Urban Legend#49:The Nail

574 37 0
                                    

Pertama kupikir ia adalah seorang laki-laki, namun sekarang aku tak yakin.

Bukannya aku mengatakan ia perempuan, namun wajahnya tampak tak bisa dibedakan apakah ia laki-laki atau perempuan.

Mungkin ia keduanya, atau bahkan mungkin bukan kedua-duanya.

Aku tak memperhatikannya dengan saksama, karena saat itu yang kupikirkan hanya bagaimana menyelamatkan nyawaku darinya.

Namun ada 3 hal yang kuingat darinya.

Ia hanya memiliki satu mata yang menyala dan terbuka lebar.

Tidak, matanya tidak terpusat di tengah seperti cyclops, namun matanya ada di sebelah kiri seperti mata manusia normal.

Namun di tempat dimana seharusnya terdapat mata kanan, tak ada apapun di sana.

Tak ada lubang atau apapun.

Hanya kulit yang halus, seolah tak pernah ada apapun di sana.

Namun itu bukan hal yang paling aneh darinya. Hal lainnya adalah mulutnya.

Ia tersenyum, mulutnya membuka lebar,Namun di antara kedua bibirnya, seperti tak ada bukaan atau rongga mulut, Bahkan tak ada gigi.

Yang kulihat seperti lempengan keramik yang rata dengan garis-garis yang menyerupai gigi dilukis di atasnya.

Dan hal yang paling aneh dan menyeramkan adalah kukunya.

Hanya ada satu.

Apa yang aku kira sebagai sebuah pisau ternyata bukanlah pisau sama sekali.

Aku baru menyadari bahwa itu adalah kuku jari tengahnya.

Jari-jari lain di tangannya nampak normal.

Namun jari tengahnya membesar dengan ukuran yang menjijikkan dan kuku yang tajam dan melengkung seperti pisau mencuat di ujung jari tersebut.

Aku berusaha keras membuka pintu, namun pintu itu sepertinya macet.

Makhluk itu terus mendekatiku sambil meringis bengis.

Pisau, ah bukan, kukunya terarah kepadaku.

Akhirnya di detik-detik terakhir sebelum ia berhasil menghujamkan benda tajam itu ke dadaku lagi, aku berhasil membuka pintu dan berlari sambil menangis menjerit-jerit menuju kamar ibuku.

Aku tak menoleh, Aku hanya terus berlari.

Dan ketika aku sampai di depan kamar ibuku, aku langsung membukanya tanpa mengetuk terlebih dahulu dan melompat ke atas tempat tidur.

“Ada apa sayang?” ibuku sepertinya telah tertidur dan kurasa aku telah membangunkannya. Dengan mata yang masih mengantuk, ia bangun dan menoleh ke arahku.

“Aku melihatnya,” aku terisak, “Aku melihat The Nail!”

“The Nail?” tanya ibuku. Aku segera melingkarkan tanganku di pinggangnya untuk memeluknya.

“The Nail! Dari lagu itu! Aku menutup mata kananku dulu, lalu aku melihatnya!”

“Lagu apa Nak? Ibu tak mengerti maksudmu ...”

Aku menatap ibuku dengan mata berkaca-kaca, “Lagu nina bobo yang selalu ibu nyanyikan setiap malam di kamarku sebelum aku tidur.”

Wajah ibuku langsung tampak merasa bersalah.

“Nak, maafkan ibu. Aku tahu ibu salah, selalu pulang larut malam sehingga agak mengabaikanmu. Namun ibu tak pernah menyanyikan lagu nina bobo di kamarmu. Tiap kali ibu mau masuk ke kamarmu untuk mengucapkan selamat malam, kau selalu sudah tertidur. Ibu tak pernah masuk ke kamarmu.”

Urban Legends Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang