NORMAL POV
"Aku sedang mengemudi!"
"Tepikan mobilmu! Sekarang!"Gaara menepikan mobil, mengarahkannya ke bahu jalan sepi lalu mengumpat pelan. Ayolah mobilnya keluaran terbaru, untuk apa gaara menepikan mobil sedangkan ia dapat dengan mudahnya berbicara pada sasori tanpa memegang ponsel.
"Sudah! Apa lagi? Kau ingin aku menyebrang jalan? Atau mengambil kucing liar untuk kau bawa pulang?"
"Bisa kau diam gaara?"
"Kau bertele-tele bung! Waktuku terbuang sia-"
"Sakura meninggal."
"-sia."Ucapan sasori tepat selesai saat gaara menyelesaikan kalimatnya. Ia terpaku. Memandang roda kemudi dengan tatapan kosong. Siapa yang meninggal? Dia salah dengar kan?
"Siapa? Aku tidak mendengarmu!"
"Kau jelas mendengarku. Dimana? Aku akan menjemputmu. Nagato sedang menyiapkan pemakamannya."
"Tidak. Kau tetap disana. Jaga sakura! Jangan berani melangkah keluar atau kau akan berakhir ditanganku!"Gaara mematikan sambungan itu dengan cepat. Jari-jarinya mencengkram roda kemudi kuat-kuat. Wajahnya merah padam. Kesedihan ini terulang kembali, karena orang yang sama. Gaara melajukan mobilnya, membanting roda kemudi, berbalik arah. Melesat jauh, membelah jalan padat tokyo. Mobil merah itu berhenti disebuah rumah mewah pingiran kota. Gaara turun dengan amarah yang masih membara.
"Brengsek!"
Matanya menelisik. Mencari dua sosok tak tahu diri dirumah itu. Ia kehilangan dua wanita berharga karena tingkah bodoh mereka. Langkah kaki membawanya ke sebuah kamar di lantai dasar itu. Kamar tamu. Ayahnya tidak pernah membawa para jalangnya ke kamar utama. Gaara membuka kamar itu tanpa permisi. Menggebrak pintu membuat dua manusia yang masih bergelung diatas ranjang menatapnya heran.
"Apa-apaan kau? Mana sopan santun yang ku ajarkan padamu?"
"Aku tidak ingat ayah mengajariku sopan santun. Ayah hanya mengajariku bagaimana menjadi pria berdarah dingin yang kejam!"
"Brengsek! Apa ini yang diajarkan mebuki padamu?"
"Berhenti menyebut nama ibu dengan mulut kotormu ayah!"
"Kenapa? Kau tak suka? Lebih baik mei yang menjadi ibumu!"
"Brengsek! Aku menyesal lahir sebagai anak seorang bajingan sepertimu!"
"Kau berani padaku?"
"Kau bodoh! Anakmu mati dan kau bersenang-senang dengan jalang sialan ini?"
"Apa maksudmu? Siapa yang mati?"
"Sakura."
"Ia pantas mati setelah membunuh istirku!"Gaara menghantam ayahnya dengan pukulan keras. Berapa kali pukulannya meleset ke lantai, membuat luka baru di jari-jarinya yang panjang. Kali ini ia benar-benar marah. Meluapkan emosinya yang tak terbendung lagi. Meluluh lantahkan amarah yang ia kubur dalam-dalam. Ia sungguh ingin membunuh ayahnya yang bodoh itu.
"Kau tidak tahu apapun! Sakura tidak membunuh ibu!"
"Omong kosong! Mebuki mati dalam pelukannya!"
"Mei yang membunuh ibu! Aku dan nagato saksinya! Kau bodoh karena mencintai wanita yang membunuh ibu!"Gaara masih memukuli ayahnya dengan brutal. Menatapnya dengan tatapan penuh dendam. Mengabaikan tatapan kosong sang ayah. Gaara berdiri. Memberikan tatapan benci pada ayahnya.
"Hadiri pemakaman sakura atau aku akan membunuhmu ayah!"
Gaara melangkahkan kakinya dingin. Ketukan sepatu itu bagai pedang tajam yang bisa menusuk jantung siapa pun yang mendengarnya. Tatapannya kembali datar. Emosi yang meledak tadi ia simpan rapat-rapat.
"Bibi. Kau ingin aku membunuhmu atau mendekam dipenjara dan menghabisakan umurmu didalamnya?"
"Tidak! Aku yang berhak membunuhnya, gaara. Pergilah! Persiapkan pemakaman putriku!"Gaara menatap ayahnya terkejut. Ayahnya kembali. Kembali menjadi sosok yang hilang 6 tahun lalu. Kembali menjadi sosok hangat yang melindungi keluarganya. Gaara mengangkat bahunya, berbalik melanjutkan langkah kaki yang sempat tertahan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
my crazy husband
Fantasyuchiha gila, dan aku lebih gila karena mau menikahinya. . . . . . . . . 18+ mohon bijak mencari bacaan