6. Aku Kangen Sama Kamu

590 105 24
                                    

Kamu sudah pulang? Kenapa tidak bilang sama aku? Pulang sama siapa? Katanya mau menginap sampai libur semester selesai.

Kepala Shua rasanya pening. Semua pesan pribadi yang diterimanya dari Dikey, belum ada yang dibalas. Hanya dibaca, lalu Dikey mengirimkan Shua pesan lagi.

Kenapa cuma dibaca? Kamu marah sama aku? Salahku apa?

Daftar panjang pertanyaan Dikey semakin banyak, semakin pusing pula kepala Shua. Sebenarnya Shua tidak marah pada Dikey. Tapi ia bingung. Alasan apa yang cocok untuk membalas pesan Dikey? Aku tidak marah, hanya ingin pulang. Tidak, tidak. Itu akan terasa aneh. Aku tidak marah, tapi Dad tadi sms aku nyuruh pulang. Dia mau ngobrol sama aku, kemarin tidak sempat karena baru pulang dari luar kota. Ahh, sepertinya alasan ini akan jauh lebih baik.

Shua sudah berusaha keras supaya tidak marah pada Dikey. Ia merasa tidak punya hak untuk marah. Shua hanya sahabatnya, terserah Dikey kalau mau ada satu hal yang dirahasiakan. Itu privasi. Shua harus menghargainya. Walaupun Dikey sudah janji, Shua tidak boleh egois.

Dikey bukan milik Shua. Laki-laki itu punya kehidupan sendiri, bukan hidup untuk diurusi Shua. Begitu juga sebaliknya.

Tapi Shua rasa, sedikit kesal pada Dikey juga tidak masalah. Untuk itu ia pulang, sebelum mulai mengamuk sendiri.

Shua dengar Mom mengetuk pintu kamar. Sambil memanggil juga. Pasti curiga. Tidak biasa anak gadisnya pulang cepat, kalau sedang menginap di rumah Dikey. Yang dulu-dulu paling cepat pulang, setelah dua hari menginap. Menikmati akhir pekan di rumah keluarga Umar.

Hubungan anak dan Ibu yang kata orang punya insting kuat sepertinya benar. Mom tidak bertanya sedikitpun mengenai masalah apa yang Shua dan Dikey hadapi sekarang.

Shua rasa akan jauh lebih baik kalau ia jalan-jalan. Melepas beban. Keluar seorang diri bukan masalah. Shua sudah biasa melakukan ini kalau Dikey sibuk dengan tim futsalnya. Lippo mall sepertinya tidak buruk. Shua akan meminta uang yang banyak pada Dad. Biasanya berbelanja adalah cara yang terbilang ampuh untuk hilangkan pening di otaknya. Shua selalu melakukan ini kalau baru selesai ujian.

Ponselnya sudah beberapa kali menerima notifikasi. Shua abaikan saja. Mungkin dari grup chatting kelas. Shua tidak mungkin membuka ponsel saat menyetir. Apalagi sekarang Jakarta cukup padat. Sampai-sampai ia kesulitan untuk mencari lahan parkir.

Shua merasa seperti telah hidup kembali. Karena masih berada di awal tahun, diskon yang terdapat hari ini cukup membuatnya gila. Toko kosmetik, baju, tas, semuanya memberi diskon. Uangnya yang tak seberapa hasil dari memalak Mom dan Dad jadi cukup membeli banyak barang.

Kebetulan lagi lip balm yang biasanya Shua pakai hampir habis. Bahkan mereka memberi diskon 40 persen untuk para pelanggan. Rasanya gadis itu pengin teriak girang lalu loncat-loncat.

Tangan Shua penuh dengan tas belanja meski tak sampai dua jam berada di dalam mall. Sekarang ini pun matanya tidak bisa berhenti melihati toko satu per satu. Mengawasi, kalau-kalau masih ada barang diskon yang mencukupi sisa uangnya. Tapi, sebuah toko elektronik menarik perhatian Shua begitu saja.

Tidak, Shua tidak kepikiran sedikitpun untuk mengganti ponsel legend-nya yang retak dengan ponsel baru. Tapi mata kucing gadis itu fokus pada layar salah satu televisi yang mereka pajang. Menyiarkan sebuah berita yang telah menyebut nama tak asing beberapa kali.

Tjahyo Ghalyn Umar.

Terakhir kali Shua bertemu beliau adalah saat ia dan Dikey berada di kelas 5 SD. Dikey dititipkan beberapa hari pada keluarga Shua. Karena saat itu mereka berdua tidak mengerti, senang saja. Keduanya bermain sepanjang hari.

Dikey kembali dijemput Mama setelah dua minggu menginap. Pindah ke hunian yang jauh dari rumah Shua. Rumah yang kemarin malam gadis itu tiduri. Mereka jadi jarang bertemu. Hanya di sekolah, lalu merengek saat jam pulang sekolah tiba. Meminta izin hendak mampir.

Ternyata saat Dikey dititipkan, kedua orangtuanya bercerai. Hak asuh jatuh ke tangan Mama, karena umur Dikey belum memenuhi syarat untuk memilih hendak ikut siapa. Kalaupun dapat kesempatan memilih, Dikey akan tetap memilih Mama. Papa Dikey jarang pulang. Membuat mereka tak begitu dekat.

Semakin lama, Dikey mengerti kenapa bisa kedua orangtuanya bercerai. Semua rahasia terbongkar secara perlahan. Papa Dikey berselingkuh dengan manajernya sendiri. Hingga detik ini Dikey tidak bisa memaafkannya. Dikey benci gelar umar yang sudah terlanjur masuk sebagai nama belakangnya.

Om Tjahyo kembali menyita perhatian Shua. Wajahnya yang hampir saja Shua lupakan kembali tersemat di otak.

Pimpinan PT. Karya Citra telah dilaporkan ke polisi oleh mantan kliennya karena diduga telah melakukan penipuan bernilai milyaran rupiah. Pengacara kondang Lizzaty yang diketahui adalah mantan istri tersangka, kini ikut dalam kasus tersebut dan berperan sebagai pengacara korban........

Kedua kaki Shua rasanya lemas. Apa karena ini Mama jarang pulang ke Jakarta? Dikey jadi tinggal hanya berdua dengan Bu Sri, serta seorang supir yang jam kerjanya hanya kalau Dikey pengin pergi keluar.

Shua panik. Membongkar tas ransel yang dipakainya, membuat kantung belanja jatuh berhamburan. Shua segera coba menghubungi Dikey.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silakan hubungi beberapa saat lagi.

Shua menjerit kesal. Dikey pasti mematikan ponselnya karena berita ini. Keluarga Dikey pasti tengah menjadi buruan wartawan. Shua baru ingat kalau saat menuju mall tadi, ponselnya berbunyi ribut. Benar, kah?

Shua mendapat lima notifikasi sekaligus. Ponsel itu terabaikan karena acara belanjanya yang berhasil membutakan. Dua panggilan masuk, serta tiga pesan singkat. Tidak biasanya Dikey mengirimi Shua pesan singkat melalui sms, semenjak hadirnya aplikasi chatting.

Kamu benar tidak marah padaku, kan?

Maaf aku merahasiakan ini dari kamu. Aku harap kamu bisa ngerti.

Shua, aku pergi sementara. Kamu jaga diri baik-baik. Aku akan kembali kalau situasi sudah membaik. Harus nunggu panggilan Mama, baru bisa pulang. Ingat yang aku ucapin tiap jam. Shua, aku kangen sama kamu.

Shua buru-buru mengambil kembali belajaannya yang jatuh. Lari terbirit-birit, seperti kucing yang dikejar manusia karena sudah mencuri ikan asin. Omelan pengunjung mall yang ia tabrak tidak jelas terdengar. Jauh lebih jelas suara jeritan hatinya sendiri. Meminta waktu, semoga Dikey belum pergi ke mana-mana. Masih di Jakarta. Shua pengin ikut sama Dikey, ke manapun.

Sampai beberapa puluh meter dari rumah Dikey, ternyata di sana sudah penuh dengan waryawan. Membawa kamera besar-besar, seperti fansite yang mengejar idolanya. Shua tidak peduli. Shua mau masuk. Gadis itu mau bertemu dengan sahabatnya, Dikey. Shua harus tahu Dikey pergi ke mana.

Shua menerobos desakan wartawan. Mereka mengira gadis itu adalah anggota keluarga Umar. Shua menutup wajah rapat-rapat. Mendorong mereka agar menjauh dari jalan. Di depan pagar ada Pak Yadi. Supir yang setia mengantar Dikey ke manapun.

"Neng Shua? Kenapa ke sini, neng?"

Beliau langsung membukakan Shua pagar. Mendorong wartawan agar tidak ikut masuk.

"Dikey di mana, Pak?"

"Loh? Dikey tidak pamitan sama kamu? Dia sudah berangkat ke Inggris. Ikut penerbangan setengah jam yang lalu. Kuliahnya dipindahkan ke sana."

Jadi, ini yang Dikey sembunyikan dari Shua? Ini arti dari kata kangen yang dia sebutkan setiap ada kesempatan?

Shua tidak tahu harus bagaimana. Gadis itu menangis, mengkhawatirkan kondisi sahabatnya. Pak Yadi membawa Shua masuk. Bersama Bu Sri, gadis itu coba ditenangkan.

END
15.01.2019

---
Sampai jumpa di epilog malam ini! ^^

Dear My Friend (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang