Bab 2

59 17 0
                                    

Instanbul, Turki 2009

Linda, Mirna, dan Arif menghampiri papan pengumuman untuk melihat nilai ujian akhir semester mereka. Saling berdesakan untuk sampai pada akhirnya bisa diapaling depan papan pengumuman itu. Mata dan tangan mereka mengeintari deret nama juga nilai dari beberapa orang.

"allhamdulilah, nilai aku nggak ada yang c." Ujar Mirna kegirangan.

"yeh, hasil usaha kita belajar mati-matiaan. Hasilnya tidak mengecewakan." Imbuh Arif, mengusap puncak kepala kedua teman perempuannya itu.

Linda merasa tersipu adanya sentuhan lembut di kepalanya dari tangan Arif. Ada desiran aneh menyeruak di dadanya. "makasih yah Rif. Kamu udah mau ngajarin mata pelajaran yang aku nggak ngerti, berulang-ulang sampai aku ngerti."

"Lin, kamu nggak perlu makasih sama aku. Kamu bisa dapet nilai segitu bukan karena siapa-siapa tapi, karena hasil dari kerja keras kamu sendiri."

"diantara kita bertiga karena IPK nya yang paling gede Arif. Jadi, kamu harus teraktir kita." Tagih Mirna, dengan tatapan elangnya.

"oke, aku teraktir.  Tapi, aku yang tentuin mau makan apa dan dimana tempatnya!."

Mereka bertigapun pergi ke pantai ortakoy di sini banyak banget yang jual kumpir, makanan khas Turki yang terbuat dari kentang kukus yang dibelah lalu diberi toppig macam-macam, mulain dari sosis, paprika, jagung, dan tentunya saos serta keju yang bisa dipilih sendiri. Mereka makan kumpir di pinggir pantai. Setelah seminggu dihajar dengan semua ujian mata kuliah. Harus diakui Arif sangat pandai memilih tempat untuk memanjakan dua sahabat perempuannya ini. Untuk lari sejenak dari kejenuhan yang terus menerus terpaksa kita lalui walupun sebenarnya raga lelah.

«««

Hari ini di tempat kejadia Mirna meninggal secara naas setelah menegak kopi vitnam digelar prarekonstruksi dipimpin langsung oleh kepala subdirektorat kejahatan dan kekerasan, polda metro jaya komisaris besar Herry Heryawan. Beberapa adegan diperagan. Seorang pelayan pria mendatangi meja dan mengelap sebagai pemeran pengganti Mirna. Dan 3 pelayan membopong tubuh kejang Mirna ke atas kursi roda. Shandi menjelaskan kepada penyidik, dia bersama pelayan membawa Mirna ke klinik mal.

"udah itu kita bareng-bareng bawa Mirna ke klinik di bawah." Kata Shandi.

Shandi mengungkapkan, menelepon Arif mengabarinya kondisi Mirna yang buruk. Di telepon, Arif menyarankan agar Shandi memberi istrinya teh hangat. "terus aku bilang, enggak berani, kak Mirna udah kejang terus mulutnya berbusa, akhirnya Arif bilang. "gue, baru abis meeting. Langsung ke sana." Ucap perempuan yang menggenakan blus merah muda tersebut.

Selain mmeriksa sampel kopi yang diminum dan mengautopsi tubuh Mirna, polisi juga memeriksa rekannya Linda. Namun, pemeriksaan sempat mengalami kesulitan karena Linda menolak diperiksa. Belakangan, kata kombes Krishna Murti, Linda akhirnya bersikap kooperatif. Ia bersedia diminta keterangan bahkan ikut gelar prarekonstruksi. Dengan digelarnya parekonstruksi teersebut dan sudah diketahui hasil autopsi, semakin dekat bagi polisi mengungkap siapa pembunuh Mirna. Kendati, polisi mulai mendapati gembaran utuh kejadian tewasnya Mirna dengan mengurai peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang kematian Mirna. Dati rekaman CCTV, polisi mendapatkan petunjuk siapa yang pertama datang di lokasi kejadiaan.

"dengan adanya hasil autopsi dan digelarnya prarekonstruksi. Saya semuanya cepet selesai, siapa yang nanti terbukti bersalah telah meracuni Anak saya hingga mati harus di hukum seberat-beratnya." Ujar Darmawan, ayah dari Mirna di dikediamannya saat diminta keterangan oleh awak media.

«««

Kali ini turki sudah memasuki musim panasnya. Liburan semester kali ini kita bertiga sepakat untuk magang di tempat les kesenia keramik. Menyambut semester baru yang akan datang pastinya dengan tantangan juga hal baru sebagai mahasiswa imigran dari Indonesia proses adaptasipun untuk menerima semua kultur yang ada di negara tempat titisan ini dalam mencari ilmu.

Jika Kamu TauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang