Prolog

94 4 0
                                    

Prangg...!!

Aku terlonjak kaget dari tidurku karena mendengar bunyi berisik seperti benda pecah.

Aku memfokuskan pandanganku di tengah ruangan yang bercahaya temaram ini setelah kesadaranku berhasil terkumpul penuh. Mencoba menerka benda pecah apa yang baru saja membuat gaduh telingaku.

Mataku menyusuri semua sudut kamar, lalu terhenti pada kumpulan kilau cahaya kecil yang terpantul dari lampu jalan di luar rumahku. Seketika aku menatap ke arah jendela, dan disana hanya tinggal kepingan kaca tak beraturan yang tertahan pada bingkainya. Serta gorden yang tadi malam sepertinya lupa untuk menutupnya.

Aku menyibak selimut yang menutupi sebagian badanku. Menurunkan kakiku dengan perlahan ke atas lantai, mencoba berhati-hati agar tidak menginjak pecahan kaca yang sudah aku tahu berasal dari jendela kamarku.

Jantungku berdegub kencang sambil terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi penyebab kaca jendela kamarku ini pecah berantakan.

Bagaimana jika yang memecahkan adalah pencuri yang akan merampas harta benda keluargaku. Ahh tapi jika memang pencuri, memangnya apa yang mau mereka ambil?

Atau mungkin hantu gentayangan yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan di sekitar lingkungan rumahku. Setidaknya aku hafal beberapa suratan pendek yang pernah diajarkan saat aku masih kecil dulu oleh pak kiyai yang sudah sepuh itu. Paling tidak ada sedikit perlindungan yang bisa aku lakukan.

Lalu bagaimana jika yang datang adalah psikopat berdarah dingin? Yang bisa aku lakukan mungkin hanya berteriak tanpa bisa melawan dengan jurus-jurus bela diri, karena aku sama sekali tak mengetahuinya. Tapi berteriak pada tengah malam begini, siapa yang akan mendengar ketika semua orang sedang dalam keadaan nyaman bergelung di bawah selimut sambil memeluk bantal guling masing-masing?

Ahh sudahlah, itu tak perlu aku pikirkan untuk sekarang. Sepertinya yang pertama harus aku tau adalah siapa yang telah berani memecahkan kaca jendela kamarku di tengah malam yang membuatku terbangun dari tidur, baru aku menentukan cara untuk menyelamatkan diri.

Aku berjalan menuju jendela dengan mengendap-endap. Berusaha untuk tidak menimbulkan suara sedikitpun. Aku melangkahkan kaki dengan hati-hati agar tak ada pecahan kaca yang aku injak.

"Aww.." Aku langsung membekap mulutku begitu telapak kakiku merasakan sakit. Tanpa melihat, aku merasakan darah mengalir dari telapak kakiku. Sepertinya aku menginjak pecahan kaca.

Aku kembali melangkah sambil berusaha tak memperdulikan rasa perih yang menjalar di sekitar telapak kakiku. Baru saja kakiku melangkah satu kali, aku dikejutkan dengan batu kecil yang masuk dari jendela, dan berhenti tepat di depanku. Lalu tak jauh dari situ, aku melihat batu yang ukurannya jauh lebih besar, sebesar dua kali kepalan talapak tangan orang dewasa. Pasti itu yang menyebabkan kaca jendela kamarku pecah.

Aku semakin penasaran siapa dan apa sebenarnya motif orang yang melakukan ini. Manusia yang benar-benar tak punya pekerjaan telah mengganggu ketenanganku dan membuat jantungku berdegub dengan sangat kencang di tengah malam seperti ini.

Aku semakin dekat dengan jendela, dan dengan perlahan angin malam membelai wajah dan rambutku. Aku sedikit bergidik kedinginan.

Aku sudah sampai tepat di samping jendela, berusaha menyembunyikan wajah di balik gorden agar pelaku yang memecahkan kaca jendelaku tak tau jika aku sudah terbangun. Aku menatap keluar jendela dengan hati-hati. Gelap, hanya cahaya temaram lampu jalan saja yang terlihat.

Aku mendekatkan tubuhku lagi ke tengah jendela agar dapat menatap keluar lebih leluasa. Di sana, halaman samping rumahku terlihat cahaya yang entah berasal dari apa. Tapi jika aku tebak, sepertinya cahaya itu berasal dari api. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas, karena seseorang terlihat menutupinya sambil berjongkok.

Meski dalam cahaya temaram, aku yakin dia adalah seorang laki-laki. Dia memakai jaket, celana, dan sepatu yang semuanya serba hitam.

Aku terus memperhatikan kegiatan apa yang sedang dia lakukan. Aku kembali memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang tadi sempat terlintas dipikiran ku.

Jika dia pencuri, kenapa dia tak langsung masuk saja setelah berhasil membuat kaca jendelaku pecah? Tapi jika pencuri, tak mungkin dia membuat kegaduhan. Pasti dia akan masuk dengan diam-diam. Dan mana ada pencuri yang membawa sumber cahaya yang berasal dari api?

Hantu gentayangan? Ahh apa mungkin dia sedang menjalankan ritual pemanggilan hantu? Bukankah biasanya kegiatan yang seperti itu dilakukan dengan menggunakan api? Sekarang aku tengah berusaha merapalkan suratan kecil yang tersisa di ingatanku untuk mengusir hantu-hantu yang mungkin sedang datang.

Atau mungkin dia psikopat berdarah dingin? Seperti pada cerita-cerita yang aku baca tentang psikopat, mereka selalu membuat para korbannya ketakutan dan membunuhnya secara perlahan. Dan jika memang iya, dia sudah membuatku ketakutan setengah mati sekarang.

Sekarang apa yang harus aku lakukan?

Oh Tuhan, pikiranku kacau.

Duuuaaarrrrr....

Aku kembali tersadar dari pikiranku setelah mendengar bunyi keras yang terdengar dari langit disertai cahaya terang berwarna-warni yang terlihat sangat indah di langit malam.

Duuuaaarrrrr....

Suara dan cahaya itu kembali lagi, mengisi sunyi dan gelap langit malam.

Kembang api.

Seketika semua pikiran negatif dan menakutkan di diriku menghilang entah kemana setelah melihat kembang api yang berpendar indah di langit malam itu.

Aku berusaha mencari arah datangnya kembang api itu. Dan mataku berhenti ketika melihat seorang laki-laki sedang tersenyum sambil memegang batangan kembang api yang masih mengeluarkan isinya ke langit. Mataku mengikutinya kembali menatap langit, setelah cahaya itu hilang aku kembali menatap laki-laki itu yang masih saja tersenyum. Kini kedua tangannya membawa benda yang di atasnya terdapat lilin menyala. Aku yakin itu kue. Dan batangan kembang api itu, aku tak tau dia membuangnya kemana.

"Happy Birthday Yura." Ucapnya pelan namun masih bisa aku dengar. Suara yang sangat aku hafal, bahkan tanpa melihat wajahnya dengan jelas aku dapat menebak dia siapa.

"Bram?" Aku menatapnya datar, tak peduli dengan senyum manis yang dia suguhkan. Kemudian berbalik dan meninggalkan jendela untuk kembali berbaring di atas tempat tidur.

***

-uw-

Satu HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang