WHAT IF: SALRON

888 72 7
                                    

Rony duduk santai di sofa ruang tamu rumah baru Paul, tangan kanannya memegang stik PlayStation sementara tangan kirinya meraih segelas teh dingin yang diletakkan di meja kecil di sebelahnya. Di layar TV besar yang menempel di dinding, karakter game balap mobilnya sedang meluncur cepat, mencoba mendahului lawan virtual. Di sebelahnya, Bang Jo tertawa puas setelah berhasil mengalahkannya di balapan sebelumnya.

"Kau jelek kali mainnya, Ron." ejek Bang Jo sambil melahap keripik kentang dari mangkuk besar.

"Iya, main lah kau sama, Paul, Bang." balas Rony sambil meringis. "Malas juga aku."

Paul muncul dari dapur sambil membawa beberapa kaleng soda. "Gak jago emang dia, Bang. Ayo main sama gue." ucapnya sambil tertawa dan meletakkan kaleng-kaleng itu di meja. Rumah Paul memang masih bau cat baru, tapi suasananya sudah nyaman dengan perabotan minimalis dan desain modern.

"Ayo adikkuh!" seru Bang Jo. 

"Gas Abangkuh!"

"Adik lo emang dia kayanya, Bang. Cocok lo berdua." Rony tertawa kecil, lalu meletakkan stiknya. Ia meregangkan tubuhnya, menikmati sejuknya AC yang membuatnya malas beranjak dari sofa. Hingga saat ini, suasana hatinya biasa saja—santai, sedikit riang, sama seperti setiap kali berkumpul dengan teman-temannya.

Tak lama kemudian, pintu depan terdengar terbuka, diikuti suara langkah kaki dan tawa riuh. Anggis dan Nabila tiba lebih dulu dengan tas besar berisi makanan, diikuti Syarla, Novia, dan Rahman.  Suasana mulai meriah, namun Rony tetap tidak bergeming dari posisi rebahannya.

Ruang tamu mulai ramai dengan obrolan dan gelak tawa. Edo dan Rachel pun tiba tak lama kemudian, membawa kotak pizza. Paul sibuk memastikan semua tamu merasa nyaman, sementara Rony tetap di sofanya, ikut tertawa mendengarkan lelucon-lelucon Bang Jo dan Edo. 

Ketika pintu depan terbuka lagi, suara Salma terdengar, ceria seperti biasa. "Permisi!" sapanya. Ia melangkah masuk bersama Dimas, membawa kotak besar berisi kue untuk semua orang.

"Eh, Salma, Dimas akhirnya datang!" sapa Paul dengan nada ramah. 

Dimas menjabat tangan Paul dengan senyum lebar. "Rumah baru lo keren banget, ya. Nggak nyangka lo bisa sekeren ini."

"Lah jelas, gue gitu lho!" ucap Paul sombong.

"Dih, gausah congkak gitu lo!" Salma memukul pelan lengan Paul. Semua orang hanya tertawa melihat itu. 

Rony, yang awalnya tampak santai, tiba-tiba merasa ada sesuatu yang mengganjal. Ia mengangkat pandangannya dari layar TV, menatap ke arah pintu. Melihat Salma melangkah masuk bersama Dimas, lengkap dengan senyum sumringah. Rony merasa dadanya sesak. Ia tak bisa menjelaskan perasaan itu, tapi keberadaan Dimas di sebelah Salma membuatnya tak nyaman.

Namun, seperti biasa, Rony pandai menyembunyikan apa yang ia rasakan. Ia memasang wajah datar, kembali memusatkan perhatian pada game di layar TV.

Rony melirik sekilas dari sudut matanya. Salma dan Dimas tampak sangat akrab. Salma tertawa kecil mendengar candaan Dimas, dan cara mereka berbicara membuat Rony merasa dadanya menghangat, namun dengan cara yang tidak menyenangkan. Kenapa harus datang bareng dia? pikirnya.

Alih-alih bergabung dengan obrolan, Rony kembali memusatkan perhatiannya pada ponselnya. Jemarinya menggulir layar tanpa tujuan, seolah-olah itu bisa mengalihkan pikirannya dari pemandangan di depannya

Salma, sementara itu, sempat melirik ke arah Rony. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda pada sikap pria itu malam ini, tapi ia memilih untuk tidak memikirkan terlalu jauh.

"Ayo nyanyi yuk! Buat konten kita!" ucap Edo heboh, semua pun setuju atas saran Edo. 

"Ayo! Kak Dim, main gitar ya!" ucap Syarla. Dimas hanya mengangguk dan langsung mengambil gitar yang ada di Paul.  

Cerita Pendek (Salmon story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang