4. Her Cover

845 150 40
                                    

People cry not bcs they're weak. But it's bcs they have been strong for too long.
-Kim Hanbin

Karena cover, tidak selamanya benar.
.
.
.
•Serendipity•

Alunan musik yang menggema dengan pelan dari speaker yang terletak di sudut ruangan menjadi penghantar kedua insan yang tengah duduk berhadapan di dalam sebuah ruangan. Keduanya terdiam, semakin larut dan nyaman dalam keheningan terlebih karena lagu-lagu yang terputar.

Kim Hanbin, lelaki dengan sebuah gelas di hadapannya itu mengunci pandangannya, memfokuskan pada gadis di hadapannya yang tengah melamun. Gadis yang rambutnya masih dibaluti oleh handuk kecil berwarna putih.

Kepulan asap dari kopi milik lelaki berhidung mancung itu, tidak juga membuat perhatiannya teralih untuk meminumnya sedikit. Matanya terlalu ia fokuskan pada gadis di hadapannya.

"Jangan melihatku begitu, aku seperti terlihat sangat menyedihkan."

Hanbin sedikit tersentak saat kalimat itu meluncur bebas dari bibir gadis di hadapannya, Jennie. Ia sedikit terkejut karena gadis itu tidak melirik ke arahnya, tetapi mengetahui bahwa sedang dipandangi. Bagaimana bisa? Hanbin sedikit penasaran tentang itu.

Hanbin berusaha merilekskan kembali pikirannya. Ia memperbaiki posisi duduknya, sembari mulai menyeruput kopi yang sedari tadi berusaha menarik perhatiannya.

"Makan pancakenya juga."

Kalimat itu lagi-lagi keluar dari Jennie tepat saat Hanbin tengah memposisikan gelas pada bibirnya.

"Hm." Gumam Hanbin setelah menaruh gelas kembali ke atas meja.

Hanbin mulai meraih piring berisi pancake di hadapannya. Dengan gerakan perlahan, ia memotong pancake tersebut dan memasukkannya ke mulutnya.

Suapan demi suapan masuk ke bibir tebal lelaki itu. Sedikit memalukan mungkin, namun jujur Hanbin saat ini memang sangat lapar. Sejak siang tadi, ia belum memakan apa-apa selain roti dari Stephanie.

Hanbin tidak makan sendirian. Gadis di hadapannya, Jennie, juga mulai menyantap makanannya membuat keduanya sama-sama larut dalam keheningan, hanya dentingan sendok dan piring yang menemani.

Makanan di hadapan keduanya hampir habis, tepat saat sebuah suara mengiterupsi mereka berdua.

"Jennie, kamarnya sudah ku siapkan. Maaf lama ya, kamarnya sedikit berantakan soalnya."

Suara itu keluar dari bibi Jennie, Stephanie Lee.

Ya, mereka sekarang kembali ke toko roti, sekaligus rumah Stephanie yang berada di lantai dua toko rotinya. Jangan tanyakan alasannya, karena sudah jelas, itu semua sebab Jennie yang kehujanan sore tadi dan tidak memiliki baju ganti. Mau membelinya di toko baju juga tak mungkin. Belum masuk ke toko saja, pandangan orang-orang pasti tertuju padanya dan mencapnya sebagai gadis aneh.

"Ah, tak apa, Bibi." balas Jennie sembari tersenyum tipis.

Stephanie mengangguk mengerti, "baiklah, habiskan makanan kalian. Dan bajumu sedang ku keringkan, jadi besok pasti akan kering."

"Astaga, bibi kenapa mengeringkannya sekarang? Aku akan mengeringkannya sendiri," pekik Jennie seketika karena sedikit terkejut atas kalimat Stephanie barusan.

Stephanie lagi-lagi hanya tersenyum. "Tak masalah, J. Kalian istirahatlah, kamarnya di dekat kamar Bibi, ya. Bibi naik duluan, lelah soalnya."

"Baiklah bibi. Terima kasih banyak. Jangan mengunciku," pesan Jennie.

Stephanie mengerutkan keningnya. Ia belum beranjak dari tempatnya, "apa ... maksudmu, J?"

"Jangan mengunci kamarmu, bibi. Aku 'kan akan tidur bersamamu."

Serendipity ft. JenbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang