Chapter 9

96 7 13
                                    

Happy reading...

"S-Saat itu..."

Fatmah POV

Flashback on

Sunyinya malam di gang itu membuatku ketakutan. Aku memang bodoh, hanya karena hal sepeleh bisa sampai melanggar pesan Ayahku sendiri.

Waktu itu, aku sedang asik berjalan dengan kepala tertunduk karena takut. Tiba-tiba...

"Mppp... to-mppp-loongg!!!" seseorang membekapku. Aku mencoba melepaskannya, tapi nihil. Kekuatan pria itu lebih besar melebihi diriku.

Aku tetap tidak menyerah. Dengan sekuat tenaga, ku terus berusaha melepaskan cengkraman pria asing itu. Tapi tetap sama. Bahkan aku sudah lemas. Dengan perlahan mataku mulai tertutup dan kesadaranku menghilang. Aku tak tau apa yang terjadi selanjutnya.

***

Tanpa ada yang tau, aku mulai membuka mata dengan perlahan. Melihat sisi kanan dan kiri. Mencoba menebak dimana diriku berada.

Saat itu, keadaanku sangat lemah tak berdaya. Tapi telingaku masih tetap bisa mendengar suara yang saling beradu di depan ruangan itu walau sedikit samar.

"Cepat masuk!"

"Tidak mau. Aku mencintainya ibu," jawabnya lantang.

"Cepat lakukan sekarang!"

"Tidak mau. Aku bilang tidak mau ya tidak mau. Kenapa ibu selalu memaksaku menyakiti keluarganya? Bahkan membunuh ibunya? Apa salah mereka? Kenapa ibu membenci mereka?"

"Jangan banyak tanya. Cepat turuti perintahku!" jawab sang ibu geram.

"Kau itu tidak sepantasnya mencintai anak seorang pembunuh. Kau tau, ayahnyalah yang telah membunuh ayahmu. Ayahmu meninggal di tempat saat insiden kecelakaan saat kau umur 5 tahun dan dia juga penyebab saudaramu tiada," lanjut ibunya.

"Ayah... Kakak..."

Tiba-tiba suara keributan itu berhenti dan pintu ruangan terbuka. Pria itu menyuruh semua orang berbaju hitam yang sedari tadi menjagaku di ruangan untuk meninggalkan tempat, hingga sekarang hanya ada aku, dan pria asing itu.

Aku tak tau apa yang sudah dia berikan kepadaku hingga aku setidak berdaya ini. Bahkan walau hanya menggerakkan jari-jemariku pun tak sanggup. Semua yang ku dengar, yang ku lihat adalah samar. Aku sungguh tak berdaya.

Aku mendengar Pria itu mulai menutup pintu dan menguncinya. Aku sangat takut dan khawatir apa yang akan dia lakukan terhadapku. Kini pria itu berbalik kearahku dengan senyuman nakal yang samar dimataku. Suara langkahan kaki mulai mendekat kearahku. Belaian lembutpun juga mulai bermain di tubuhku.

"Kau benar-benar sangat cantik," senyuman manis terukir di wajah pria itu. Tapi dengan sekejap, senyuman manis itu berubah menjadi sinis dan penuh kekejaman.

"Tapi sayang. Kecantikanmu dan semua yang ada di dirimu tidak pernah bisa membuat hatiku rapuh dan mengurungkan niatku,"

Satu persatu kancing kemejanya mulai terbuka hingga kini dia bertelanjang dada. Aku semakin ketakutan. Apalagi tangannya sekarang mulai bergerak membuka celana dan hingga kini dia tidak memakai sehelai benangpun.

Kini pertama kalinya aku menyaksikan pemandangan vulgar seorang lelaki walau samar-samar. Ingin rasanya aku menutup mata, tapi pria itu mencegahku. Aku sangat tak berdaya, dan sekarang tangannya mulai membuka satu demi satu kancingku dan terjadilah itu semua.

***

Esoknya, tepat pukul 04.00 A.M., aku mulai tersadar kembali. Tapi saat baru membuka mata, aku merasa ada yang aneh dari diriku. Ternyata aku benar-benar telanjang badan. Tanpa pikir panjang aku langsung mencari bajuku yang mungkin saja masih berada disana. Tapi nihil, disana hanya ada pakaian minim.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IMAMKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang