Hancur.
Tampaknya nasib sedang menjungkir balikkan dunianya. Itulah yang Tania pikirkan saat ini.
Tuhan sudah menulis takdir hidup seseorang bahkan sebelum terlahir. Jadi, salah jika menyalahkan orang lain atas nasib buruk yang menimpanya.
Banyak kesialan terjadi semingguan ini. Sejak pertama kali Nawang tinggal di rumah Tania, pemuda ajaib itu diminta Septa menguntit anak tirinya. Alhasil cowok dan teman koplaknya, Azu, akan ada di depan kelas Tania lima menit sebelum bel istirahat berbunyi. Selalu begitu.
Pernah, Tania sengaja bolos pelajaran bersama Desya dan Nidya untuk mencoba salon kecantikan yang baru saja buka. Berpikiran kabur dan Nawang tidak akan mengikutinya, itu, salah! Bukan hanya mengikuti, cowok itu juga melaporkan semua pada bos besar, alias Septa.
Hell! Selain alih profesi sebagai penguntit, Nawang juga merangkap sebagai pengadu. Entah, perjanjian apa yang Septa dan Nawang lakukan sampai remaja itu rela membeberkan semua perilaku Tania saat di sekolah. Dan karena ke-emberan Nawang, Tania menuai hasilnya. Setiap pulang ke rumah, Septa selalu memarahinya.
Iverdo Nawang Paraduta.
Siapa remaja itu sebenarnya? Mengapa tetiba datang lalu menghancurkan kebahagiaan Tania? Kemana pula kedua orang tua atau sanak saudaranya sampai-sampai membiarkan Nawang numpang di rumah orang?
Seharusnya pertanyaan itu bisa dilontarkan beberapa waktu lalu. Niat Tania selalu terhalang suasana. Di sekolah tidak mungkin karena Nawang terlalu asyik dengan temannya. Lagi pula, mereka tidak satu kelas, jadi, mana bisa bertegur sapa? Di rumah pun tidak sempat karena setiap Tania mau menegur, Septa selalu ada di samping Nawang. Heran!
Dan, puncak kegeraman Tania setelah tiga hari dimata-matai, adalah siang ini. Di jam istirahat kedua seperti biasa, Nawang dan Azu sudah berdiri di ambang pintu kelas.—Menunggu gadis itu ke luar kelas. Seharusnya, Tania memanfaatkan keadaan untuk bertanya apa motif Nawang menguntitnya selama beberapa hari ini. Tetapi, mood Tania terlanjur memburuk, jadi persetan dengan apa yang akan dilakukan remaja itu kali ini. Tania tidak peduli lagi!
“Tan sebenarnya lo ada hubungan apa sama si Nawang?”
Pertanyaan ngeselin kayak gini bikin Tania semakin berang, sejak Nawang mengikutinya.
Guna menggugurkan anggapan negatif orang lain, termasuk dua orang sahabatnya, gadis itu selalu menjawab; “Enggak usah dipikirin, dia tuh ngefans sama gue makanya selalu ngikutin.”
Awalnya Desya dan Nidya percaya. Tetapi, itu hari pertama, sudah empat hari, kedua teman Tania sudah mulai curiga.
“Dia itu siapa? Ya, meskipun bukan gue yang diikutin, tapi nakutin juga lama-lama.,” tambah Nidya menyuarakan pendapatnya.
Andaikan Tania tahu siapa Nawang sebenarnya, pasti sudah ia ceritakan pada dua sahabatnya. Sayangnya, dia juga tidak tahu asal-usul cowok itu. Jadi, mana mungkin menjawab tanpa memberikan bukti. Sebenarnya, bisa saja Tania menjawab kalau Nawang adalah cowok yang tiba-tiba numpang di rumahnya. Tetapi, jawaban begitu akan merembet ke masalah Septa juga. Demi Tuhan untuk sekarang, Tania tidak sedang ingin mengungkap rahasia terbesarnya.
“Mereka itu murid baru, Tan. Dari desas-desus yang beredar mereka pindahan dari Malang. Kepindahan mereka ke Jakarta juga karena di seluruh SMA Malang udah nggak ada yang mau nerima. Kalau begini gue jadi beranggapan bahwa mereka itu si biang masalah yang namanya sudah di-blacklist di seluruh SMA yang ada di Malang,” ucap Desya mengawali.
KAMU SEDANG MEMBACA
colorless
Novela Juvenil[T E E N F I C T] colorless: ks. 1 tanpa warna. 2 tak menarik.The story was utterly c. Cerita itu sama sekali tak menarik. . Hidupnya tak lagi berwarna ketika sebuah rahasia yang selama ini tersimpan rapat tiba-tiba terungkap.