3. Makhluk Astral

112 34 10
                                    

"Kenapa?" Andara dengan spontan bertanya.

Sambil mengerutkan dahi, Citra berujar dengan serius, "lo denger suara aneh gak sih?"

Andara kebingungan dan dia menggelengkan kepala, "mana ah, perasaan gue gak denger apa-apa."

"Suttsss..." Citra mengintrupsi sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir.

"Ah lo gak asik lo, jangan nakutin gue dong lo." Andara mulai panik sendiri.

Citra mulai berjalan mengendap-ngendap melewati toilet siswa menuju ke halaman belakang, dan disana memang terdapat sebuah pohon besar yang sangat lebat dan rimbun yang menutupi halaman, sehingga menyebabkan cahaya matahari terhalang dan tampak gelap jika dilihat.

◽◽◽◽◽

Satu langkah...

Dua langkah...

Suara itu masih terdengar di daun telinga. Andara mengekor di belakang punggung Citra, dan tiba-tiba saja ada suara derap langkah kaki yang mendekat.

"Lagi ngapain kalian disini." Suara itu datang dari arah belakang dan berhasil membuat Andara dan juga Citra terpelonjat kaget.

Mereka pun berbalik dan mendapati Sisil yang tengah terpingkal-pingkal karena ulahnya.

Andara menoyor kepala Sisil, "Ihh... lo tuh ya, kebiasaan deh, ngagetin orang. Kalo orang itu punya penyakit jantung gimana?, terus kalo dia mati di tempat gimana?, apa lo mau tanggung jawab?, lo mau masuk penjara?, biar lo membusuk jadi bangke disana." Andara sungguh kesal bukan main.

"Yee... Dara sakit tau. Iya, iya, maafin gue elah lu, dendaman banget sih jadi orang. Ya lagian kalian berdua juga sii tega banget ninggalin gue sendirian." Sisil mengusap-usap bagian kepalanya yang tertoyor oleh Andara.

Citra terkekeh dan berujar, "Malangnya nasibmu nak." Citra mengacak-ngacak rambut Sisil yang bergelombang kek air laut itu menjadi berantakan.

"Ih Citra, sama aja deh kayak Andara." Sisil mencebikan bibirnya, tak terima dinistakan seperti ini.

"Uhh... tayang, tayang." Ujar Andara sambil mencubit pipi datar Sisil.

"Dara diem deh." ujar Sisil sambil menghempaskan tangan Andara dari pipinya itu, "gue gak mau ya, ntar pipi gue kayak pipi lo yang meleber kemana-mana." Lanjutnya.

Andara spontan memegang pipinya yang cabi itu, "apaan sih lo, pipi gue gak lebar kali, cuman kelebihan pasokan gumpalan daging aja dikit." Meskipun begitu Andara tetap terlihat cantik dengan rambut curlynya.

"Alah sama aja." Sanggah Sisil cepat.

"Udah dong jangan ribut mulu napa?, inikan kita lagi nyari tau suara aneh itu, ntar keburu ilang lagi, ayo cepet!" Citra mengibaskan tangannya sebagai tanda komando.

"Ya udah ayo." Andara menimpali.

Sementara itu Sisil masih bingung sendiri dengan apa yang sedang kedua sahabatnya ini kerjakan. Tapi tetap saja dia akan membuntut seperti anak ayam yang membuntuti ekor induknya.

Sampai di tepi batasan toilet. Citra, Andara dan Sisil menyembulkan kepalanya. Terlihat pohon besar yang tampak menyeramkan.

"Raa... gue takut ah, balik aja yuk!" Ajak Andara.

"Lagian ngapain juga sih kalian pada kesini, kayak gak ada tempat lain aja." Sisil menambahkan.

His Name Is DevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang