Ketukan Ke 3

13 2 0
                                    

Tawa mereka berhenti. Ketukan itu sudah ketiga kali.

"Buka gak?" Tanya Melinda pada teman satu gengnya. Semua saling melihat. Seperti melempar kewajiban untuk menjawab.

"Paling orang iseng Mel. Udah biarin aja. Lanjutin aja gih nontonnya." Balas Natali. Mereka pun melanjutkan ritual akhir pekan. Menonton drama Korea sepanjang hari. Ritual menonton ini terbilang maraton. Mereka akan berhenti untuk buang air atau kehabisan cemilan. Ritual yang telah mereka lakukan sejak duduk di bangku SMP ini selalu diadakan di rumah Saniya. Ruang tamu menjadi wadah yang nyaman beserta bantal dan guling. Hari ini mereka asyik melanjutkan drama 100 days my prince. Bahkan dari episode pertama hingga ke enam belas, mereka selalu menontonnya bersama.

Ketukan itu pun muncul lagi. Kali ini cukup keras seakan ingin memaksa masuk. Jarak antara mereka duduk dengan pintu depan memang tidak jauh. Jika mengukurnya dengan kaki maka hanya berjarak tiga langkah besar. Andini kini bangkit karena kesal.

Tidak ada orang. Andini membuka pintu depan dan disaksikan oleh teman-temannya.

"Tuh kan gue bilang apa Say... orang iseng..." Ucap Natali. Andini mengangkat bahu mendengarnya. Ia mendorong tubuhnya sedikit agar kepalanya bisa menoleh untuk melihat ke sekeliling rumah.

Tidak ada siapa pun.

Itu adalah malam pertama kalinya bagi mereka, Andini, Natali, Melinda, Saniya dan Ajeng ritual mereka tidak berjalan dengan mulus. Setidaknya mereka sudah bisa menghabiskan tontonan seru itu hanya dengan sekali duduk tapi kini mereka harus menghadapi ketukan-ketukan orang iseng.

***

"Benarkah?" Nyonya Rani ragu mendengar cerita putrinya Saniya.

"Benar Bunda... ih... masak Saniya bohong sih?!" Saniya tampak kesal. Sarapan paginya, segelas susu dan roti bakar tampak tidak menggugah minatnya. Setelah Ibunya meragukan semua cerita yang didengarnya dari Saniya.

"Bener-bener gak ada orang gitu? Udah adek cek kan semalam?" Saniya kini benar-benar memanyunkan bibirnya mendengar pertanyaan Ibunya.

"Ih... bunda masih aja gak percaya."

Sesaat Pak Rahmat ikut dalam pembicaraan anak dan istrinya.

"Kenapa? Kok ribut pagi-pagi. Hari minggu ya coba nikmati liburan." Pak Rahmat tersenyum kepada istrinya. Lalu mencium kening sang Istri dan anaknya. "Ada apa sih?"

"Itu loh Yah, kata Saniya semalam ada yang ngetuk-ngetuk pintu. Pas dibuka gak ada orang."

"Oh ya? Begitu?" Pak Rahmat mengolesi selai kacang pada roti tawarnya. Ia tidak begitu menyukai roti bakar.

Saniya mengangguk.

"Iya Yah, masalahnya itu, temen Saniya yang bukain pintu. Jadi kita semua lihat emang gak ada orang. Masak sih Saniya mau diem aja. Ntar kalau kejadian lagi Saniya mau bilang apa ke temen-temen? Acara malam minggu nonton dramanya bisa batal Ayah... itu kan sudah rutin setiap minggu..." Saniya masih tampak kesal. Pak Rahmat melihat istrinya. Nyonya Rani hanya mengangkat kedua bahunya.

"Hm... begitu ya? Baiklah. Bagaimana kalau Ayah cek dulu. Mungkin ada cicak, tokek, atau apa gitu?"

"Nah, San, bener tuh. Coba deh bantuin Ayah. Siapa tahu memang benar bukan orang iseng atau hal-hal aneh yang kamu pikirkan." Saniya pun menurut. Dan hari minggu itu menjadi hari dimana Saniya dan Pak Rahmat mencari ke seluruh sudut rumah. Berharap menemukan tokek, cicak dan sebangsanya.

"Gimana San?" Pak Rahmat menggunakan tangga untuk mencapai langit-langit dan atap rumah. Sedangkan Saniya yang masih sibuk mencari di taman, pot-pot tanaman hias milik ibunya, belum menemukan apa pun yang Ia rasa sanggup untuk mengetuk pintu rumahnya semalam. Ia bahkan mencari sampai ke jalan depan rumah dan tempat sampah.

DEATH: Kematian Itu Disekitar KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang