"Saat untuk berjuang lebih keras atau saat untuk move on? "
.
.
.
.Sudah tiga hari terlewat, tak tahu lagi bagaimana paniknya keluarga Ragil mencari namun tetap tidak mengetahui dirinya dimana.
Aya merasa hari harinya semakin hampa, tidak ada lagi keributan yang dia ciptakan dikelas dua belas ipa empat, meski senyumnya telah kembali tapi semua orang tahu tidak ada sinar dalam senyumnya.
"Mungkin udah saatnya buat lo mundur"ujar Olivia pada Aya.
"Ya, udah saatnya gue mundur, gue cuma heran segitu bencinya dia sama gue? Sampe menghilang, bahkan keluarga dia keadaannya gak lebih baik dari gue"ucap Aya, lalu dia teringat dua hari lagi akhir pekan yang dia dan Ragil janjikan untuk mengajari Lili memasak.
Menghembuskan nafas perlahan Aya bangkit dari duduknya dan memutuskan untuk pulang diikuti oleh Olivia, sudah sejak tadi sekolah membunyikan bel pulang namun keduanya masih enggan untuk beranjak dari kursinya.
***
"Pulang lah"ujar seorang lelaki sambil memandang langit sore membelakangi lawan bicaranya.
"Ed, kau tahu, setidaknya selama seminggu aku ingin membuktikan perkataanmu"ujar Ragil menatap Ed.
"Tidak, kau tahu bundamu terus menangis, dan dari cerita bundamu tentang Aya, kau sudah berjanji mengajaknya untuk mengajari Lili memasak. Bahkan fikirkan juga kondisi sepupumu, jangan buat kondisinya drop lagi"ujar Ed tegas.
"Siapkan dirimu, kita pulang nanti malam. Tidak ada bantahan"sambungnya lagi mempertegas.
Menghela nafas panjang Ragil menghampiri pria sepuh yang tak lain adalah kakeknya diruang tamu rumah sederhana tersebut.
"Kakek, aku pulang hari ini. Ed yang akan membawaku, kakek jaga diri disini, nikmati hari hari kakek, nanti jika ada waktu aku akan kemari"ujar Ragil sambil berlutut didepan sang kakek.
"Dari yang kudengar, kau punya seorang gadis yang menghawatirkan dirimu, saat ini pulanglah, tepati janjimu, kasihan gadis malang itu, dan heyy kau membuatku seperti pria berumur delapan puluhan yang lemah little boy"ujar sang kakek menepuk pelan kepala Ragil.
"Haha, aku akan membawanya kemari jika dia mau"ujar Ragil lagi.
"Jangan kecewakan pria tua ini nak"ujar kakeknya kemudian mereka tertawa bersama.
***
"Haiissh, apakah kau menyuap kakekmu untuk menutupi kehadiranmu disana? Tidakkah kau berfikir kami akan mengkhawatirkan dirimu anak nakal"ujar perempuan cantik tersebut sambil menarik telinga sang anak, seolah olah anaknya masih bocah berusia lima tahun.
"Aku tidak menyuapnya ibu, aku hanya memberinya sekotak coklat kesukaannya"ujar Ragil dengan wajah memelas.
"Anak bodoh"ujar sang bunda lagi sambil menangis bahagia kemudian memeluk anak laki lakinya tersebut.
"Aku sayang ibu, dimana Lili? "Ujar Ragil lagi.
"Kau sayang ibumu tapi mencari Lili? "Pancing sang bunda dengan wajah sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason (Hiatus)
Teen FictionDua sejoli yang terikat kisah dimasa sma #722masasma #234fiksiremaja