Minggu pagi. Langit baru bangun tidur. Ia memangil Abdul dan Sholikin dengan suara kencang, tapi hanya ada keheningan. Tidak seorang pun menyahut.
“Ah benar…. Sekarang hari minggu, mereka berdua pasti sedang bermain game online di warnet ” Pikir Langit.
Langit menengok jam dinding yang masih menunjukkan pukul 07:30. Tidak biasanya ia bangus sesiang ini, gara-gara tadi malam memikirkan permainan yang dirancang oleh Silfin, is tidak bisa tidur. Langit hendak mandi, tapi ia mengurungkannya karena bunyi bel berbunyi.
Silfin berdiri di depan rumah sederhana dan ia menuggu penghuninya membuka pintu. Sudah tiga kali ia memencet bel dan sebelum ia memencet untuk keempat kalinya, pintu rumah terbuka.
“Ternyata Silfin, Mengapa kau datang sepagi ini? apakah ada sesuatu yang penting?” Langit berkata dengan senyum hangat.
“Kurasa ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan Kak Langit. Tentang hubungan kita. Apakah aku menganggu?” Silfin bersuara dengan rendah dan terlihat sedih.
Langit cukup terkejut dengan kehadiran Silfin, tapi tetap tenang
“Baiklah. Tunggu sebentar”
Kemudian Langit masuk kembali ke dalam rumah. Tiga menit berlalu dan muncullah Langit dengan memakai pakaian yang berbeda.
“Ayo ikut aku. Oh ya ngomong-ngomong bagaimana Silfin tahu rumah kontrakanku?” Langit mengunci pintu dan berjalan perlahan. Silfin mengekor di belakang Langit seperti anak ayam yang mengikuti induknya
“Aku SMS Sholikin. Kita mau kemana? Aku hanya sebentar saja kok….”
“Silfin sudah akrab ya dengan Sholikin. Itu bagus. Kita akan mencari tempat untuk mengobrol, memang Silfin kira kita mau kemana?” Langit berhenti sejenak, menoleh ke Silfin saat mengatakannya, lalu kembali melanjutkan berjalan.
“Bukankah kita bisa melakukan di rumah saja? Lagipula aku hanya sebentar saja kok” Silfin mengulang pernyataannya.
Langit kembali berhenti melangkah “Kalau kita melakukannya di rumah, warga sekitar akan gempar. Memang apa yang akan dipikirkan orang-orang jika melihat ada seorang gadis dan seorang lelaki dalam sebuah rumah sendirian? ”
Silfin diam saja. Ia tampak benar-benar sedih. Keadaan itu terlihat jelas di mata Langit. Tapi Langit tidak tahu mengapa Silfin tampak menyedihkan pagi ini.
“Kita sudah sampai. Kita bisa ngobrol di warung itu. Sambil makan tentu saja.” Langit menunjuk warung sederhana dan meninggalkan Silfin. Silfin pun hanya bisa kembali mengekor, masih ragu bagaimana ia harus mulai bercerita.
Keduanya duduk di meja paling pojok.
“Silfin mau minum apa?” Langit berbicara dengan pelan dan tampak memesona meskipun belum mandi pagi itu.
“Teh hangat saja. Kalau bisa manis” Silfin duduk diam sementara Langit pergi ke dalam warung dan kemudian terlihat mengatakan sesuatu dengan penjaga warung di bagian dalam.
Tak lama kemudian, Langit membawa secangkir kopi dan segelas besar teh hangat.
“Ini teh manis Silfin” Langit duduk berhadapan dengan Silfin, kemudian ia juga mengambil roti yang ada di meja, lalu membuka bungkusnya. “Roti ini enak sekali. Apakah Silfin mau?” Langit berbicara sambil mengunyah.
Silfin masih diam. Meskipun ragu-ragu, Silfin akhirnya berkata
“Apakah aku hanya menjadi penganggu bagi Kak Langit? Tadi malam sepertinya SMS Kak Langit mencerminkan demikian”
“Maafkan aku kalau begitu. Mungkin SMSku terlalu kasar. Aku tidak akan mengulangi lagi.” Langit berhenti mengunyah dan menatap Sifin.
Silfin menjadi bingung dengan keadaan yang sekarang. Permintaan maafnya terasa tulus, bahkan ucapan-ucapan langit begitu hangat. Berbeda sekali dengan pria yang ditemuinya tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pria Bernama Langit
RomansaTrauma Karna Di Permainkan Oleh Endah Wanita Di Masalalu Membuat Langit Dingin Terhadap Cinta Yang Datang Akankah Ada Yang Mencairkan Hati Langit Untuk Menjalin Cinta Lagi ?