Kalau Nero Anugerah benar-benar ada di kehidupan nyata, mungkin dia sudah akan menganalisa perilaku bapak-bapak pejabat berpakaian batik yang sejak sepuluh menit lalu menatap Kaira dari seberang, persis di depan restoran. Pria tersebut mengamati Kaira lekat-lekat, seolah abai dengan insting bawah sadar manusia yang mendadak siaga jika sedang dipandangi secara intens. Beliau seolah tidak peduli bahwa Kaira sadar ia sedang diawasi dan sebagai otak yang menggerakkan Nero pada novel serinya, Kaira balik membuat profil pria tersebut.
Usia : menjelang empat puluh, jelas. Desain ikat pinggang kulitnya yang mewah terlalu ala kaum borjuis 80-an.
Tinggi badan : Sekitar 180-185 cm
Berat badan : ± 70 kg? Tidak terlalu gemuk, cukup berotot
(Coba cek ulang tabel BMI untuk berat badan ideal tinggi badan tersebut.)
Kulit : putih langsat
Mengoperasikan dan menyimpan ponsel di kantong celana sebelah kanan, tidak kidal.
Perfeksionis, pakaian licin tanpa jejak kusut. Rambut uppercut disisir klimis dengan Pomade.
Sepatu kulit buaya. Eh?
Kaira mengernyitkan hidung, jemarinya bergerak otomatis di atas kertas, 'Is he a gay?' Meski memakai baju batik dan celana hitam bahan, tapi gaya tubuhnya terlalu chic untuk pria normal. Lagipula, laki-laki usia segitu semestinya mulai terlihat membuncit—Kaira curiga otot perutnya kotak-kotak, karena motif batiknya terlalu ramai hingga menyamarkan bentuk pinggang—tapi dia memang terlihat amat ramping.
Lihat kalau:
Kukunya dikikir rapi dengan jari panjang lentik.
Cara bicaranya.
Responsnya terhadap sesama jenis.
Kaira berhenti menulis, memangnya kenapa kalau dia penyuka sesama jenis? Asisten Nero, Aldrin Cakasana, juga seorang homo. Dia sendiri punya beberapa mantan teman kuliah yang come out dengan orientasi seksualnya. Mengapa tidak dengan Bapak ini? Mengapa hal ini jadi titik fokusnya? Dan sejak kapan ia menilai orang berdasarkan stereotip? Dia bisa saja salah, kan. Dia pasti salah. Tidak boleh memberi label pada seseorang jika belum terbukti, Kaira mengulang kembali pemahaman yang pernah ditulis oleh salah satu selebtwit idolanya.
Suara berisik mesin diesel kereta kelinci yang melintas, mengusik perhatian Kaira, membuatnya hampir melompat mengejar benda tersebut. Ia lekas mengemasi barang-barangnya, lalu mengejar mobil modifikasi tersebut ke area loket kereta. Kaira melompat masuk di gerbong yang mayoritas berisi keluarga muda dan anak-anak kecil dengan cueknya. Kereta tersebut membawa Kaira berkeliling kompleks candi, museum, hingga kembali ke pintu keluar. Bagi Kaira, naik kereta kelinci adalah caranya memanjakan diri sendiri setelah lelah berjalan jauh dan mendaki Borobudur.
Laki-laki tadi terlihat kembali di dekat pintu keluar, kini tampak memakai kacamata hitam. Agak memaksa sih, karena sekarang hampir jam empat sore, matahari sudah tidak terlalu terik. Kaira berjalan cepat ke arah pintu keluar, berusaha mengabaikan dorongan kecemasan kalau laki-laki mengerikan ini sedang membuntutinya.
Kaira memesan makanan di luar arena candi, karena bus terakhir menuju Yogya baru akan tiba tiga puluh menit lagi, dan dia hanya ingin langsung tidur ketika kembali ke hotel. Saat tengah menikmati seporsi nasi gudeg di salah satu warung makanan yang berderet di sekitar pintu keluar kompleks Candi Borobudur, penguntit tadi tiba-tiba duduk di kursi seberang mejanya. Orang ini mungkin berpotensi untuk dijadikan tokoh antagonis di cerita barunya nanti. Kaira mengingat-ingat sikap Nero ketika berhadapan dengan musuh, lalu mempraktikannya setenang mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Mahkota
RomanceKaira mengunjungi Candi Borobudur untuk mempelajari kearifan budaya lokal, tetapi ia malah mendapatkan tawaran untuk menikah dengan Pangeran Mahkota dari Karesidenan Magelang, dan membuatnya terlibat ke dalam konflik perebutan kekuasaan yang cukup p...
Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi