11. Berubah

19 2 0
                                    

"Katanya kalau ada orang yang suka ganggu terus bikin kesel, itu tandanya dia suka kamu."

◾◾◾◾◾

Tin tin...

Suara klakson motor dari motor metic itu menyapa satpam yang sedang bertugas di posnya sambil asik menikmati secangkir kopi panas di atas meja.

"Tumben Mas, hari senin datangnya pagi." Ujar Pak Anto pada si pemilik motor metic itu.

Laki-laki itu membuka helm nya setelah ia memarkirkan motornya di bawah pohon rindang.

"Iya pak, saya lagi males baris di depan." Ujar laki-laki itu.

Memang bagi siapapun yang melanggar aturan di SMA Galaksi ini, hukuman harus tetap berjalan.

Pak Anto hanya mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti. Laki-laki itu pun pergi dari tempat parkir menuju kelas.

◾◾◾◾◾

"Ayo semuanya, buruan baris yang rapih!" kali ini Citra tengah melakukan aktivitas yang memang sudah rutin ia lakukan sejak menjabat sebagai ketua OSIS. Dengan sedikit bantuan dari microfon itu, Citra bisa berbicara tanpa harus berteriak-teriak.

Setelah mandat dari Pembina OSIS ia tuntaskan, Citra pun kembali ke barisan kelasnya. Barisan laki-laki di sebelah kiri, sedangkan barisan perempuan di sebelah kanan. Ia berbaris di barisan paling belakang, barisannya sudah penuh, jadilah ia baris sendirian, 'nasib jomblo ya emang kayak gini' ujarnya dalam hati.

Sudah sepuluh menit upacara berlangsung, sorot lembut matahari menerpa kulit putih itu. Tapi lama-kelamaan Citra merasa pipinya memerah. Tak lama kemudian sosok jangkung itu muncul di sampingnya.
Citra menoleh ke arah laki-laki itu, betapa terkejutnya ia kala itu. Apakah ini benar dunia nyata ataukah memang ia sudah mati. Melihat Devin dengan penampilan yang rapih, bersih, tanpa noda sedikitpun, ia rasa ini tidaklah mungkin terjadi, kecuali jika memang ia sudah mati. Ini suatu keajaiban, mungkin keajaiban ini mengalahkan 7 keajaiban dunia dan juga 3 keajaiban jin aladin.

"Lo sehat kan?" dengan repleks Citra menaruh punggung tangannya di kening Devin. "Sini, biar gue bantu panggilin PMR kalau gitu," Citra mengapit lengan Devin, hendak berbalik menuju anggota PMR yang siap sedia melaksanakan tugas.

Devin menghempaskan tangan Citra, "apaan sih lo! Kalo lo pengen modus, gak gini juga kali caranya, basi." Ujar Devin dengan percaya dirinya.

What? Modus? Sejak kapan Citra seperti itu, tidak pernah.

Citra mengerlingkan matanya, "gak usah kepedean deh, norak." Ujar Citra dengan nada tidak bersahabat. Lagi pula bersahabat dengan Devin? Tidak, tidak akan pernah.

Citra kembali pada posisinya, "lagian ngapain juga lo baris disini, bukannya kelas lo di sana." Tunjuk Citra pada barisan kelas IPS.

Devin melirik sekilas ke arah yang di tunjuk oleh Citra, "terserah gue dong mau baris dimana aja, dan lo sekarang udah tau kan siapa gue?" ujar Devin menantang.

Citra mengumpat kesal, "iya, iya, terserah anak kepsek aja!" ujar Citra dengan penuh penekanan.

Devin pun tersenyum senang dengan kemenangannya. Selalu, ia selalu menang.

Citra baru sadar dengan adanya Devin di sampingnya, terik panas dari matahari itu tidak menyorotnya lagi, tapi sekarang beralih menyorot wajah laki-laki itu. Tubuh jangkungnya menutupi tubuh mungil Citra yang berada di sampingnya.

◾◾◾◾◾

Upacara selesai, semua pemimpin pasukan membubarkan pasukannya.

Itulah kalimat terakhir dari penutupan upacara yang selalu di nanti oleh setiap murid di sekolah.

His Name Is DevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang