"Vanessa Qiandra Devangana, kakak bisa panggil Shasa " sahutnya. Pria dihadapannya mengangguk tanda mengerti.
"Kamu kelas berapa? " tanyanya lagi.
"Kelas 11 Ipa 2 kak" jawab Shasa patuh. Pria itu tampak berfikir.
"Kok saya belum pernah lihat kamu ya? " raut wajahnya nampak bingung.
"Saya murid baru kak, baru masuk hari ini"
"Oh, pantes saya baru lihat... Berarti kamu belum kenal saya ya? "
Shasa mengangguk mengiyakan.

"Nama saya Alfa, saya guru olahraga! " .Shasa menganga tak percaya "Dia bilang apa barusan? Guru olahraga, ko masih muda banget ya?? " Batin Shasa. Alfa menjentikkan jarinya beberapa kali kewajah Shasa yang melongo.
"Eh, ah... iya kenapa kak ehh maksud saya pak?" sahut Shasa asal-asalan. Alfa terkekeh pelan.

"Gak apa-apa, kamu boleh panggil kakak aja, lagian semua murid juga manggil saya kakak ko...Kamu jago juga ya main basketnya!" ujar Alfa.
"Eh, iya kak... Lumayan"
"Tertarik buat ikut eskul basket? " tanya Alfa lagi. Mata Shasa berbinar.
"Emang bisa kak? "
"Bisa, kebetulan kita lagi kekurangan anggota, kamu minat? "
"Minat kak! " jawab Shasa cepat. Alfa tersenyum sambil mengangguk senang.
"Kalau gitu nanti pulang sekolah bisa latihan dulu? " tanya Alfa.
"Bisa kak, pasti! "
"Ok, jangan lupa ya" ujar Alfa lalu beranjak dari hadapan Shasa.

*Jangan lupa vote dan comment nya yaa! 😉


ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang