Ending

3.3K 165 6
                                    

​Langit sengaja bangun pagi.
Abdul dan Sholikin mengajak berangkat kuliah bersama, kebetulan hari ini mereka di kelas yang sama. Tapi Langit mengatakan kepada Dul dan Sholikin bahwa ia tidak kuliah karena ada urusan keluarga.

Langit ingin menceritakan masa lalunya bersama Endah dan mengapa ia harus putus dari Silfin, tapi ia mengurungkannya karena jam dinding menunjukkan pukul 07:30. Dan kuliah mereka dimulai tepat pukul 08:00 pagi. Dul dan Sholikin hanya mengucapkan ‘ooh..’  dan setelah berbasa-basi, mereka meninggalkan Langit sendirian.

Langit kemudian mencari pakaian yang “pantas” untuk bertamu ke rumah teman papanya. Setelah itu ia mengenakannya, memakai minyak wangi, menyisir rambutnya dengan rapi, dan mengatakan ia sudah terlihat sopan untuk bertamu.

Langit hanya memikirkan anak gadis teman papanya dan khawatir jika gadis itu menolaknya. Papanya pasti kecewa. Ia sendiri sudah berjanji kepada diri sendiri untuk mengiyakan perjodohan tersebut terlepas gadis itu menarik atau tidak. 

Ya…. Cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Dan aku akan belajar mencintai gadis itu dengan segenap jiwa ragaku di hari-hari selanjutnya jika ia juga setuju tentang perjodohan ini, pikir Langit.

Langit memutuskan membaca buku Crying 100 Times sembari menunggu telepon dari papanya. Tepat pukul 09:30, ada SMS dari papanya. Langit keluar rumah dan menuju ke tempat di mana papa dan mamanya memarkir mobil. Hatinya agak berdetak dengan kencang, tapi bukan Langit jika tidak bisa bersikap tenang sedingin es. 

Semua akan baik-baik saja, gumamnya sambil melangkah.





******* 








Mobil itu menuju ke perumahan di sekitar Jalan Soekarno-Hatta.

Langit tidak tahu perumahan apa, dan ia tetap santai. Sampai mereka berhenti di depan sebuah rumah yang agak besar.

Halamannya hanya muat dua mobil dan ada taman kecil yang ditumbuhi pohon Palm dan beberapa bunga yang tidak diketahui oleh Langit.

Di sinilah semua akan dimulai : impian tentang masa depan, pikir Langit.

Langit bersama kedua orang tuanya berjalan menuju pintu.

Setelah menekan bel, seorang pembantu muncul dan mempersilakan masuk. Mereka lantas duduk dalam diam sambil menunggu tuan rumah.

Tak berapa lama kemudian muncul Pak Budi dan Istrinya. Mereka bertiga tersenyum berdiri dan bersalaman dengan tuan rumah.

Hanya Pak Joko yang mendekat ke Pak Budi dan kemudian memeluknya dengan hangat.

“Oh ini ya Langit…, Tampan sekali.” Kata Pak Budi

“Terima Kasih Om atas pujian. Saya merasa tersanjung.”Jawab Langit singkat disertai dengan senyum tulus.

Lalu Langit hanya mendengarkan obrolan basa-basi antara orang tuanya dengan tuan rumah. sampai gadis itu muncul. Dan pikiran Langit tiba-tiba pusing dan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Sementara gadis di depannya bergeming sambil berdiri. Sampai semuanya kembali normal karena suara Pak Joko,

“Oh ini toh anaknya, cantik sekali”

Silfin terbata-bata tapi masih bisa mengendalikan diri,

“Terima kasih atas pujiannya”.
Dan Silfin duduk di samping kedua orang  tuanya. Baik Langit dan Silfin hanya diam, sementara kedua orang tua mereka membicarakan sesuatu yang menurut mereka tidak penting.

Sampai akhirnya Silfin pun memberanikan diri,

“Maaf…. apa tidak sebaiknya saya dan anak om pergi ke taman depan untuk saling mengenal saja agar tidak menganggu pembicaraan?”

Pria Bernama Langit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang