seventeen

1.9K 209 63
                                    

Sudah satu jam Nawang menunggu. Menanti Tania yang dibawa kabur oleh dua temannya. Ck! Andai saja Nawang tidak dititipi amanah untuk membawa pulang Tania dalam keadaan selamat. Mana mau ia menghabiskan waktu berharganya untuk menunggu. Tetapi, kalau menunggu Tania beda sih urusannya. Dengan semangat empat lima Nawang akan menanti kehadirannya.

Awan mulai gelap. Dalam hitungan menit hujan akan datang. Tetapi gadis yang ditunggu Nawang belum juga datang. Kemana perginya Tania? Kenapa tidak kunjung datang padahal gadis itu bilang kalau dalam lima menit akan sampai. Lalu nyatanya? Sudah satu jam lebih Nawang menunggu, tapi Tania tak kunjung muncul ke hadapannya. Sekarang ia percaya kalau lima menit versi cewek punya arti lain.
Nawang kembali menyalakan gawai guna mengecek kolom obrolannya dengan Tania. Hasilnya masih sama. Tidak ada kabar terbaru. Bahkan last seen whatsapp Tania menunjukan tiga puluh menit lalu. Waktu terakhir yang gadis itu gunakan untuk mengirimi kabar Nawang.

Remaja itu kembali mengembuskan napas kasar. Terus melakukan hal yang sama sampai akhirnya ia mendengar suara ketukan jendela mobil. Nawang sempat terkejut sebelum akhirnya mengetahui bahwa seseorang yang mengetuk jendela adalah Tania. Ah, ini dia gadis yang ditunggunya. Akhirnya datang juga. Nawang membuka pintu mobil mempersilakan Tania masuk ke dalamnya.

Hal yang Nawang dapati pertama kali adalah senyum merekah dari wajah Tania. Entah kesambet dedemit darimana gadis itu juga tiba-tiba memeluk lengan Nawang. Erat.

"Tan, lo kenapa?" tanya Nawang heran.

Tania menggelengkan kepala, tapi senyumnya terus merekah. Ia melepaskan pelukan berganti menatap Nawang. "Lo tahu nggak?" Nawang menggeleng. Melihat Tania begini, bikin dia heran, mampu menatap dengan menaikkan satu alisnya "Gue udah ceritain semua ke Desya dan Nidya. Demi Tuhan, Rasanya plong banget, Wang!" lanjutnya girang.

Mendengar itu membuat Nawang ikut tersenyum. "Dan lo tahu, Wang, mereka berdua masih mau temenan sama gue," ucap Tania lagi dengan riang.

Nawang mengerutkan kening. Belum sempat melontarkan pertanyaan lebih lanjut, Tania kembali buka suara. "Ya, kan kemarin-kemarin gue pikir begitu mereka tahu kenyataan sebenarnya, mereka akan jauhin gue. Tapi ini enggak! Mereka janji akan tetap ada di samping gue apa pun yang terjadi."
Bukankah itu makna teman sebenarnya?

"Gue bego banget deh, Wang sempet mikir kalau Syasa dan Ninid akan ninggalin gue. Aduh. Bisa sebego itu ya gue?" celoteh Tania terheran-heran.

Nawang hanya bisa mengedikkan bahu. Ia bingung harus memberikan respon apa atas kebahagiaan Tania. Intinya Nawang turut berbahagia. Melihat si remaja diam saja membuat Tania memicingkan mata. Detik selanjutnya ia layangkan cubitan manja di lengan Nawang. Membuat remaja yang masih mengenakan seragam sekolah mengaduh kesakitan.

"Sakit banget, Tan." Nawang mengaduh sembari mengelus-elus lengan.

"Ya abisnya, lo sih! Kasih respon apa kek jangan diem aja," protes Tania.

"Gue bingung harus ngomong apa. Tapi yang pasti gue ikut seneng," jujur Nawang.

Tania menoleh."Seriusan? Ih, Nawang sumpah gue seneng banget!!!" ucapnya tanpa sadar kembali memeluk lengan Nawang.

"Iya gue juga seneng lo nempel-nempel kek gini," balas Nawang nyengir kuda.
Mendengar jawaban Nawang sontak membuat Tania melepas pelukan. Ia mulai komat-kamit tidak jelas.

Hal itu membuat Nawang tersenyum. "Gue lebih seneng lo kayak gini, Tan. Ceria. Nggak sedih lagi dan jangan pernah sedih lagi ya?"

colorless Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang