Kemarahan Sang Dukun

500 18 4
                                    

Hari ini kebetulan ronni cuti sehari bekerja, aku meminta ronni untuk mengantarkanku kekantor. Hampir setiap hari kemacetan akrab menyapaku, hal ini sudah biasa aku jalani.

Pikiranku masih diselimuti ketakutan kalau sudah sampai kantor, aku takut dengan keganjilan yang aku alami selama dikantor. Tetapi aku coba menampik semua pemikiran ini, agar batinku merasa tenang.

Lina sempat berhenti sebentar, kira - kira berjarak satu meter. Mata lina tertuju pada pot bunga yang berada didekat sudut pintu ruang kerjanya, terlihat ada bungkusan kain putih kecil sebesar ukuran kotak korek api.
"hah!!!." lina nampak kaget,

"bungkusan apa ini." lina mendekati pot bungan tersebut.

"astagfirullah." ruat muka lina nampak tercengang melihat bungkusan kain putih.

"bungkusan ini ada energi jahatnya." ucap lina yang masih mengamati bungkusan kain putih itu.

Seketika bulu kuduk ku berdiri, dan kepala ku terasa berat ditambah perutku juga terasa sangat mual. Aku enggak tahu siapa yang menaruh bungkusan kain putih itu pot bunga, untungnya bungkusan itu tidam aku pegang.

Lina langsung berbalik badan menuju meja kerjanya, dan tak mau memikirkan bungkusan kain putih itu.

Waktu aku berjalan melewati meja kerja rahmat, selintas dia tidak ada dimejanya.
Benak ku bertanya tanya,
"kemana si rahmat, tumben enggak ada dimeja kerjanya."

Aku pun penasaran, aku mencari tahu kepada rekan sebelah kerja rahmat. Aku menanyakan keberadaan rahmat, ternyata rahmat ijin tidak masuk kerja karena sakit. Perasaan ku mengatakan, bahwa rahmat sakit karena ulahnya sendiri.

Aku kembali kemeja kerjaku, lalu kembali mengerjakan laporan absensi harian. Singkat waktu, senja sudah mulai terbenam. Aku bersiap siap membereskan tas kerjaku, dan bergegas untuk pulang kerumah. Baru sampai didepan gerbang kantor, ternyata suamiku menjemput ku pulang.

Sesampainya dirumah, perasaan ku mulai enggak enak. Suamiku ternyata merasakan gejala yang sama dengan ku, hanya saja dia tidak terlalu menggubrisnya. Pintu rumah aku buka, susana didalam rumah terasa sumpek seperti banyak orang. Tiba-tiba suami ku menarik tangan ku, dan berkata.
"tunggu sebentar, kita berdoa dulu sebelum masuk rumah."

"ingat, setelah berdoa pikiran kamu jangan pernah kosong."

Lina mengangguk mengikuti anjuran ronni, mereka pun berdoa memohon perlindungan kepada yang maha kuasa.
"sudah boleh masuk mas...?". Tanya lina.

"sudah, tapi ingat jangan kosong lho ya!!". Jawab suamiku.

Kami pun masuk, susana sangat sumpek dan agak sedikit pengap. Entah apa yang terjadi dengan rumahku, saat mas ronni pergi untuk menjemputku. Suara halus terdengar menyapa ku dengan salam.
"Assalamu'alaikum". Suara itu mengucap salam.

"walaikumsalam." lina menjawabnya dalam batin.

"hah". Lina kaget ternyata yang mengucap salam kakeknya lina.

"kakek!!!, ada apa dateng kesini...?". Dengan ekspresi yang diam lina bertanya kepada kakeknya melalui batin.

Qhodam nya lina datang untuk memberikan informasi kepada lina melalui kontak batin.
"kamu harus hati-hati dan waspada."

"karena akan ada serangan yang akan dilancarkan oleh dukunya rahmat."

Lina terdiam sesaat mendengar informasi dari Qhodamnya. Rasa gelisah terpancar jelas dari raut mukanya.
"mas, sepertinya nanti akan terjadi sesuatu. Mungkin akan ada suara seperti petasan lagi."

"kita harus waspada mas!!!".

Ronni terheran - heran melihat raut muka lina yang nampak ketakutan.
"tenang!!!, tenanglah." ronni berupaya memperjelas perkataan lina.

Sufisme Dan IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang