Prolog
Malam itu, hujan mengguyur kota. Di balik tirai rinai yang lebat, seorang pria duduk di bangku panjang, menatap kosong ke arah lampu jalan yang redup. Rayhan, 32 tahun, tak pernah merasa lebih sepi. Setahun sudah berlalu sejak ia dikhianati oleh tunangannya. Luka yang tertinggal membuatnya menarik diri dari semua orang, menutup pintu hatinya rapat-rapat, dan kehilangan harapan akan cinta.
Sahabatnya menyarankan terapi, dan tanpa banyak pertimbangan, ia akhirnya duduk di ruang tunggu klinik psikologi kecil di sudut kota. Di sanalah ia bertemu Sayra, psikolog yang selama ini membimbingnya dalam perjalanan menyembuhkan luka batinnya.
BAB 1: Pertemuan yang Mengubah Segalanya
Hari pertama Rayhan datang ke klinik psikologi itu, ia merasa seperti seekor burung yang baru saja dibebaskan dari sangkar. Meskipun langkahnya terpaksa, ia tahu bahwa keputusannya untuk mencari bantuan adalah jalan terbaik. Sesuatu dalam dirinya, yang mungkin sudah lama terkubur, mulai berbisik bahwa ia harus keluar dari bayang-bayang luka yang ditinggalkan oleh perpisahan yang tak terduga. Semuanya bermula setahun yang lalu, ketika tunangannya, Dian, mengkhianatinya dengan seorang pria lain. Luka itu masih membekas, bahkan meski sudah cukup lama berlalu.
Saat ia memasuki ruangan tunggu klinik yang terletak di sudut kota, ia tidak tahu apa yang akan terjadi. Orang-orang di sekitar klinik ini terlihat sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ada yang sedang menunggu dengan ekspresi khawatir, ada juga yang terlihat tenang, seolah-olah mereka sudah terbiasa dengan situasi ini.
Rayhan duduk di salah satu kursi tunggu, memerhatikan setiap detil ruang yang tampaknya dirancang untuk memberi kenyamanan. Namun, hatinya masih terasa cemas. Dia belum siap untuk membuka diri sepenuhnya, apalagi untuk berbicara tentang masalah yang selama ini ia pendam.
Tak lama setelah itu, seorang wanita muda keluar dari ruang terapis. Wanita itu mengenakan blazer hitam yang dipadukan dengan rok panjang juga hijabnya tampak sederhana, namun profesional. Dengan senyum ramah, wanita itu menyapa, "Rayhan?"
Ia menoleh, dan matanya bertemu dengan mata Sayra. Ada sesuatu yang membuat hatinya langsung tenang, meskipun ia masih merasa ragu. "Iya," jawabnya, sambil berdiri dan merapikan jaket yang dikenakannya.
Sayra menunjukkan jalan ke ruang terapis yang terletak di ujung lorong. Mereka berjalan bersama, dan selama perjalanan, Rayhan merasakan perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Mungkin karena Sayra memiliki aura yang hangat dan menenangkan. Setibanya di ruang terapi, Sayra mempersilakan Rayhan duduk di kursi yang sudah disiapkan di depan meja.
"Kitai akan mulai dengan membahas apa yang membuat Anda datang ke sini, Rayhan," kata Sayra sambil duduk di kursi yang berhadapan dengannya. "Tidak ada yang perlu Anda khawatirkan. Saya di sini untuk mendengarkan dan membantu Anda."
Rayhan terdiam sejenak. Ini adalah hal pertama yang harus ia lakukan setelah sekian lama menutup diri. Di hadapan seorang profesional yang tidak pernah ia kenal sebelumnya, ia mulai merasa cemas. "Saya... saya merasa hidup saya hancur setelah perpisahan itu. Saya tidak tahu bagaimana melanjutkan hidup. Rasanya semuanya... kosong," kata Rayhan, mencoba mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata yang masih terasa berat di mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Pendek (Salmon story)
Short StoryIni merupakan work kumpulan cerita pendek yang mungkin bisa menarik untuk kalian baca. Tertanda Azaleasyaa