Cincin Api

13 1 1
                                    

Kereta api yang Sarah naiki kini melaju cepat. Tanpa permulaan yang halus, sedikit menyentak dan mengagetkannya. Seakan Sang Masinis sedang kesal lantaran istrinya tidak memberikannya makan malam hari ini. Tapi ya, itulah kebenaraannya. Setiap orang hari ini sulit untuk makan. Setiap orang hari ini mencoba berlari sejauh mungkin untuk menyelamatkan nyawa mereka.

Beberapa kali kereta seakan terbentur dan melayang. Akibat sambungan antar rel-nya dan juga beberapa kerikil yang menghalangi laju kereta. Hal itu membuat Sarah terbangun dari tidurnya.

"Sudah sampai mana ya?" Tanyanya pada seorang Pria yang sibuk membaca buku. Bibirnya komat-kamit. Sarah berpikir mungkin Pria itu sedang berdoa dengan kitabnya. Buku itu pun Ia tutup. Sebuah novel terbitan terbaru. Tambah lekukan kertas yang masih terawat. Pria itu menoleh pada Sarah.

"Entahlah Dek. Maaf bolehkan aku memanggilmu itu?" Tanya Pria itu ramah. Tapi tampak jelas jika wajahnya penuh kehampaan. Seakan sudah ingin segera mengakhiri hidup.

"Ya, tentu Om?"

"Ah, Mas saja, saya belum menikah," sambungnya canggung. "Mau kemana ya Dek kalau boleh tahu?"

"Entahlah Mas, sejauh mungkin, setidaknya menjauh dari kekacauan ini," jawab Sarah kelu.

"Ya, sama. Mas juga begitu. Setidaknya, masih ingin hidup tenang. Bersyukur kalau kita bisa hidup."

"Berdoalah. Aku pun tidak pernah berhenti berdoa. Setidaknya agar kereta ini tetap terus berjalan tanpa henti."

***

Desember 30, 2091. Eksperimen pengontrol otak atau brainwashing telah berhasil. Pemerintah telah mengontrol Hephaestus. Dewa api yang telah terkubur dalam bentuknya yang terkutuk menjadi batu. Akibat pecahan letusan Gunung Krakatau yang berhasil mengakibatkan perubahan cuaca secara drastis di seluruh dunia. Sosok Hephaestus ditemukan oleh para nelayan.

Eksperimen pun berlanjut. Setelah berhasil mengendalikan keinginan para hewan sebagai bahan dari kelinci percobaan, tikus yang berhasil mencuri, kucing yang dimanipulasi untuk mengacaukan sistem keamanan toko, atau anjing yang telah menjadi tentara penyerang pihak lawan tanpa ampun. Lantas menghidupkan kembali Hephaestus yang telah menjadi batu.

Masyarakat tampak skeptis. Setidaknya begitu pesimis karena teknologi baru negeri ini bisa menjadi senjata mutakhir untuk menjadi pihak mandiri dalam perseteruan awal dari perang dunia ketiga. Karena negeri ini tidak memihak antara blok barat maupun blok timur. Namun bukan berarti juga tinggal diam. Sayang tidak ada makhluk tangguh yang bisa menjadi pionir untuk maju ke medan perang mengalahkan para jagoan dari negara-negar adikuasa.

Sampai Hephaestuslah yang menjadi kelinci percobaan selanjutnya.

Dengan ciri-ciri yang tepat persis digambarkan dalam kitab-kitab Yunani kuno, negeri ini mengorbankan setidaknya satu juta jiwa sebagai tumbal untuk bisa membangkitkan kembali Hephaestus.

Sosok itu pincang, dengan tubuh kekar setinggi tiga meter. Bahkan setelah bangkit, Hephaestus segera mencari palu yang Ia miliki. Karena tidak menemukannya, markas besar penelitian pemerintah pun dihancurkan. Pemerintah segera menggunakan alat pengendali pikiran dan berharap Hephaestus bisa dikendalikan. Setidaknya tindakan cepat dan tanggap ini pun membawa dampak yang positif. Semua orang merasa kembali bangkit semangatnya. Karena yakin sosok ini yang akan mampu membawa mereka pada kemenangan perang.

Hephaestus hidup kembali untuk menciptakan senjata pemusnah manusia. Ia adalah anak dari Zeus dan Hera yang diasingkan ke Bumi. Bertugas untuk membuat senjata para dewa-dewi dan kini, tugasnya yang dulu akan Ia lanjutkan lagi. Hephaestus telah membuat cincin api.

DEATH: Kematian Itu Disekitar KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang