"Aku akan merasa sangat bahagia jika orang-orang yang kusayangi bahagia, ya, hanya itu" - Im Changkyun.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Namja itu membuka matanya, mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya benar-benar terbuka. Hari masih pagi saat Changkyun terbangun dari tidurnya. Sangat nyenyak semalam, mengingat betapa beratnya menjadi seorang pelajar di negeri gingseng itu. Melelahkan memang, tapi mau bagaimana lagi? Bukankah kesuksesan tidak akan bisa diraih begitu saja tanpa melalui betapa sakitnya perjuangan?Dengan langkah sedikit terseret, Changkyun berjalan menuju kamar mandi. Hanya sekedar memenuhi panggilan alam dan mencuci muka kemudian turun menuju dapur untuk membuat sarapan.
Sesampainya di dapur, Changkyun mendengar bunyi alat dapur yang saling bersinggungan, siapa lagi jika bukan Nyonya Lee. Orang pertama yang bangun sebelum Changkyun. Maksudku jika ia sedang tidak ada urusan dengan bisnisnya di luar kota. Dan kali ini ia sedang tidak dalam kesibukannya.
"Selamat pagi, eomma," sapa Changkyun dengan senyum khasnya.
Hening sesaat sebelum akhirnya sebaris kalimat terlontar dari Nyonya Lee.
"Eoh, pagi. Bisakah kau bantu menata piring ini di meja makan?" tanya Nyonya Lee tanpa menoleh.
Datar, selalu saja begitu. Tidak ada balasan hangat yang terlontar dari mulut Nyonya Lee untuknya meskipun ia selalu menyapa di pagi hari saat kedua hyungnya masih terlelap. Ia sudah biasa dengan hal itu. Tapi tetap saja, seorang anak pasti menginginkan kasih sayang orang tua kan?
Tunggu, memang siapa dia di keluarga ini?
"Wae? Kenapa diam?" Nyonya Lee mengernyitkan dahi melihat Changkyun yang diam tak merespon.
"Ah, nee eomma, akan ku lakukan," sahutnya sedikit tergagap.
Perlahan ia melangkahkan kakinya menuju meja yang di maksud dengan tangan membawa setumpuk piring yang akan digunakan untuk sarapan nantinya. Tenang saja, ia sudah hafal seluk beluk rumah itu. Senyum manis masih setia terukir di bibirnya. Suasan pagi yang cerah tak boleh rusak hanya karena hal yang tak penting kan? Lagi pula bisa berada di antara orang orang yang disayanginya saja ia sudah bahagia, tak perlu berharap lebih.
"Awww ...."
Prannggg!
"Astaga, ada apa?!" pekik Nyonya Lee sambil tergopoh ke arah sumber suara.
Sementara Changkyun meringis sambil mengusap ujung kakinya yang terasa berdenyut.
"Argh! Eottokae? Aku menghancurkannya ...." tangannya meraba ke lantai dan mendapati piring yang tadi dibawanya kini sudah menjadi serpihan.
Dengan hati-hati, ia mengumpulkan serpihan piring tersebut. Siapa tahu masih ada piring yang selamat. Namun nyatanya tidak, malah jarinya menjadi korban ketajaman dari serpihan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND [END]
Fanfiction[FANFICTIONS, SAD, BROTHERSHIP, SCHOOL LIFE, FAMILY, FRIENDSHIP, ANGST] 🔒𝐅𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚🔒 . . Siapa juga yang mau jadi orang buta? Jika boleh memilih, tentu saja Changkyun akan lebih memilih menjadi manusia sempurna. Pun...