jadian?

22 6 0
                                    

"Kalaupun bumi kehilangan gravitasinya, dapat dipastikan aku akan tetap jatuh kepadamu"
.
.
.

"JOVAAAAAAN!!!!"teriaknya memenuhi seluruh ruang kelas.

"Hayo loh,kenapa tuh macan tidur ngamuk?"ucap Wawan

"Yee mana gue tau dodol"sahutnya cuek dengan wajah pias ketika melihat Ragil yang mulai berjalan mendekatinya.

"Apaan sih?lo lebih serem dari emak gue sumpah"ucap Jovan sembari mengangkat dua jarinya membentuk huruf 'v'.

"Lo ngasih saran ke gue gak ikhlas? Lo pengen buat gue kehilangan dia?"sarkas Ragil menatap tajam kearah Jovan.

"Maksud lo apaan sih? Gue gak ngerti, lo jelasin dulu siapa tau masih ada jalan keluarnya. "Ucap Wawan memijit pangkal hidungnya.

"Si Aya ngejauh dari gue gara gara saran dari lo badak aer, malah nempel nempel sama kucing garing gak jelas lagi"sungut Ragil.

"Dimana mana kucing garong mas Ragil"ucap Jovan yang langsung mendapat pelototan dari Ragil.

"Suka suka gue lah, letak i dan o berdekatan, anggep aja gue typo"sahut Ragil yang berhasil membuat Wawan menggelengkan kepala takjub 'pande juga nih anak ngeles'batinnya, menatap Ragil.

"Jadi masalahnya cuma gara gara itu? Ntar, gue punya jalan keluarnya. Lo tinggal stay ditempat biar semua gue yang atur"ucap Jovan menggampangkan.

"Kalo masalahnya beres, gue punya hadiah buat lo"ucap Ragil serius.

"Wuihh, beneran? Gue ikut kalo gitu deh"celetuk Wawan.

"Yakin? Hadiahnya cuma satu dan gak bisa dibagi"ucap Ragil.

"Yahh, sediain yang lain gitu, itung itung pj dari lo"pintanya memelas.

"Hmm, iyain aja Gil, berguna juga nih anak"ucap Jovan mendukung Wawan.

"Nahh ini baru namanya sahabat"serunya sambil berusaha memeluk Jovan yang langsung dihadiahi tatapan tajam olehnya.

"Mck, gitu amat dah lo"sungut Wawan dengan wajah sok imut yang langsung dipandang jijik oleh kedua temannya.

***

Sore hari itu, dengan rintik hujan yang tipis namun manis dipandang, juga aroma tanah yang masih basah setelah terguyur hujan. Aya menikmati segelas coklat panas diteras rumahnya dalam diam.

Pandangannya masih terpaku pada satu objek sedangkan fikirannya sudah berkelana entah kemana, beberapa saat ketika kesadarannya pulih, Jovan datang dengan tergesa gesa juga baju yang masih basah terkena hujan.

"Ay, Ragil Ay"serunya panik hingga tak sempat untuk sekedar menarik nafas.

"kak Ragil kenapa? "Tanya Aya tak kalah panik melihat wajah pucat Jovan.

"Ragil Ay Ragil"tanpa aba aba, Jovan menarik pergelangan tangan Aya dan segera membawanya keatas motor.

"Gue gak bisa jelasin, lo ikut gue sekarang"ucap Jovan sambil menyerahkan helm kepada Aya.

Tak butuh waktu lama, motor yang dikendarai Jovan melaju meninggalkan rumah Aya dan membelah jalanan yang licin dengan kecepatan yang hampir diatas rata rata.

Mengingat jalanan licin fikiran Aya sudah dipenuhi hal hal negetif, sedangkan hatinya menolak semua itu. Sepanjang perjalanan yang mereka lakukan hanya diam, Jovan yang fokus kepada motornya dan Aya yang fokus terhadap detak jantungnya yang semakin tak terkendali akibat fikirannya yang tak kunjung memberikan bayangan bayangan hal hal positif.

Motor Jovan kini memasuki wilayah pedesaan pinggir pantai,banyak orang orang beramai ramai mendatangi suatu tempat, saat itu juga fikiran Aya kalut hingga tak sadar meremas jemarinya dan berdoa menggumamkan nama Ragil dalam hatinya.

Tak lama motor mereka melewati keramaian tersebut, Aya segera menghela nafas lega ketika melihat itu hanya sebuah tempat pelelangan ikan yang baru saja dibawa oleh para nelayan.

Raut wajah Jovan juga tak bisa Aya lihat dari kaca spion karena saat itu Jovan mengenakan helm fullface hingga menutupi seluruh wajahnya.

Motor mereka perlahan lahan berkurang kecepatannya hingga mereka benar benar berhenti tepat di bibir pantai dengan pepohonan rindang yang indah juga memberi kesan angker disaat yang bersamaan.

Terlalu asik mengagumi sekelilingnya, hingga saat ingat tujuannya kemari dia berbalik dan... Tidak menemukan keberadaan Jovan disana. Manik rubbynya mengerjab ketakutan, menyisir setiap sudut daerah itu berharap menemukan keberadaan seseorang, hingga matanya menatap  kulit kerang dengan ukuran cukup besar, sebesar telapak tangan orang dewasa diletakkan berjejer dengan sangat rapi disana.

***

Dilain tempat, seseorang menggeram marah ketika melihat Jovan menurunkan Aya dan langsung pergi diam diam meninggalkan gadis itu disana. Ditambah ketika melihat wajah ketakutan itu, ingin sekali rasanya menonjok wajah Jovan dan memeluk, menenangkan gadis itu.

Ketidak berdayaannya saat ini adalah dia harus berpura pura, dia harus terus bersembunyi, meski hatinya dan fikirannya menolak itu semua, namun berulang kali juga dirinya memberi semangat dan mensugesti fikirannya bahwa sebentar lagi, ya sebentar lagi dirinya mendapatkan segalanya.

***

Langkah Aya tergerak mengikuti pola yang dibuat oleh cangkang kerang tersebut, melewati pepohonan dengan kain berwarna merah muda yang diikat bersilangan dari pohon satu kepohon yang lain.

Menatap tak percaya dihadapannya kini berdiri gerbang kokoh dengan ornamen menarik hingga membuat siapapun yang melihat terbius suasana romantis yang diciptakan disana.

Kakinya melangkah ragu memasuki gerbang tersebut dan terus melangkah mengikuti pola kerang tersebut yang masih belum terputus setelah jarak yang cukup jauh yang ditempuhnya, terkadang hatinya merasa takjub melihat cara orang yang mengumpulkan kerang tersebut dengan jumlah yang tidak sedikit juga penasaran dengan alasannya yang pastiny juga tidak biasa.

Pola tersebut baru berhenti di tepi jembatan yang menghubungkan pantai dengan joglo sederhana namun elegan di tengah air laut diseberang. Langkahnya berhenti, ragu menyelimuti hatinya, namun ketika melihat tumbler light yang menghiasi pegangan jembatan menyala tiba tiba secara bergantian, tak lupa pula dengan kain merah muda yang masih setia saling membelit bersama lampu lampu mungil tersebut, hatinya perlahan menghangat seolah olah ini semua disediakan untukknya, seolah olah ini semua memang diperuntukkan kepadanya.

Langkahnya perlahan dimulai menapaki jembatan dengan panjang kurang lebih 300 meter tersebut. Matanya juga tak henti menatap beberapa balon berwarna pink yang juga menghiasi jembatan tersebut bahkan ada yang diikat degan tali dan dibiarkan mengapung diatas air laut, terombang ambing bersama ombak sore yang menambah kesan alami disana.

Dari tempatnya berdiri sekarang, dia bisa melihat tak jauh dari tempat dia memulai langkah tadi ternyata berdiri sebuah bangunan mewah yang dia yakini adalah sebuah hotel papan atas dengan fasilitas yang baik, bahkan mungkin saja ini merupakan bagian dari fasilitas terbaik disana.

Semakin jauh dirinya melangkah, semakin dekat pula dirinya dengan joglo tersebut. Hingga ketika tinggal sekitar sepuluh meter dari joglo, dirinya melihat siluet seorang pria berkemeja putih dengan celana hitam yang tampak formal. Namun bukan itu yang menjadi perhatiannya, tubuh itu, jelas tubuh yang sangat ia kenali hingga beberapa saat kemudian orang itu berbalik dan memamerkan senyum terbaiknya yang belum pernah Aya lihat semanis itu.

***
Jadilah pembaca yang baik, jangan lupa tekan bintang!


Reason (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang