Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

4. Acquaintance

20.2K 1.9K 77
                                    

"Gani, tungguin dong," panggil Kaira yang tertinggal sekitar sepuluh meter di belakang. Ganendra berbalik, menjulurkan tangan untuk membantu Kaira mendaki, tetapi ditepis dengan gengsi. Kaira semestinya memanggil laki-laki itu dengan sebutan Ndoro, Gusti atau Kanjeng Pangeran, karena Ganendra yang ditemuinya ini adalah putra mahkota Karesidenan Magelang. Pantas saja dia bisa mengajak orang semaunya, dia memang memiliki daerah ini. Setidaknya, sampai ia mewarisi sepenuhnya takhta dan kekuasaan dari sang ayah yang saat ini masih menjabat sebagai raja.

"Kamu mau ngobrol atau sekalian lihat matahari terbenam sih, kenapa jauh banget sampai sini? Memangnya apa yang bisa diobrolin lagi? Kamu mau buang mayat saya di sini, ya? Kamu takut kalau saya bakal buka suara ke akun Lambe Instantgram soal orientasimu? Mana mungkin, lah! Kamu tenang aja deh, pokoknya apa yang terjadi hari ini nggak akan diperpanjang urusannya."

"Jangan banyak tanya, dan lihat sendiri saja," Ganendra mencengkeram bahu Kaira, memutarnya ke arah barat daya. Bisa ia dengar pekik tertahan Kaira saat menyadari betapa indahnya pemandangan matahari terbenam dari bukit Punthuk Setumbu. Gani sandarkan dagunya di puncak kepala Kaira, "Kamu belum resmi jadi turis Magelang kalau belum pernah ke sini."

Kaira tidak menjawab selama beberapa saat, mungkin sibuk mengagumi keelokan panorama alam yang tidak akan dijumpainya di kota. Semburat jingga kemerahan pada langit biru gelap berkabut terlihat cantik sekaligus misterius dari tempat mereka berdiri.

"Di sini cepat ketahuan nggak, kalau kita buang mayat?" tanyanya tiba-tiba.

"Mayat siapa?" tanya Ganendra.

"Mayat saya, lah."

"Saya nggak ada niatan seperti itu ke kamu," Ganendra beristighfar.

"Atau kalau begitu, mayat kamu, deh."

Ganendra mundur dua langkah, menjauhkan diri dari Kaira yang kini meliriknya dari balik bahu. Kaira membalikkan tubuh, melihat wajah pias Gani, Kaira menyadari sesuatu. "Ah, kamu belum tahu kalau saya penulis novel detektif? Kamu pikir saya nulis novel apaan? Roman menye-menye bukan gaya saya." Kaira tertawa bengis, berusaha menirukan cara tertawa tokoh-tokoh antagonis dalam film. "Saya nggak takut sama orang. Bahkan keluarga saya pun membawa saya ke psikiatri karena saya menulis adegan-adegan pembunuhan melulu." Kaira beringsut mendekat seraya membunyikan sendi-sendi jari. "Kalau kamu macam-macam sama saya, saya paham beberapa teknik yang biasa dilakukan para penjahat untuk menghapus jejak pembunuhan."

Ganendra mengerjap beberapa kali, kemudian tergelak. "Kamu ini aneh ya, Kai. Saya nggak mempan ditakut-takuti begini."

Kaira tergelak, "Tapi, wajahmu sampai pucat, lho. Jangan bohong deh, kamu takut beneran, kan?"

"Ah, enggak. Bukan begitu. Tiba-tiba saya ada pikiran. Apa saya bisa menyewa jasa kamu?"

"Apa kamu punya saudara yang berpotensi terpilih menjadi raja selain kamu?" Kaira jawab pertanyaan Ganendra dengan pertanyaan.

"Bukan saudara saya. Ayah saya, sang Raja."

"Kamu gila, ya!" Kaira ganti memekik. Ganendra tertawa puas melihatnya. "Dasar, pangeran gila takhta."

Mereka berdua tergelak, mencairkan suasana canggung dan tidak menyenangkan yang sebelumnya singgah di antara keduanya. Kaira bahkan sampai harus menyeka sudut-sudut matanya yang berair karena kebanyakan tertawa.

"Kamu masih dendam karena saya ajak pergi nggak bilang ke mana?"

Kaira menggeleng, "Kalau tempatnya keren begini sih, kamu kumaafkan."

Ganendra mendengkus seraya mengeluarkan sebatang rokok dari kotak. Ia sedang merogoh kantong celana untuk mencari korek, tetapi secepat gesekan pemantik pada Zippo-nya, rokok tersebut sudah berpindah tangan dan diinjak. Sambil memungut benda yang tak lagi berbentuk silinder tersebut, Kaira mengulurkan tangan untuk meminta sisa kotak rokok Ganendra, tetapi lelaki itu buru-buru sembunyikan dalam kantong kemeja.

Putri MahkotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang