• epilog

470 76 7
                                    

20 tahun telah berlalu ...

Kini Jihoon duduk di kursi yang ada di teras rumahnya. Ia duduk sembari asik memakan keripik melinjo favoritnya.

"Appaaaaaa" panggil seorang anak berusia 15 tahun menghampiri Jihoon

"Changbin-aah kau mengagetkanku!"

"Appaa aku sangat sedihh"

"Mengapa? Ceritalah pada appa"

Changbin langsung duduk disamping Jihoon. Tanpa basa-basi lagi, ia langsung meluapkan seluruh kesedihannya.

"Ooh.. jadi kau putus dengan Chaeyeon karena itu?"

"Iya appa, ayahnya tak ingin Chaeyeon berpacaran dengan seseorang yang berbeda keyakinan dengan keluarga mereka"

"Ya sudah, skenario Tuhan selalu indah nak. Cukup ikhaskan saja dia dan yakinlah bahwa suatu saat kau bisa mendapatkan yang terbaik"

"Terimakasih appa!"

"Heii, chagi-yaa! Kau makan keripik melinjo lagi?!" suara yang tak asing tiba-tiba terdengar. Ternyata si eomma datang dengan sepiring biskuit ditangannya.

"Haha.. eomma seharusnya menyembunyikannya di lemari dinding tinggi itu" sahut Changbin dengan senyum lebarnya.

"Kau bilang aku pendek gitu?" jawab Jihoon diiringi tawa anaknya, Changbin dan istrinya..










Wonyoung.

"Bercanda, chagi.. ya sudah, berhentilah makan keripik itu! Asam urat bisa datang kapanpun. Makan biskuit buatanku saja. Mau kubuatkan teh juga?" tanya Wonyoung seraya menaruh sepiring biskuit tadi di meja yang ada diantara tempat duduk Jihoon dan Changbin.

"Tidak usah"

"Ya sudah, aku akan menidurkan Haeun" jawab Wonyoung seraya pergi meninggalkan mereka.

"Appaa.. apakah appa memiliki.. mantan?"

"Iya, tentu saja"

"Apa appa masih menyayanginya sekarang?"

"Jujur saja, masih"

"Mengapa kalian berpisah?"

"Sama sepertimu, perbedaan"

"Keyakinan?"

"Bukan.."

Trowback 20 years ago..

"Chagi? Ada apa?"

"Aku ingin sekali pergi ke Daegu bersamamu. Tapi.. aku hanya sekedar ingin"

"Ha? Maksudmu?"

"Aku tak bisa"

"C-chagi? Ada apa?"

"Aku akan menceritakan segalanya padamu.."

"Ha? Apa yang kau bicarakan?"

"Apa oppa.. pernah dengar tentang kecelakaan yang terjadi di jalan ini setahun lalu?"

"Tidak.. "

"Oh.. pantas saja"

"Ada apa dengan kecelakaan itu?"

"Jadi.. sebuah truk melintasi jalan ini, saat itu supirnya sedang mengantuk. Dan tepat didepan halte ini.. truk itu menabrak seorang gadis yang sedang menyebrang, gadis itu tewas. Kau tahu siapa gadis itu?"

"Siapa?"

"Aku"

"Ha? Kau bercanda kan? Tidak mungkin, chagi! Jelas-jelas aku melihatmu disini!"

"Hanya kau yang bisa melihatku, oppa! Mungkin jika kau berada disini bersamaku di siang hari kau akan dianggap gila oleh para pejalan kaki!"

"C-chagi, tolong jangan bercanda!"

"Untuk apa? Untuk apa aku bercanda dalam hal seperti ini? Aku ini hanya ruh yang terjebak di halte ini, namun semenjak kita berpacaran entah kenapa ruh ku tidak terjebak. Haha tidak tahu kenapa bisa begitu, mungkin karena selama hidupku aku ini gadis yang berharap segera memiliki pacar. Mungkin yaa"

Jihoon benar-benar syok, tetapi ia sama sekali tidak takut. Ia juga merasa sedih karena ia tak bisa menikahi gadis pujaannya. Yena yang terdiam sejenak pun melanjutkan ceritanya.

"Jadi, aku sering mengikutimu di kantor, karena itulah aku tahu kau bersama dengan seorang yeoja tadi.
Hmm seharusnya aku tak berhak marah, ya? Aku pikir-pikir.. ia bisa kau ajak ke Daegu nanti"

"Ha? Kenapa harus dia?"

"Aku paham sifatmu, oppa. Dan aku juga tahu sifat yeoja itu karena ia dulu sering menunggu di halte ini bersama temannya. Sifat kalian bagiku cocok"

"Ah, chagii yang benar saja"

"Dengar, oppa. Kau mencintaiku?"

"Itu jelas sekali"

"Kalau begitu, belajar cintai dia. Lakukan ini untuk aku"

"T-tapi.."

"Aku menyayangimu oppa. Aku ingin kau bahagia dengan seseorang yang tepat di masa depan. Tolong"

Tiba-tiba, bus langganan Jihoon datang.

"Cepat pulang oppa, dan jangan datang lagi kesini. Aku mohon"

"Yena, aku akan mencintaimu sampai kapanpun. Jika aku mencintai yeoja itu, cinta itu tak akan sebesar cintaku padamu. Semoga kita bertemu lagi"

"Tidak, jangan. Cepat masuk bus!"

"Aku turut bersedih untukmu, appa"

"Iya.. terimakasih"

"Lalu, apa appa merasa bahagia dengan eomma?"

"Iya, Yena benar sekali. Aku bahagia dengan eomma. Namun, aku tak pernah berhenti mencintai Yena hingga kapanpun"


TAMAT

• halte (jihoon.yena) | endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang