12

14 2 0
                                    

Jarum menusuk pembuluh darah Taeyong tetapi dia tidak merasakan apapun. Dia sudah melewati titik paling sakit, tidak ada yang bisa menyakitinya lebih dari ini. Meja dingin itu menyentuh punggungnya dan dia berharap mereka menempatkannya di tempat tidur yang normal, setidaknya. Sehingga bahkan dalam nafas terakhirnya, dia akan merasakan kehangatan seolah tidak pernah meninggalkannya.

"Apa kau ada permintaan makanan terakhir?"

Taeyong menatap dokter dan tersenyum. "Tidak, dokter. Aku tidak lapar."

Dokter mengangguk pada perawat dan Taeyong merasakan sesuatu yang tebal dan mengalir deras dalam pembuluh darahnya melalui selang yang dimasukkan ke lengannya. Dia mulai merasa mengantuk, pengelihatannya akan mata dokter di atas masker putih mengabur sampai akhirnya dia tidak tahan lagi dan Taeyong menyerah pada tidur yang tidak yakin akan membiarkannya bangun lagi.

xXx

"Mengapa kau tidak keluar dari kamarmu?" Ten melompat di tempat tidur milik Taeyong dan menyandarkan dagunya di bahu Taeyomg, mengintip di buku yang terbuka di pangkuan lelaki itu.

"Mitologi Yunani?"

"Iya. Ini menarik."

"Bolehkah aku membacanya juga?"

Taeyong menyerahkan buku itu kepada temannya dan Ten tidak lupa untuk mengucapkan terima kasihnya (Ten dididik tentang sopan santun juga) sebelum membalik-balik halamannya. Mata robot itu mengamati paragraf demi paragraf dan gambar dewa dan dewi, petualangan dan kemalangan mereka.

"Dia cantik. Aku suka rambutnya yang panjang dan fitur wajahnya yang tajam. Oh. Dewi Cinta?"

"Dia Aphrodite."

Ten melirik Taeyong dan mengerutkan kening. "Namanya diucapkan seperti itu? Mengapa tidak ditulis sebagai A-F-R-O-D-A-I-T-I? "

Taeyong tertawa dan menyikut lengan Ten. "Mana aku tahu. Selain itu, bukankah dia keren? Namanya cantik, sama seperti dia."

Ten mengangkat bahunya sebelum mulai membaca tentang sang dewi, alisnya mengerutkan ketika mengambil lebih banyak informasi. "Jika dia adalah dewi cinta, dia seharusnya cukup kuat untuk mengakhiri perang mereka, bukan? Dia seharusnya mengucapkan mantra pada semua orang untuk saling... mencintai. Itu mudah."

"Ini tidak semudah yang kau bayangkan. Kebencian menang karena keserakahan untuk berkuasa. Setelah kau merasakan kekuatan, sulit untuk keluar dari hak istimewa itu... Hak istimewa mengendalikan segalanya di telapak tanganmu. Pikirkan kembali, Ten. Semua hal akan terjadi sesuai dengan keinginanmu. Maukah kau mengorbankannya untuk sesuatu yang dangkal seperti cinta?"

"Cinta itu tidak dangkal. Cinta itu sangat kuat juga."

"Bagaimana bisa kau berkata begitu?"

Ten menutup buku itu dan mengembalikannya ke Taeyong. "Cinta membuatmu melihatku sebagai seseorang yang sederajat denganmu. Kau menyayangiku, kan?"

"Ya. Iya, aku menyayangimu."

xXx

Setitik air mata meluncur di sisi wajah Taeyong ketika memori memudar menjadi piksel saat motherboard-nya dimatikan, dan garis di monitor menjadi datar.

xXx

Malam masih panjang, pikir Jaehyun. Bulan menyinari bagian luar, ditambah beberapa lampu yang mengelilingi area tersebut. Dia merasa aman. Akan sulit bagi para prajurit untuk menjaga dan melihat android yang masuk jika disana tidak cukup terang.

Dia tidak bisa tidur sehingga dia memutuskan kalau berjalan akan membantu menenangkan pikirannya. Dia melewatkan malam tanpa tidur bersama Taeyong dan bagaimana mereka berbicara tentang segala hal di bawah sinar matahari. Terutama tentang android. Karena Jaehyun tertarik pada android dan Taeyong hanya menanggapinya. Dia bertanya-tanya apa yang harus dia lakukan untuk membunuh waktu, sekarang setelah Taeyong tidak akan kembali dalam waktu dekat. Jaehyun mencoba membodohi dirinya sebelumnya, mungkin ini semua hanya mimpi dan dia akan bangun nanti di tengah kelas dengan profesornya memuntahkan teori-teori biologis yang tidak dapat dia serap. Lalu dia akan pulang dan makan ramen sambil menonton film sampai larut malam.

Dia tahu itu sia-sia, tetapi tidak ada salahnya mencoba. Dia hanya ingin melupakan rasa sakit yang seperti seribu jarum yang menusuknya secara bersamaan.

Jaehyun berhenti di depan sebuah ruangan dan memperhatikan bagaimana pintunya terbuka. Belum lama terbuka, pikirnya. Setelah memeriksa kedua ujung lorong, menyadari bahwa dia telah datang dari jauh dan dia mungkin sudah tersesat, Jaehyun memutuskan bahwa tidak ada salahnya jika dia melihat-lihat sedikit.

Ruangannya dingin ketika dia masuk. Menggapai sebuah saklar, Jaehyun menyalakan lampu dan segera melihat sebuah kotak kaca duduk bertengger dan dipagari, dengan L.Taeyong terukir pada plat emas kecil.

Sebuah motherboard bersandar di dalam, beralaskan bantalan empuk untuk perlindungan. Jaehyun mengulurkan jemarinya untuk membelai kotak kaca itu dan jantungnya berdetak cepat karena itu adalah jantung Taeyong, dan dia di sini hampir menyentuh sesuatu milik lelaki yang sangat ingin dilihatnya lagi, tetapi dia tidak akan pernah bisa.

"Jadi ini sebabnya kau bilang kau tidak mampu untuk mencintai."

Tangan Jaehyun tetap menempel di kotak kaca saat ia tersedak isak tangis, semua rasa sakit yang tadinya tersimpan di dalam dirinya sekarang meledak bagai gelombang pasang.

"Jika saja kau mengatakannya padaku. Aku bisa mencintai untuk kita berdua."

xXx

(zero) beats per minuteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang