Horizon 8

14 1 1
                                    

"Rindu ini curang, selalu ingin menemuimu yang sudah jelas tidak menginginkanku lagi"

@tarissanaraya_

-----------

"Emang harus gini yah?"

Tarissa mendengus memandangi pinggiran lapangan yang mungkin sampai kambing bisa mengeluarkan zigot kucing pun tidak akan bisa bersih.

"Syukuri, kemudian nikmati"

Tarissa melirik sekilas Devano yang dengan santai menyapu daun-daun kering. Seenak jidat menyuruh Tarissa untuk bersyukur. Bagaimana bisa selesai dengan cepat jika pinggiran lapangan yang tidak pernah dibersihkan itu penuh dengan sampah dan daun-daunan kering.

"Bisa begitu yah" ujar Tarissa. "Mana bisa kelar kalau kita cuma 2 orang"

Tak henti-hentinya Tarissa mengeluh. Sudah 2 jam setelah jam pulang Sekolah. Waktu yang seharusnya Tarissa gunakan untuk berguling-guling dikasur malahan terpakai untuk hal menjengkelkan seperti ini.

"Eh lo."

Tanpa berucap, Devano berbalik. Menatap Tarissa yang sedang menjulurkan sapu kepadanya.

"Gue baru ingat sesuatu yang seharusnya gue hari dimana lo nabrak gue," Tarissa berjalan mendekati Devano. "kenapa my Foto bisa ada di instagram lo?"

Alis Devano terangkat heran. Apa yang sedang dibahas Tarissa ini, foto? Foto apa yang dia maksud.

"Gue gak pernah masang foto lo itu di instagram gue sedikitpun"

"ADA! Udah jelas foto gue berada di deretan post-an lo di instagram! Lo itu banyak banget gak tau minta maafnya." nyolot Tarissa

Devano tak mempedulikan Tarissa. Perempuan itu benar-benar aneh. Apakah dia berkepribadian ganda? Perasaan tadi di rofstop Sekolah Tarissa sangat lembut, tidak kasar, dan malahan mengucapkan maaf kepada devano. Sekarang, dia kembali seperti Tarissa yang menyebalkan, nyolot, dan suka memperdebatkan hal-hal yang tidak penting.

"WOI! MAU KEMANA LO? INI BELUM SELESAI." teriak Tarissa. Sekarang ia benar-benar kesal. Devano memilih mengambil jaket dan tasnya kemudian meninggalkan Tarissa sendiri di lapangan.

"Lagi-lagi gue ditinggal seperti orang bodoh." ucap Tarissa mengikuti Devano yang sudah  menghilang dari batas penglihatannya.


Betapa tega seorang Devano itu. Meninggalkan Tarissa sendiri di Sekolah seperti orang bodoh yang sedang butuh perhatian. Cukup jauh jarak yang harus di tempuh Tarissa untuk sampai ke halte. Lapangan itu berada di belakang bangunan Sekolah yang sangat luas ini, jaraknya saja hampir satu kilo meter. Sungguh Tarissa tidak pernah berjalan sejauh itu. Olahraga lari saja, Tarissa hanya bisa berlari dengan jarak 15 meter.

Tarissa berjalan menuju halte. Hari semakin menyore. Bus yang lewat di daerah ini sangat jarang. Kalau pesan ojol percuma, uang Tarissa sudah sangat melorot. Ini benar-benar sial.

Tangannya kemudian meraih handphone yang berada disaku bajunya. Jemari yang lentik dengan cepat mengetik beberapa kalimat yang akan dikirim kepada seseorang.

Sasaadja: bang jemput gue
Sasaadja: udah sore bang, gue cape. Bus juga gak ada yang datang
Sasaadja: BANG!  RD BISA G SIH?

Horizon #GrasindoStoryIncTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang