'Taeyong...'
Dia berbalik, mencari sumber suara itu. Ruangannya luas —terlalu lebar, sehingga dia tidak bisa melihat sudutnya, ujung dari semuanya gelap, tetapi suara yang familiar itu bisa terdengar di sekitarnya, yang tampaknya datang dari jauh tetapi pada saat yang sama, rasanya seperti sedang berbicara tepat di belakang telinganya.
Dia mengambil langkah dan sepatunya menekan sesuatu yang pasti bukan aspal dan suara itu mendengus sebelum memanggil namanya sekali lagi.
'Taeyong...'
Dia tidak dapat menunjukkan suara siapa itu tetapi dia tahu, dia tahu suara itu sejak masa kecilnya dan sampai pada hari dia menemukan mesin yang membunuh ayahnya.
"Ayah..."
Benar. Bukankah itu suara ayahnya? Dimana ayahnya? Apakah ayahnya selamat? Mustahil.
Taeyong dengan panik melihat ke sekeliling di tengah kegelapan, tangannya menjangkau ketiadaan. Suara semakin nyaring dan keras setiap kali suara itu memanggil namanya dan Taeyong sangat ingin tahu apakah semuanya adalah mimpi dan orang tuanya masih hidup, ibunya tidak pernah keluar untuk menemui pembunuhnya dan dia akan berjalan ke ayahnya untuk memberinya pelukan terakhir dia membantah—
Dia menelusuri sesuatu yang tidak dapat dilihatnya dan Taeyong menyentuh sesuatu yang basah dan hangat. Bau busuk menyentuh hidungnya, mengenali bau darah yang kuat. Ketakutan memakannya tetapi jantung Taeyong tetap tidak berdenyut.
'Taeyong...'
Dia merasakan rambutnya dibelai dan dia mencoba untuk melihat ditengah kegelapan. Ketika mukjizat sepertinya memberinya kesempatan, mata Taeyong beradaptasi dan melihat sepasang individu berlumuran darah. Ruangan itu perlahan menjadi terang, dan pada saat yang sama dia melihat apa yang dipegangnya.
Kepala ayahnya yang dipenggal dengan mata menatap kosong ke arahnya, bibir terbuka untuk memanggil namanya tetapi Taeyong tidak mendengar apa pun selain suaranya sendiri yang menjerit.
"Bangun..."
"Jangan! Lepaskan aku!"
"Bangun, kau bermimpi buruk—"
"Kau sudah mati! Kau sudah mati, berhenti menghantuiku—"
"Sumpah mati, bangunlah sebelum aku memukul wajahmu yang cantik ini!"
Taeyong tersentak setelah berhasil bangun dari mimpi buruknya. Telapak tangannya menekan dadanya yang terengah-engah dan dia mendengus pada sinar cahaya yang menyinari wajahnya. Matahari bersinar tinggi di langit, mungkin terlalu pagi dan dia ingin kembali tidur. Dia merasakan sakit kepala tetapi suara-suara yang datang dari luar mulai membuatnya kesal tanpa akhir.
"Jangan bilang kalau kau berencana untuk kembali ke alam mimpi. Sudah jam 10 pagi dan kau perlu membuat dirimu berguna jika kau ingin tinggal, kau tahu."
Taeyong mengerutkan keningnya dan mendongak menatap seorang lelaki berkulit kecokelatan yang menatapnya.
"Kau siapa..?"
Bocah itu mengangkat alis dan menyilangkan lengan kekar di dadanya yang kokoh.
"Kami yang seharusnya menanyakan itu padamu. Tapi ya sudah, aku Lucas dan kau harus bangun dari tempat tidur jika kau lapar. Aku tahu kau lapar, kau sudah tidur selama dua hari. Ayolah."
Dia tidak mendapat kesempatan untuk bicara lebih banyak ketika bocah itu, Lucas membantunya berdiri dan Taeyong akan menolak untuk dipegang tetapi lengannya yang terluka tidak berguna dan tubuhnya terasa sakit. Untuk sesaat, dia ingat kalau dia jatuh dari jembatan dan jujur, dia tidak berharap untuk bangun lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
(zero) beats per minute
Fanfictionditengah perang antara manusia dan mesin, taeyong hidup dengan jantung baja. ¬JaeYong ¬Taeyong-centric ¬BxB