Bab 3

33 17 0
                                    

Instanbul, Turki 2010

Dari sekat jendela Arif memandang Mirna di dalam perpustakaan. Melihat punggu Mirna yang tengah mengintari rak deret dari beberapa buku. Terlihat kakinya menjijit tanganya mengjakau lebih tinggi untuk mengambil buku yang berada pada rak paling tinggi. Dengan sigap Arif langsung menghampiri Mirna mengambil buku yanng mau dia ambil dari raknya.

"ini, bukunya." Dengan seulas senyuman Arif menyodorkan bukunya ke hadapan Mirna.

Mirna membalas dengan senyuman tipis, mengambil buku itu dari tangan Arif. "makasih, kamu disini juga?." Tanya Mirna, menduduki bangku yang ada di perpustakaan.

"iya, tadi aku cari kamu ke kantin. Taunya kamu disini."

Sekilas Mirna menengok kanan dan kiri. "Linda mana?."

"ko, yang ditanya Linda sih? sekarang kan dihadapan kamu lagi ada aku. kemu ga suka kalau kita cuman berdua?."

Mirna yang mulai salah tingkah mengalihkan pandanganya dari Arif. Dengan membuka buku di hadapannya. "yah, bukan gitu. Kasian aja Linda kalau cuman sendri. Kamu nggak ajak dia juga ikut kesini?."

"temen Linda kan bukan kita berdua aja. Dia lagi kumpul sama temen-temennya di himpunannya." Terang Arif.

"terus, kamu ngapain ada disini?."

"mau, liatin kamu lagi ngapain." Mata jahilnya mulai bersinar memnadang ke dua bola mata Mirna, melakukan aksi rayunya.

Mirna mengibas muka Arif. Agar menyudahi aksi konyolnya, memandang dirinya lurus-lurus. "apaan sih, Rif. Ganggu aja aku lagi kerjain tugas."

Matanya Arif, masih dengan intensnya memandangi Mirna. "kamu kerjain aja tugas kamu. Aku nggak akan ganggu kamu."

"aku nggak akan konsen. Kalau kamu mandangin aku terus kaya gitu." Nada bicara Mirna mulai kesal.

Linda, yang melihat dari kejauhan Arif dan Mirna sedekat itu dari abang pintu perpustakaan. Yang tadinya berniat untuk menghampiri mereka. Melihat pandangan kedua mata mereka yang dalam saling bicara diantara mereka ada getaran saling sayang lebih dari seorang teman. Dengan menahan sesak di dadanya. Linda membalikan badannya kembali. Berlari secepat-cepatanya untuk menghindari mereka berdua.

«««

Dengan raut muka yang tegang. Linda didampingi kuasa hukumnya, memasuki ruang persidangan. Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sorot kamera, juga jegretan kamera tak ada habis-habisnya mengarahkan pada dirinya. Sejumlah stasium televisi-pun menyiarkannya secara langsung proses persidanganya berlangsung. Beberapa saksi kuncipun dihadirkan disidang perdana ini, Linda hanya bisa terpatung di tempat duduknya. Sidang dipimpin tiga orang hakim Binsar Gultom, Kistoyo, dan Maartahic Hutapea. Sementara jaksa penuntut umum berjumlah sekitar sembilan orang. Setelah menanyakan kodisi kesehatan terdakwa, hakim langsung meminta JPU untuk membacakan dakwaan. Hingga berita ini ditulis, JPU masih membacakan dakwaan terhadap Linda. Sementara itu, puluhan anggota polisi di tugaskan melakukan penjagaan baik di dalam gedung maupun di luar gedung.

"om, Mamah sama Papah nggak datang yah." Tanya Linda pada pengacaranya setelah melihat di kursi para saksi tak didapatkan wajah kedua orang tuanya.

Haris menggegam tangan Linda yang ada di pangkuannya. "Mamah sama Papah kamu sangat sedih jika harus meyaksikan secara langsung anaknya didakwa. Kamu tenang aja disini ada om. Om bakalan bela kamu semampu yang om bisa lakuin."

Keadaan ruang sidang yang sudah terasa panas dan tegang. Semakin terasa setelah hakim juga jaksa penuntut umum memasuki ruang sidang baju serba hitamnya yang menjadi ciri khas. Ruang sidang terasa hening, jarum jam seolah berhenti berdetak. Mata-mata dari pihak keluarga Mirna meyoroti Linda dengan tatapan bencinya.

Jika Kamu TauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang