Chapter-2

22 7 1
                                    

Aku duduk ditepi lapangan sembari meluruskan kakiku yang sedikit terasa kebas. Keringat mengalir deras dari pelipisku, dibarengi dengan deru napas memburu. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang dingin di pipi sebelah kananku. Aku menoleh, itu Araldo yang menyodorkan minuman isotonik padaku. Aku menerimanya, tak lupa mengucapkan terimakasih.

Araldo mengambil tempat duduk tepat di sampingku. Lalu kami sama-sama menatap langit jingga yang memukau diatas sana. Angin yang berhembus sepoi-sepoi menambah kesyahduan sore ini.

Aku mengalihkan pandangan menatap wajah tenang Araldo. Tidak terasa sudah 3 tahun lamanya kami bersahabat. Tahun ini adalah tahun terakhir kami di SMP. Pikiranku menerawang, menjelajah memori masa lalu.

Aku teringat saat itu, saat pertama kali aku menduduki bangku SMP. Aku anak yang pendiam dan pemalu. Aku terlalu takut berbaur dengan yang lain, bahkan hanya untuk sekedar menegur dan memperkenalkan diri. Hingga pada saat itu aku tak memiliki teman sama sekali. Aku sendirian.

Suatu ketika Araldo datang kepadaku, memperkenalkan diri, lalu mengajakku berteman. Araldo adalah teman pertamaku.

Araldo merupakan anak yang baik hati. Ia tak pernah memandang dengan siapa ia berteman. Dia royal dan menyenangkan. Ditambah dengan wajahnya yang rupawan membuatnya banyak memiliki teman, bahkan sampai membuatnya menjadi idola. Tapi ia tak pernah sombong. Ia seringkali menghibur teman-teman dikelas dengan banyolan-banyolan lucu, menjadikan kelas kami menjadi lebih hidup dan berwarna.

Bagiku, Araldo adalah sahabat yang luar biasa. Meskipun temannya banyak, ia tak pernah melupakanku. Ia selalu ada dikala aku membutuhkan, menghiburku saat aku sedih dan ia merupakan orang pertama yang berdiri paling depan menjadi tamengku saat ada yang menggangguku, ia melindungiku. Araldo juga tempatku bercurah rasa.

Hari-hari kami berjalan seperti biasa. Banyak hal menyenangkan yang kami lakukan bersama.

Hingga sebuah perasaan aneh datang menghampiriku. Jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya, pipiku akan bersemu merah dan bahkan merasa gugup saat Araldo memberi perhatian lebih terhadapku.

Aku cukup mengerti perasaan macam apa ini. Definisi seperti ini sering kali aku temui pada novel romansa koleksiku. Rasa aneh ini terasa semakin besar tiap harinya. Aku tidak ingin perasaan ini datang padaku, setidaknya bukan untuk saat ini.

^°^°^°^°^

SMERALDO (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang