Bab 16

5 6 0
                                    

Di dalam pesawat menuju kepulangannya Arif, matanya menerawang menatap ke jendela. Sedangkan pikirannya mengingat kembali kejadiaanya saat di balkot besama Ayaz. Setelah makan malam di apartemen Mirna.

Ayaz menatap ke depan dengan badan yang tegak. "Rif, begitu banyak ketidaktahuan kamu mengenai perasaan sahabat perempuan kamu itu."

"maksud kamu Linda?." Arif menatap tajam ke Ayaz. "apa ada yang Linda sembunyikan dari aku dan Mirna?."

"iya, kamu tau setiap dia berada di antara kalian berdua. Linda harus menahan rasa sakit sesek didadanya. Karena dia menyembunyikan perasaaanya di hadapan kali. Juga dia tidak punya keberanian untuk menyungkapkannya itu ke kalian."

Arif menarik napasnya gusar. "ya ampun, padahal kita sudah sahabtan begitu lama dia masih ada main rahasia-rahasian dari aku."

"itu karena kamu nggak pernah perlakukan dia sebagai perempuan. Sedikitpun kamu tidak pernah mementingkan perasaan Linda." Tegas Ayaz dengan rahang yang sudah tegas. "untuk memperjelas, biar aku sampaikan sebernya apa yang jika kamu tau dari Linda. Bertahun-tahun Linda menyimpan rahasian ini di dadanya kalau dia sebenarnya memeiliki rasa lebih dari seorang sahabat ke kamu."

Mendengar penuturan itu hati Arif tersentak. Kakinya seketika kakau, aliran darahnya pada detik itu juga terasa membeku. Napasnya terasa menyempit. "kenapa dia bisa dengan mudahnya bisa menceritakan semua hal ke kamu. sedangkan ke aku dia tidak pernah mau jujur tetang perasaannya.

"mungkin, karena aku orang asing untuknya. Jadi tanpa ada rasa malu dia mau membagikan rasa yang tersembunyi di dadanya." Ayaz menarik napasnya dalam, dari ujung matanya sekilas melihat ekspresi muka Arif yang entah itu kecewa atau itu membuat hatinya terkejut. "terserah abis ini kamu mau apa. Tapi, kalian berdua taroh pilu di hati Linda. Selema ini yang kalian pentingkan hanya kebahagian kalian berdua. Tanpa mau mendengar atau melihat dari sisi Linda meringkuh menahan kesakitan ketika kalian saling adu kemesraan di hadapan Linda."

«««

Instanbul, Turki 2018

Linda menatap kesal ke layar handpone-nya melihat undangan yang Mina kirim lewat email. Sekarang Linda dan Ayaz sudah memiliki studio keramik. Selain memamaerkan karya seni keramiknya di studio ini juga ada kelas bagi yang ingin mendalami berbagai teknik dalam seni keramik. Ayaz memasiki ruangan Linda heran dengan keadaan Linda wajah yang begitu memprihatinkan bagi yang melihatnya.

"Lin, kamu kenapa? kita pulang, yuk."

Air matanya tidak bisa dibendungi lagi di hadapan Ayaz. Di pelukannya Linda menangis sejadi-jadinya, menumpahkan emosi di dadanya. Seketika handpone Linda yang ada di gemgamannya berdering ada telepon yang masuk. Linda menatap Ayaz, dari tatapannya Linda meminta saran untuk mengangkat atau mengabaikan dari telepon itu. "kalau kamu nggak siap untuk angkat telepon itu. Lebih baik jangan." Saran Ayaz.

"nggak, aku nggak bisa kaya gini terus. Aku harus sudahi ini semua. Agar semuanya jelas."

Linda menjauhi Ayaz untuk mengangkat telepon itu. Saat berada di taman atas, Linda dengan menarik napas panjang akhirnya memencet tombol hijau itu, untuk mngangkat teleponnya. "hallo, Rif."

"Hai, Lin. Bagaimana kabar kamu?."

Dengan tersenym kecut Linda bosan dengan opening Arif, dalam hal basa-basi. "aku sangat baik. Selamat untuk kamu dan Mirna, akhirnya kalian berani juga untuk mengingat hubungan kalian ke arah yang lebih serius lagi."

"makasih, aku ingin minta maaf. Selama ini hanya bisa toreh luka untuk kamu. karena aku nggak bisa bales rasa cinta kamu. aku doakan semoga kamu disana dapet kebahagian kamu sendiri. Buka hati kamu untuk orang lain, tolong jangan ada dendam di hati diantara kita. karena rasa yang tak terbalaskan di antara kita."

"Yah, aku doakan juga kalian berduan hidup bahagian. Kamu nggak perlu merasa bersalah sama aku. Aku sekarang udah ikhlas dengan ini semua."

Secara sepihak Linda mematikan telepon. Seketika lututnya lemas, badannya menyender ke tembok perlahan pertahannan tubuhnya menurun hingga badannya terjongkok. Dengan isakan tangisnya Linda memeluk lututnya.

Ayaz yang melihat keadaan Linda dari sela pintu taman yang terbuka sedikit hanya bisa menghelak napas prihatin atas ke adaan Linda. Beberapa menit Ayaz membiarkan Linda menangis tersendu-sendu sendirian. Hingga pada akhirnya Linda menghapus air matanya, dadanya yang tadinya naik, turun menahan sesak di dada kini napasnya sudah beraturan kembali. Baru Ayaz menghampiri Linda dan memberikan pelukan penguat untuknya. "maaf, aku udah membocorkan rahasia di hati kamu ke dia."

"nggak apa-apa, justru aku berterimakasih. Semuanya sekarang sudah selesai. Aku yang bodoh karena mau menanggung resiko. Menyukai  sahabat itu memberi bumerang pada hati."

«««

Beberapa bulan kemudian.

Linda memasuki ruang kerja Ayaz. Dengan tatapan yang kalang kabut. Setelah mendegar kabar pernikahan Arif dan Mirna. Walau bibirnya kerap menyatakan mencoba ikhlas, nyatanya sampai sekarang. Linda masih saja dihantui rasa penyesalannya kenapa tidak dari awal jauh sebelum. Arif, Mirna bertemu dirinya sudah lebih dulu jatuh cinta padanya. Dirinya masih dihantui penyesalan karena tak sempat untuk menyatakan secara lagsung dan gamblang menyenai perasaannya.

"aku mau pulang." Terang Linda.

"oke, apa yang bisa saya bantu? Mau aku temenin temui mereka?."

"tidak perlu, aku pulang sebentar. Untuk menyelesaikan semuanya. Maaaf, gara-gara aku. kamu ikut terseret ke dalam lembah ini."

"Lin, kamu tidak perlu minta maaf. Karena dari awal aku yang menawarkan diri untuk membantu kamu. Tapi, nyatanya aku gagal untuk memulihkan luka kamu."

"luka ini hanya bisa sembuh dengan orang yang sudah memberi luka. Aku pulang untuk mencari obatnya. Aku juga udah cape terus-terusan seperti ini."

Ayaz menatap lurus-lurus ke dalam bola mata Linda, dengan hangat memegang kedua tangan Linda yang ada di pangkuannya. "aku harap, setelah kepulangan kamu kembali lagi ke sini. Aku ingin melihat Linda yang bahagia."

Awalnya Linda hanya meneteskan air mata, lama-lama tangisannya menjadi tersendu-sendu. Hingga punggungnya terguncang. Dadanya naik, turun. Disaat seperti ini Ayaz hanya bisa memberikan pelukannya untuk sekedar menenagkan hatinya yang terguncang walau hanya sesaat. Namun hatinya masih saja dan pikirannya masih terfokus masa rasa pilu itu.

«««

Linda di dalam taksi menuju bnadara kepulangannya ke Indonesia. jemarinya sibuk mengetik pesan di ponselnya untuk Ayaz.

Linda :

Ayaz, kamu tidak perlu mengantarkan aku ke bandara. karena aku tidak mau kesekian kalinya mennagis di hadapan kamu.

Ayaz :

Kenapa? aku bahkan sudah bosan melihat wajah jelak kamu saat menangis.

Linda :

Pokonya aku tidak ingin kamu mengantarkan aku di bandara. Aku sudah terlalu malu menangis di hadapan kamu.

Ayaz :

Justru, aku ingin mengatarkan kamu ke badara karena ingin melihat terkahir kalinya wajah kamu saat menangis. Saat kamu pergi, aku pasti kangen kecengann kamu, wajah kamu itu saat menagis hal yang nggak bisa aku tahan yaitu, memberi kamu pelukan walau luka di hati kamu tidak bisa aku pulihkan.

Linda :

Ayaz cukup, aku nggak mau kamu antar aku ke bandara. Karena disini bukan hanya aku saja yang pilu. Kamu juga pasti selalu meras pilu kan harus berada di sisi aku terus, dan menghadapi semua kecengengan aku Maaf aku belum bisa balas semua kebaikan kamu dan rasa cinta kamu itu yang besar.

Membaca pesan terakhir dari Linda. Ayaz hanya bisa mematung di ruang kerjanya. Dia baru menyadari karena selalu sibuk untuk mencari cara agar dia bisa membuat Linda bahagian berada di sisinya. Yang ternyata selama ini bahkan diirnya juga terluka dengan cinta yang tak terbalaskan.

«««

Jika Kamu TauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang