The Moirai : Dull Of The Fates

961 146 9
                                    

Soon as the evening shades prevail,
The moon takes up the wonderous tale,
Dark scars on the sky,
and nightly to the listening earth,
repeats the story of his birth

.

.

.

Ketika awan kelam menutupi cahaya bulan, gemerisik angin menggoyang dahan dan ranting. Seseorang berjalan pelan di tengah kegelapan malam.

Langkah lembutnya menapaki rerumputan yang mulai tertutup embun. Berjalan di antara udara lembab dan pepohonan, netranya memandang jauh kedepan.

Semilir angin yang lebih kuat menerpa tubuhnya. Membuatnya terdiam terpaku di kegelapan malam.

Perlahan rembulan mulai bergeser dari atas kepalanya. Sinarnya semakin kuat menembus diantara pekatnya awan. Bagai tirai cahaya diantara dedaunan.

Sosok itu menghilang diantara untaian benang emas.

.
.
A Kooktae's story made by me

.

.

The Moirai : Dull Of The Fates

Kooktae as a main character

The firsr ever myth from my brain just for you...
.

ㅡㅡㅡㅡ
I own nothing except the plot
With a lot of warns
.
Typos are just like the stars tho
.

Happy reading

.
.
.

"Lelaki! Ini lelaki!" lengkingan lantang diantara pilar-pilar menjulang tinggi memecah keheningan senja. Para penduduk yang mendengar lengkingan itu bersuka-cita menyambut jiwa murni yang hadir diantara mereka.

"Ini buruk." sang penolong persalinan bergumam rendah. "Bahkan Sang Eileithyia tidak menunjukkan obor-nya." wanita itu bergegas keluar setelah sang ibu dan bayinya selesai di bersihkan.

Dari keremangan malam, samar dirinya melihat cahaya keperakan membelah kesunyian hutan. Dari jauh, matanya memandang sang rembulan yang bersinar terang. Terdengar lolongan anjing dari kejauhan, refleks dirinya menumpukan tubuh ketanah, menunggu sesuatu.

"Berdiri, manusia." suara itu terdengar lembut mendayu tetapi tegas di satu sisi.

"Saya, Milena berlutut padamu, Sang Bulan." perlahan wanita itu berdiri menghadap sang dewi di tengah kebingungannya.

"Aku mengetahui kebingungan dan kegundahan di hatimu, wahai manusia." sang dewi berjalan dengan cahaya bulan menyertai langkahnya. "Ini hal yang menarik bagi Sang Takdir, bukan?" tawa lembut menggelitik telinga si wanita tetapi dalam pada waktu yang sama, membuatnya tertegun.

"Maafkan kelancangan saya. Saya hanyalah manusia yang selalu di liputi ketidaktahuan." ujarnya semakin menunduk.

Mereka menatap sang ibu dan bayi yang masih tergeletak berdampingan. Menatap penuh tanya pada jiwa murni yang hampir terlewat oleh benang merah.

DuendeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang