"Sebuah pernyatan bukanlah hal yang layak untuk bermain-main. Aku tak akan suka jika kamu melakukan itu hanya untuk membuat lelucon yang lucu."
-Yura-
***
"Kenapa masuk kebun begini deh Bram?" Aku sedikit bergidik ngeri melihat kebun yang gelap karena tak ada penerangan selain cahaya bulan. "Kamu gak mau ngapa-ngapain aku kan?" Tanyaku takut-takut.
Meski aku sudah mengenal Bram lama, tapi dia juga laki-laki normal biasa. Dan sebenarnya, Bram juga sudah memiliki kekasih yang menjalin hubungan sudah lumayan lama. Delapan atau sembilan bulan, mungkin? Entahlah aku tak tau. Aku tak peduli.
"Kalo aku mau ngapa-ngapain enakan di rumah kali--awww." Tanpa pikir panjang aku memukul puncak kepala Bram. "Kenapa sih Ra?"
"Buang pikiran kamu!"
"Emang ada apa sama pikiran aku?" Tanya Bram. "Kamu kali tuh yang mikir aku mau--awww. Yura!" Aku kembali memukul puncak kepala Bram. "Lagian aku mau ngapain kamu sih? Badan kayak lidi begini juga." Aku hanya mendengus, diam. Menyandarkan kepala pada bahu kanan Bram.
Hahaha benar. Memangnya apa yang dipikirkan Bram? Ahh Yura, kamu terlalu berlebihan.
Bram terus berjalan pelan, semakin memasuki kebun yang gelap ini. Aku memejamkan mata beberapa kali saat mendengar suara jangkrik atau hewan lain yang aku rasa sangat menakutkan malam ini.
"Bram, kok gak pakai senter sih? Gelap." Aku mengeratkan tangan yang melingkar pada leher Bram. Aku sedang ketakutan sekarang.
"Gak perlu. Kita ikutin cahaya bulan aja." Jawab Bram santai dengan kaki yang masih terus berjalan pelan.
"Kamu kira kita mau ke bulan apa?!" Tanyaku kesal.
"Kamu mau ke bulan? Naik delman atau onta? Kita Bram dan Yura pergi ke bulan." Bram menjawab sambil menirukan salah satu lagu, dengan mengganti beberapa liriknya.
"Bram!"
Bram tergelak. Suara tawanya seketika memenuhi kesunyian yang ada sejenak, bercampur dengan suara hewan malam lainnya. "Tenang aja, Ra. Aku udah hafal jalannya."
Kamu bisa tenang. Tapi bagaimana dengan aku yang masih belum tau apa yang sebenarnya akan kamu lakukan nanti? Apa kamu bisa menjamin kalau kamu itu bukan psikopat berdarah dingin atau orang yang akan memberikan diriku untuk persembahan kepada hantu?
Oke, aku mulai melantur.
"Bram itu apa?!" Aku berteriak histeris sambil memeluk leher Bram sangat erat. Setelah ada suara aneh dari dedaunan yang entah aku tak tau arahnya dari mana. Mataku terpejam dan kepalaku bersandar pada bahu Bram semakin dalam. Tak mau melihat apapun itu yang menyebabkan suara tadi.
Bram berhenti melangkah, kemudian memperhatikan sekitar dengan seksama. "Oh." Sepertinya Bram menemukan sumber suara yang terdengar tadi. "Itu cuma burung hantu." Bram kembali berjalan.
"Apa?! Hantu?!" Tanyaku yang hanya mendengar kata terakhir yang di ucapkan oleh Bram, kebiasaan burukku jika sedang panik. Aku semakin mengeratkan tanganku.
"Hei Ra." Bram kembali berhenti berjalan, satu tangannya menepuk lenganku yang ada di leher. Aku sedikit melonggarkan eratanku. "Kamu mau buat aku kehabisan nafas lagi?" Bukannya kesal, Bram malah terkekeh kecil. "Tadi itu burung hantu, Yura. Bukan hantu, tapi burung hantu."
Aku hanya diam tak menjawab. Menegakkan kepalaku dan kembali melonggarkan eratanku. Bram menggelengkan kepala kecil, kemudian kembali berjalan.
"Bram?" Aku bersuara setelah terjadi keheningan beberapa waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Hari
General Fiction"Terimakasih karena sudah berusaha membuatku bahagia semampumu." -Yura